Oleh : Rahfit Syahputra, S.Pd Alumni Jurusan Sejarah UNP/Kader HMI Komisariat IS UNP
Tidak dapat kita pungkiri bahwa pada zaman sekarang kita berada pada era disrupsi yang mana dalam hal tersebut telah merubah sedikit banyaknya berbagai aktivitas manusia diberbagai pelosok negara manapun. Muatan-muatan dalam berbagai hal seperti dalam ranah pendidikan, pekerjaan dan permainan dikemas dalam bentuk digital atau berbasis teknologi. Mengikuti perkembangan yang terjadi dari setiap zaman seperti era sekarang adalah hal yang menjadi keniscayaan bagi setiap individu dan bangsa supaya kemudian hari tidak menjadi permasalahan seperti gagap teknologi dan sebagainya. Apa yang hendak penulis sampaikan pada tulisan kali ini ? bahwa mengikuti perkembangan teknologi di setiap zaman adalah perlu namun jangan sampai apa yang telah menjadi nilai leluhur secara turun temurun menjadi terlupakan. Anak-anak sampai kepada orang dewasa pada zaman sekarang telah tergiur dengan berbagai tawaran game online/ofline pada gadjet mereka.
Semua hal tersebut tidak salah secara mutlak namun jangan menjadi konsumsi wajib sehingga menghilangkan identitas kolektif. Perlu suatu perimbangan dalam menyikapi kemajuan tersebut. Salah satu imbas daripada majunya teknologi yaitu semakin terpinggirkannya permainan tradisional. Kita tahu bahwa permainan tradisional merupakan hal yang amat banyak mengandung nilai-nilai tersirat di dalamnya. Para pendahulu memainkan permainan tradisional mempunyai maksud dan tujuan tertentu seperti dalam ranah sosial bermasyarakat. Apakah yang menjadi kekhawatiran kita bila permainan tradisional itu semakin terpinggirkan dan bahkan hilang ? tentunya tidak ada lagi generasi penerus yang mengenal kearifan lokal bangsa atau daerahnya sendiri sehingga salah satu nan menjadi identitas kolektif menjadi hilang. Semoga pihak-pihak yang saat ini masih berjuang melestarikan permainan tradisional dan memboomingkannya ke tengah-tengah masyarakat semakin semangat dan konsisten.
Sebuah Kearifan Lokal
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal (local wisdom) biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal tersebut juga terdapat berbagai macam jenisnya, salah satunya kearifan lokal dalam karya-karya masyarakat, bentuk kearifakan lokal seperti ini misalnya dapat kita temui dalam seni batik yang motifnya tidak hanya indah, tetapi juga menyimpan makna yang mendalam dalam tiap motifnya (dilansir dari Wikipedia). Mengacu kepada pemikiran tersebut maka menurut penulis bahwa permainan tradisional juga merupakan salah satu contoh kearifan lokal sebab ia juga tergolong ke dalam seni baik seni gerak ataupun berwujud bentuk seperti dua atau tiga dimensi.
Beberapa daerah di Sumatera Barat khususnya di Padang Pariaman ada sebuah permainan tradisional nan dikenal dengan nama layangan danguang. Dalam pandangan penulis permainan ini seiring dengan perkembangan zaman agaknya sudah mulai memudar di tengah masyarakatnya. Penulis sengaja memilih kata pudar sebab meskipun zaman telah berada pada era kemajuan namun masih ada beberapa pihak yang hendak melestarikan dan senang memainkan permainan layangan danguang tersebut. Menurut penulis tidak eksisnya permainan ini merupakan salah satu imbas daripada kemajuan teknologi di dunia permainan berbasis digital. Orang telah beralih kepada permainan yang sifatnya instan (pemain tinggal mendownload atau berbasis teknologi) berbeda dengan permainan layangan danguang bahwa ada proses yang ditempuh oleh pemain terlebih dahulu sebelum memainkannya. Kemudian sebab-sebab lainnya yaitu semakin sulitnya ditemui orang-orang yang mampu membuat layangan danguang tersebut.
Kenapa penulis katakan demikian ? sebab, untuk membuat satu layangan danguang tersebut memerlukan kepiawaian yang tidak sembarangan. Membutuhkan kelihaian dalam memilih bahan utama seperti bambu betung yang sudah tua. Kesabaran dalam proses meraut bambu sehingga menghasilkan rangka layang yang baik, ketelitian ketika menimbang rangka bambu agar menjadi sebuah layangan yang bagus, proses perekatan kertas atau plastik yang tidak boleh asal-asalan sampai kepada proses penerbanganpun membutuhkan semacam sifat sabar di dalamnya. Jadi dalam setiap tahapan pembuatan layangan danguang sampai pada proses penerbangannya terselip sebuah nilai yang berguna bagi seorang individu dalam menjalani kehidupannya di tengah masyarakat apakah itu ? dapatlah penulis sebut hal tersebut sebagai kesabaran, ketelitian dan keindahan.
Biasanya orang-orang yang telah lihai dalam membuat layangan danguang ini adalah seorang nan telah berusia lumayan tua dan di masa mudanya berpengalaman membuat layangan danguang tersebut. Namun, perlu pula penulis katakan disini sejatinya tidak dapat digeneralisasikan bahwa seluruh orang tua mampu membuat layangan danguang dan tidak pula dapat diambil kesimpulan secara komprehensif bahwa segenap anak muda tidak pandai membuat layangan danguang tersebut. Artinya apa ? bahwa beberapa orang tua yang telah berpengalaman di masa mudanya membuat layangan danguang maka diusianya yang sudah tua ia masih dapat membuatnya untuk diperkenalkan kepada anak-anak cucunya dan beberapa di antara anak muda ada pula yang mampu membuat layangan danguang sebab ada keinginannya untuk selalu belajar baik itu secara otodidak ataupun berguru kepada yang lebih berpengalaman. Nan menjadi permasalahan yaitu saat sekarang ini hal tersebut sudah sulit ditemui. Semoga eksistensi permainan ini akan terus ada sampai kapanpun.
Wujud Simbiosis Komensialisme Dengan Masyarakat Petani
Simbiosis komensalisme adalah interaksi antara dua makhluk hidup yang menguntungkan salah satu organisme, sementara organisme yang lain tidak dirugikan dan tidak pula diuntungkan alias netral, dilansir dari laman Direktorat Jenderal SMP Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Jumat (01/04/2022). Menyangkut soal simbiosis komensialisme ini, maka sejatinya berlaku kepada hubungan antar dua organisme tumbuhan atau makhluk hidup lainnya. Pada kesempatan kali ini penulis hendak mengemukakan analisis bahwa hal tersebut juga berlaku kepada hubungan antara pemain layangan daguang dengan petani padi.
Permainan tradisional layangan danguang merupakan permainan yang tidak hanya memberikan dampak memuaskan kepada pemainnya saja namun begitu juga kepada pihak lain yang tidak terlibat secara langsung dalam memainkannya. Biasanya, lokasi pilihan para pemain layangan danguang adalah di tempat yang cukup terbuka seperti di daerah sungai yang banyak persawahan, lapangan sepak bola dan tempat-tempat lapang lainnya. Nah terkhusus di daerah persawahan, inilah yang penulis sebut sebagai wujud simbiosis komensialisme pemain layangan danguang dengan masyarakat petani. Persawahan tentunya identitk dengan padi. Padi yang telah masak atau mulai menguning biasanya suka didatangi dan dimakan oleh burung. Bagi para pemain layang danguang yang bermain di sekitaran daerah persawahan maka kondisi ini sekaligus dapat bermanfaat bagi para petani yang padinya telah masak dan menguning tadi sehingga para pemain layangan danguang memberikan bantuan secara tidak langsung analisisnya petani diuntungkan dengan terusirnya burung pemakan padi dan para pemain layangang danguang tidak dirugikan.
Burung-burung yang memakan padi terbang takut mendengar bebunyian nan bersumber dari layangan danguang. Bebunyian itu diperoleh dari semacam pita yang diletakkan di bagian atas layangan danguang. Bunyi danguang (dengung) tersebut adalah begitu indah dan keras berirama, seakan-akan secara tidak langsung mengusir burung yang makan padi para petani. Jadi, permainan tradisional layangan danguang ini adalah juga merupakan permainan yang sifat kepuasannya tidak saja dirasakan secara individual namun mencakup kepada ranah sosial bermasyarakat. Pada beberapa daerah yang banyak didatangi oleh perantau dari Minangkabau permainan layangan danguang ini juga dijadikan sebagai ajang menyambung tali silahturahmi. Kalau boleh penulis mengatakan bahwa permainan layangan danguang ini juga dapat disebut sebagai kearifan lokal bagi beberapa masyarakat di Sumatera Barat. Hal ini tentunya mesti dilestarikan oleh berbagai stakeholder yang hidup di zaman sekarang.