Oleh : Pita (Aktivis Muslimah)
Ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khaziny menjadi duka terdalam bagi para wali santri. Pasalnya bangunan lantai 4 tersebut menimpa para santri yang sedang sholat dilantai 2. Dikutip dari liputan 6.com (Senin/10/25) total korban teridentifikasi mencapai 53 orang dari 67 kantong jenazah. Identifikasi yang dilakukan Tim forensik terkendala sebab ada beberapa bodypart yang sudah tidak utuh dan tanpa tanda khusus, sehingga nantinya hanya bergantung pada DNA. Sehingga proses identifikasi membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding sebelumnya.
Ambruknya sebuah bangunan tentu disinyalir kurang kokohnya bangunan tersebut dibuat, kontruksi bangunan yang tidak kuat dan pengawasan yang seadanya menjadi faktor terbesar gagalnya kontruksi bangunan. Peristiwa ini cukup mengejutkan banyak orang namun kita ketahui bahwa pembangunan sebuah pondok memang umumnya berasal dari dana pembangunan yang diberikan oleh Wali Santri, para Donatur yang terbatas maupun dari masyarakat sekitaranPonpes. Tanggung jawab bangunan oleh pemerintah untuk fasilitas pendidikan dari ponpes biasanya hanya dibebankan kepada pengurus ponpes itu sendiri sehingga keterbatasan bahan untuk bangunan asrama, tempat belajar maupun mushola dan yang lainnya dibuat seadanya dari dana yang didapat untuk kenyamanan para santri dalam menuntut ilmu.
Perlu kita ketahui harusnya Pemerintah tetap bertanggungjawab atas semua lini pembangunan untuk fasilitas pendidikan tidak hanya di sekolah umum tetapi juga pondok Pesantren maupun sekolah swasta lainnya. Dana yang terbatas hanya bersumber kepada uang SPP maupun donatur yang mengakibatkan terbatasnya fasilitas pembangunan tersebut seharusnya menjadi introspeksi dari pemerintah itu sendiri.
Bahkan IMB (Izin Memberikan Bangunan) atau PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) dengan syarat yang banyak sehingga mempersulit pihak sekolah, alhasil ponpes memilih untuk mendirikan sendiri dengan semampunya hanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Bahkan bisa jadi dengan uang pribadi dikorbankan untuk negeri ini. Kemana negara yang bertanggung jawab untuk negeri ini?
Negara yang seolah menjadi penonton lalu berkomentar begitu saja ketika terjadi sesuatu. Begitulah ketika hidup di Sistem Kapitalis Sekuler, sistem yang berasaskan manfaat sehingga fasilitas pendidikan yang orientasi arah pendidikannya jika tidak menghasilkan materi sehingga diabaikan begitu saja. Arah pendidikan yang hari ini tujuan akhir dari lulus sekolah adalah bekerja menjadikan rusaknya tujuan pendidikan itu sendiri. Sistem kapitalis tidak akan membiarkan begitu saja syarat-syarat ijin sebuah bangunan tanpa ada biaya, terlebih biaya tersebut ditanggung oleh sekolah bukan dari pemerintah.
Berbeda dengan sistem Islam yang mewajibkan negara menyediakan fasilitas pendidikan dengan standar keamanan, kenyamanan dan kualitas yang baik.
Sumber dana yang diberikan berasal dari negara. Pemanfaatan sumber daya alam dengan baik menjadikan negara dalam sistem islam yang kaya sehingga pendidikan pun dikontrol dengan baik. Tidak hanya fasilitas pendidikan yang dijamin bahkan ke fasilitas yang lain seperti kesehatan.
Pendanaan fasilitas pendidikan diatur dalam sistem keuangan baitul mal, sehingga kebutuhan pendidikan diatur dengan betul-betul agar merata disetiap daerah. Tidak hanya sekolah negeri bahkan pondok pesantren pun difasilitasi sehingga Negara tidak akan membedakan untuk sumber pendanaan. Negara dalam sistem islam memahami kualitas dan kuantitas pendidikan akan menghasilkan generasi-genarasi yang berkualitas pula untuk melanjutkan kehidupan islam. Sehingga upaya yang dilakukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertakwa diupayakan sepenuhnya.
Begitulah ketika sistem negara yang berlandaskan islam, kepemimpinan nya yang berdasarkan syariat islam akan memahami kewajibannya kepada negara yang dipimpinnya. Pemimpin dalam Islam menyadari bahwasanya apa yang dia upayakan untuk masyarakatnya akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT termasuk dalam bidang pendidikan.

