
Pengetahuan tentang sejarah terjadinya Taman Bumi (Geopark) Meratus adalah salah satu bahasan yang mengemuka dalam Pelatihan Pamandu Wisata Geopark Meratus 2022. Pelatihan yang diikuti 30 peserta tersebut antara lain untuk meningkatkan pengetahuan tentang Geopark Meratus bagi pemandu wisata (Mata Banua edisi Jumat, 25/3/2022).
Taman Bumi Meratus merupakan Kawasan Taman Bumi Nasional yang ditetapkan oleh Komite Geopark Nasional Indonesia pada 29 November 2018 (https://meratusgeopark.org). Penetapan ini dilakukan di Geopark Pongkor, Kabupaten Bogor. Penyerahan sertifikat Geopark Nasional Meratus dilakukan oleh Deputi Bidang Kemaritiman Sekretariat Kabinet RI pada 30 November 2018 berbarengan dengan tujuh taman bumi lain yang ada di Indonesia.
Selain Taman Bumi Meratus (Kalimantan Selatan), tujuh taman bumi yang ditetapkan sebagai Kawasan Taman Bumi Nasional ketika itu tersebar di beberapa provinsi. Di Pulau Jawa ada Taman Bumi Pongkor di Bogor (Jawa Barat), Karangsambung-Karangbolong di Kebumen (Jawa Tengah), dan Banyuwangi (Jawa Timur). Sementara di Pulau Sumatera ada Taman Bumi Silokek, Sawahlunto, Ngaraisianok-Maninjau (ketiganya di Sumatera Barat) serta Taman Bumi Natuna (Kepulauan Riau).
Tiga tahun lebih pascapenetapan kedelapan taman bumi tersebut sebagai Kawasan Taman Bumi Nasional, belum satu pun yang masuk daftar Jaringan Taman Bumi Global (Global Geoparks Network) yang dikelola UNESCO. Hal ini menunjukkan bahwa menjadikan taman bumi bisa diakui UNESCO bukan perkara mudah. Perlu upaya keras dari semua pemangku kepentingan.
Kita percaya bahwa upaya menjadikan Kawasan Taman Bumi Nasional agar masuk daftar UNESCO Global Geoparks terus dilakukan berbagai kalangan. Sementara menanti hasil dari berbagai upaya tersebut, ada hal lain yang tidak kalah penting untuk dilakukan. Salah satunya adalah meningkatkan pengetahuan berbagai pihak tentang taman bumi, seperti yang sudah dilakukan terhadap 30 pemandu wisata Taman Bumi Meratus beberapa waktu lalu.
Selain pemandu wisata, masyarakat (tentu di luar yang terlibat sebagai pemandu wisata) adalah salah satu pihak yang menjadi penentu keberhasilan pengembangan taman bumi. Lebih-lebih jika mengingat bahwa tujuan pengembangan taman bumi salah satunya untuk kesejahteraan masyarakat sebagaimana tercermin dalam semboyan pembangunan taman bumi, yaitu “memuliakan warisan bumi, menyejahterakan masyarakat setempat”. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang taman bumi bagi masyarakat setempat juga perlu dilakukan.
Keanekaragaman budaya (culturediversity) adalah salah satu keunikan di taman bumi selain keanekaragaman geologi (geodiversity) dan keanekaragaman biologi (biodiversity). Demikian juga dengan Taman Bumi Meratus. Tradisi dan budaya khas Kalimantan Selatan, termasuk berbagai kisah sejarah dan situs budaya, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan ini.
Masyarakat setempat adalah “pemilik” tradisi dan budaya yang menjadi bagian dari daya tarik wisata setempat. Mereka juga berperan sebagai pelestari tradisi dan budaya tersebut. Masyarakat lokal (pinjam istilah Damanik dan Weber dalam buku Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi, 2006), merupakan “salah satu pemain kunci dalam pariwisata karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar daya tarik sekaligus menentukan kualitas produk wisata”.
Selaku “pemilik” sumber daya pariwisata, sudah semestinya masyarakat setempat dilibatkan secara aktif untuk memaksimalkan manfaat dari sumber daya tersebut sekaligus mempertahankan keasliannya. Lebih penting dari itu adalah pemanfaatan untuk menyejahterakan masyarakat setempat sebagai “pemilik”.
Penghargaan terhadap lokalitas adalah salah satu hal yang juga patut mendapat perhatian khusus. Oleh karena itu, pariwisata sebisa mungkin tidak mengubah sesuatu yang menjadi “milik” masyarakat, apalagi yang bersifat sakral atau dihormati. Dengan demikian, kehadiran pariwisata bisa mereka terima karena tidak membuat mereka merasa “terganggu”.
Sampai saat ini memang baru enam taman bumi Indonesia yang masuk daftar UNESCO Global Geoparks (https://globalgeoparksnetwork.org), yaitu Taman Bumi Batur (2012), Gunung Sewu (2015), Rinjani (2018), Cileutuh (2018), Kaldera Toba (2020), dan Belitong (2021). Kita tentu berharap taman bumi lain (Termasuk Taman Bumi Meratus) bakal menyusul keenam taman bumi yang sudah mendunia ini. Oleh karena itu, mari bersama-sama mendukung upaya berbagai pihak agar taman bumi yang lain juga turut mendunia. Dukungan antara lain bisa dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan tentang taman bumi serta bersama-sama masyarakat setempat turut menjaga kelestarian keanekaragaman budaya, geologi, dan biologi yang ada di kawasan taman bumi.***