Minggu, Juli 13, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Petisi Desak Luhut Buka Big Data, Soal Penundaan Pemilu Diteken 11 Juta Pendukung

by matabanua
5 April 2022
in Headlines
0
MENKO Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

JAKARTA – Alumni Sekolah Antikorupsi (SAKTI) menggalang petisi yang meminta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan membuka big data, soal penundaan Pemilu 2024 yang diteken 110 juta pendukung.

SAKTI menyampaikan Luhut perlu membuktikan klaim big datanya itu dengan bukti yang valid. Hal itu agar masyarakat tidak menelan informasi yang menyesatkan.

Artikel Lainnya

Bambang Maju pada Pemilihan Ketua Golkar Kalsel

Bambang Maju pada Pemilihan Ketua Golkar Kalsel

11 Juli 2025
Pemerintah Tak Punya Uang Gratiskan SD dan SMP Swasta

Pemerintah Tak Punya Uang Gratiskan SD dan SMP Swasta

10 Juli 2025
Load More

“Pernyataan Luhut soal big data ini harus didukung dengan bukti yang valid agar tidak menjadi informasi yang menyesatkan bagi masyarakat,” demikian bunyi petisi tersebut, seperti dilansir cnnindonesia, Selasa (5/4), yang mengutip situs Change.org.

Terlebih, tulis SAKTI dalam pengantar petisi itu, hasil survei yang menggunakan metode ilmiah yang dipublikasikan oleh beberapa lembaga, justru menunjukkan hasil yang berbanding terbalik dengan pernyataan Luhut.

Aliansi itu juga mengecam keengganan Luhut membeberkan data miliknya tersebut. Sebab, menurut mereka, apa yang disampaikan Luhut sudah menjadi bagian dari informasi publik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Lebih lanjut, SAKTI juga turut menyinggung soal kontroversi Luhut dengan dua aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Dalam masalah tersebut, Luhut mempersoalkan statement dari Haris dan Fatia yang menurut SAKTI telah berdasarkan hasil kajian yang komprehensif.

“Kini waktunya kita menagih hal yang sama kepada Luhut. Buka transparansi big data yang menunjukkan 110 juta masyarakat mendukung penundaan pemilu,” tulis SAKTI.

Tercatat, per Selasa (5/4) pukul 19.22 WIB, petisi itu telah ditandatangani 11.416 netizen.

Beberapa waktu lalu Luhut mengungkapkan big data yang berisikan percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung usulan Pemilu 2024 ditunda dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Luhut mengklaim pemilih Partai Demokrat, Gerindra, dan PDIP mendukung wacana tersebut. Akan tetapi, ketiga partai politik tersebut diketahui sudah menyatakan menolak usulan penundaan Pemilu 2024.

“Kalau rakyatnya terus berkembang terus gimana, nanti bilang DPR gimana, MPR bagaimana, ya kan konstitusi yang dibikin itu yang harus ditaati presiden. Konstitusi yang memerintahkan presiden, siapa pun presidennya,” ucap dia.

Juru Bicara Menko Marves Luhut, Jodi Mahardi, sempat menyebut tidak bisa membuka big data itu ke publik. Ia hanya mengatakan big data itu dikelola secara internal.

Dinilai Konyol

Sementara, pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menyatakan klaim Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengacaukan logika masyarakat soal dalih terkait wacana penundaan pemilu. Bahkan, menurutnya, tindakan Luhut itu mengasumsikan bahwa rakyat itu bodoh.

Hal itu disampaikan merespons klaim Luhut yang menyebut terdapat big data 110 juta percakapan, dan mayoritas masyarakat ingin pemilihan umum (pemilu) 2024 ditunda. Bivitri pun mengaku tergelitik mendengar klaim yang ia nilai konyol itu.

“Saya ketawa karena kok kita semua dianggap bodoh atau gimana ya? Logika kita dibolak-balik sembarangan dan [apa yang] dinyatakan oleh penguasa dengan mulutnya seolah-olah semua jadi benar,” papar Bivitri dalam seminar daring bertajuk ‘Demokrasi Konstitusional Dapam Ancaman’.

Dia lalu membandingkan klaim Luhut itu dengan lembaga yang fokus pada persoalan big data seperti Drone Emprit (DE) yang sudah menyebut klaim 110 juta dari Menko tersebut mustahil terjadi.

Pasalnya, DE menyebutkan bahwa percakapan yang terjadi di Twitter hanya berkisar sekitar 10 ribu, sedangkan pengguna Facebook hanya berjumlah tujuh ribu.

“Jadi kita disesatkan oleh data itu yang disampaikan di sebuah channel youtube–yang saya yakin tidak volunterism seperti kita tapi ada biayanya– Dan dengan itu kita sudah ditunjukkan logical fallacy, seakan-akan karena yang mengatakan seorang Menko maka itu bisa dianggap benar, itu kan logical fallacy,” tuturnya.

Oleh sebab itu, Bivitri menyebut klaim big data tersebut masih bisa diperdebatkan. Ia pun mengingatkan agar masyarakat tidak menerima klaim semacam itu begitu saja.

“Jadi tidak selamanya klaim mayoritas, apalagi mayoritasnya netizen dan klaimnya bisa diperdebatkan itu bisa digunakan untuk menginjak-injak konstitusi. Karena itu kita harus bergerak bersama-sama supaya jangan dibodoh-bodohi terus,” kata pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera tersebut. web

Tags: Luhut Binsar PandjaitanLuhut Buka Big DataMenko MarvesPenundaan Pemilu
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA