
JAKARTA – Sejumlah media asing menyoroti peristiwa bencana banjir dan longsor di Sumatera dan sejumlah wilayah lainnya di Indonesia, yang menelan ratusan korban tewas.
Media yang berbasis di Amerika Serikat, Barron’s, melaporkan korban tewas imbas banjir di Indonesia mencapai 632 orang dan satu juta orang mengungsi pada Selasa (2/12), seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Media yang berbasis di Arab Saudi, Arab News, dan koran asal Inggris The Guardian juga menyoroti hal serupa.
The Guardian merilis artikel berjudul satu juta orang dievakuasi di Indonesia saat korban tewas mencapai lebih dari 700 orang.
“Korban tewas imbas banjir dan longsor mencapai 631 jiwa sementara satu jiwa orang di area berisiko tinggi telah dievakuasi,” demikian paragraf pertama media Inggris itu.
Hujan monsun lebat dan siklon tropis melanda sejumlah negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia dalam beberapa hari terakhir. Fenomena alam tersebut ditambah eksploitasi alam besar-besaran memicu banjir bandang di Sumatra, Indonesia dan banyak provinsi di Thailand.
Masih di laporan The Guardian, di Indonesia sebanyak 3,2 juta orang terdampak banjir, 2.600 mengalami luka-luka, dan 472 orang hilang.
Tim penyelamat dan tanggap darurat berusaha mencapai area terdampak dan area terisolir, tetapi terhambat karena akses jalan yang putus.
Di salah satu wilayah yang paling terdampak, Aceh, pasar-pasar kehabisan beras dan bahan makanan sementara harga sayur-mayur mulai naik tiga kali lipat.
“Masyarakat di seluruh Aceh berisiko tinggi mengalami kekurangan pangan dan kelaparan jika jalur pasokan tidak dipulihkan dalam tujuh hari ke depan,” demikian menurut lembaga bantuan kemanusiaan, Islamic Relief.
Islamic Relief juga telah menyalurkan bantuan makanan ke Aceh sebanyak 12 ton.
Sementara, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban tewas dalam bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat bertambah menjadi 712 orang per Selasa (2/12) sore.
Mengutip CNNIndonesia.com, berdasarkan data BNPB yang ditampilkan dalam situs resmi mereka, jumlah korban hilang sebanyak 507 orang di tiga provinsi terdampak tersebut.
Rinciannya korban meninggal di Aceh sebanyak 218 orang dan korban hilang 227 orang. Kemudian di Sumut, korban meninggal 301 orang dan korban hilang 163 orang.
Sedangkan korban luka-luka dalam bencana ini mencapai 2.564 orang di tiga provinsi tersebut. Jumlah warga terdampak banjir besar di Aceh, Sumut, dan Sumbar tembus 3,3 juta jiwa.
Banjir bandang dan tanah longsor menerjang sekitar 50 kabupaten/kota di Aceh, Sumut, dan Sumbar. Ribuan rumah warga rusak parah akibat banjir dan longsor yang terjadi pekan lalu tersebut.
Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan kerugian imbas banjir dan tanah longsor ini mencapai Rp 68,67 triliun.
Perhitungan kerugian ekonomi bencana banjir tersebut berdasarkan lima jenis kerugian.
Pertama, kerugian rumah yang masing-masing mencapai Rp 30 juta per rumah.
Kedua, kerugian jembatan dengan masing-masing biaya pembangunan kembali jembatan mencapai Rp1 miliar.
Ketiga, kerugian pendapatan keluarga sesuai dengan pendapatan rata-rata harian masing-masing provinsi dikali dengan 20 hari kerja.
Keempat, kerugian lahan sawah dengan kehilangan mencapai Rp6.500 per kg dengan asumsi per Ha dapat menghasilkan 7 ton. Kelima, perbaikan jalan per 1000 meter mencapai Rp100 juta.
Sementara itu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai banjir besar dan longsor yang melanda Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh tidak hanya disebabkan oleh cuaca ekstrem semata, namun akibat masifnya alih fungsi lahan.
Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional Uli Arta Siagian menjelaskan dalam analisisnya, WALHI menemukan sejak 2016 hingga 2024, ketiga provinsi tersebut kehilangan sekitar 1,4 juta hektare hutan.
Sementara itu, terdapat 631 izin perusahaan yang beroperasi.
“Perusahaan-perusahaan ini bergerak di sektor tambang, lalu kemudian juga di sektor perkebunan monokultur sawit, PBPH atau Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan, dan industri-industri energi lainnya seperti PLTA dalam skala yang besar yang terjadi di Batang Toru dan wilayah lainnya,” kata Uli saat dihubungi.
Menurutnya, kondisi ekologis di tiga provinsi itu sudah rentan. Kondisi itu membuat daya rusak bencana menjadi besar ketika terjadi cuaca ekstrem.
“Jadi, kami melihat bahwa alih fungsi lahan itu adalah penyebab utama dari banjir yang terjadi di tiga provinsi itu. Curah hujan, siklon, dan lain sebagainya itu hanya pemicu. Tetapi kondisi ekologis kita itu sendiri juga sudah rentan,” ujarnya. web

