
JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama Perum Bulog membentuk tim khusus untuk mengawal harga beras di 51 daerah.
Menteri Pertanian/Kepala Badan Pangan Nasional (Mentan/Kepala Bapanas) Andi Amran Sulaiman mengatakan pihaknya akan fokus mengawal 51 kabupaten/kota yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) harga berasnya masih mahal, di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
“Kita kan tujuannya menurunkan harga, kan? Sudah turun. Kita lihat. Operasi pasar, alhamdulillah berhasil, karena tadi kata BPS, harga turun dan bahkan beras defasi. Tujuan kita adalah menurunkan harga supaya masyarakat bahagia,” ungkap Amran saat dijumpai awak media di Tangerang, Banten.
“Tetapi tidak boleh puas sampai di sini. Kami buat lagi program, kawal per kabupaten. Nah, ini menarik. Kami bentuk tim untuk mengawal tiap kabupaten dan untuk mengawal harga komoditas pangan, khususnya beras. Bapanas tandem dengan Bulog. Harga di 51 daerah yang masih di atas HET. Kami minta kawal 51 kabupaten kota itu,” tambahnya.
Adapun 51 kabupaten/kota yang akan ditingkatkan pengawasan harga beras tersebar di 22 provinsi.
Berdasarkan data BPS per Oktober 2025, harga beras turun di 225 kabupaten/kota. Jumlah daerah yang harga berasnya turun ini meningkat dibandingkan minggu pertama Oktober, yang saat itu hanya 179 kabupaten/kota saja.
BPS melaporkan secara nasional penurunan rata-rata harga beras terjadi untuk jenis beras medium dan premium. Harga beras medium rata-rata turun 0,46 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Beras premium pun juga menurun 0,71 persen. Beraspun mengalami deflasi kembali secara bulanan di level 0,27 persen.
Terpisah, Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi produksi beras nasional tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. “Jadi produksi beras 2025 diperkirakan meningkat 4,15 juta ton dibandingkan 2024,” ujar Pudji dalam Rilis Berita Resmi Statistik di Kantor BPS, Jakarta.
Pudji menyebut, peningkatan produksi tahun ini didorong oleh bertambahnya luas panen di sebagian besar wilayah sentra produksi, terutama pada subround I atau periode Januari hingga April 2025. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa potensi tersebut bisa tidak tercapai apabila terdampak kondisi cuaca pada akhir tahun.
“Perlu diwaspadai potensi dampak cuaca akibat fenomena La Nina pada subround III, yaitu September hingga Desember 2025. Ini dapat menyebabkan banjir yang berisiko mengganggu produksi pertanian di akhir tahun,” sambung Pudji. cnn/mb06

