
BANJARMASIN – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan kembali menunjukan komitmennya dalam memastikan transparansi dan tanggung jawab sosial perusahaan di daerah.
Hal ini dibuktikan dengan digelarnya rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komite Daerah Fasilitas Akademik dan Advokasi Kantara Simpul Indonesia (Komda FAKSI) dan pihak PT Borneo Indobara (BIB), di ruang rapat Komisi III DPRD Kalsel, Kamis (23/10) pagi.
RDP tersebut membahas terkait laporan masyarakat terkait dugaan penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan yang mencapai Rp 6,8 miliar untuk pembangunan overpass di Desa Banjarsari, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu.
Wakil Ketua DPRD Kalsel HM Alpiya Rakhman menjelaskan, aspirasi masyarakat Desa Banjarsari lebih mengarah pada keluhan teknis dan komunikasi, bukan semata soal penyalahgunaan dana.
Ia menerangkan, berdasarkan paparan dari pihak PT Borneo Indobara, dana CSR perusahaan telah disalurkan dengan baik kepada masyarakat melalui berbagai program sosial, di antaranya pembangunan tandon air, sumur bor, serta pemasangan jaringan pipa ke ratusan rumah warga di sekitar wilayah tambang.
“Hari ini kita mendengar langsung aspirasi dari masyarakat Banjarsari yang menyampaikan protes kecil terkait penggunaan dana CSR. Namun setelah kita dengar penjelasan dari perusahaan, ternyata masalahnya lebih kepada komunikasi dan pemahaman teknis di lapangan,” ucap Alpiya.
Ia menyebutkan, berdasarkan pemaparan dari PT BIB, dana CSR perusahaan telah digunakan untuk berbagai program nyata bagi masyarakat sekitar tambang, seperti pembangunan sumur bor, tandon air, dan jaringan pipa ke ratusan rumah warga.
“Program CSR ini sudah menyentuh kebutuhan dasar masyarakat. Memang tidak bisa semua orang merasa puas, tetapi yang penting adalah keterbukaan dan niat baik perusahaan dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya,” ujarnya.
Alpiya pun menilai transparansi PT BIB patut di apresiasi karena telah menyampaikan secara jelas alokasi dana CSR yang dibagi dalam tiga kategori wilayah dampak tambang.
“Dari penjelasan mereka, CSR dibagi berdasarkan jarak wilayah terdampak dan semua program dijalankan sesuai ketentuan. Kami di DPRD tetap akan memantau agar pelaksanaan CSR ini terus berjalan baik dan bermanfaat,” ucapnya.
Ia juga mengajak semua pihak untuk terus menjaga komunikasi dan bekerja sama dengan semangat membangun daerah.
“Kalau ada dugaan penyelewengan atau temuan di lapangan, silakan dilaporkan ke DPRD. Kita akan kawal bersama karena tujuan akhirnya adalah kesejahteraan masyarakat dan hubungan yang harmonis antara perusahaan dan warga,” katanya.
Kepala Teknik Tambang PT BIB Riyadi menyampaikan, pembangunan overpass di Desa Banjarsari bukan berasal dari dana CSR, melainkan dari anggaran perusahaan sendiri sebagai bentuk kepedulian terhadap keselamatan masyarakat.
“Kami pastikan semua dokumen pembangunan overpass ini lengkap dan disetujui pemerintah daerah. Dana sebesar Rp 6,8 miliar itu berasal dari perusahaan, bukan dari CSR ke desa,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa PT BIB tetap menjalankan CSR secara rutin dan transparan sesuai rencana kerja yang disetujui pemerintah setiap tahun.
“Kami berkomitmen terus memperbaiki dan mendengarkan masukan masyarakat. Selama tujuannya baik dan sesuai fakta, kami selalu terbuka karena ini bagian dari tanggung jawab kami terhadap lingkungan dan warga sekitar tambang,” tegasnya.
Sementara, Kepala Desa Banjarsari Sutarno mengakui pihak perusahaan sudah melakukan MoU dengan warga. Namun, apa yang didapat selama ini dari PT BIB tidak sesuai atau tak sesuai SOP.
“Secara reguler, CSR memang sudah terlaksana. Namun yang kami masalahkan kontribusi dari kegiatan hauling. Mengharapkan yang ada sangat minim sekali, tidak mampu menjunjung kegiatan di desa,” ujarnya. rds

