
JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo mendesak Kepolisian Daerah Jawa Timur menetapkan pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum atas kasus ambruknya bangunan mushala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, hingga menimbulkan puluhan korban jiwa.
Rudianto mengatakan, timbulnya korban jiwa tersebut akibat kelalaian sehingga polisi harus memproses secara hukum kasus tersebut, tetapi dengan prinsip berkeadilan dan menjunjung kebenaran.
“Karena bagaimanapun juga harus ada pertanggungjawaban akibat kelalaian dari peristiwa ini karena kita tidak mau peristiwa ini terulang,” kata Rudianto saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Dia menegaskan bahwa Komisi III DPR RI mendukung penuh Polda Jatim dalam mengungkap kasus ambruknya bangunan mushala di Ponpes Al Khoziny itu secara hukum.
Menurut dia, kasus Al Khoziny menjadi pembelajaran yang berharga bagi semua pihak, agar berhati-hati dalam membangun gedung dengan memperhatikan standar-standar konstruksi.
Dengan turunnya Polda Jatim untuk mengusut kasus itu, Rudianto menyatakan bahwa akan terbuka kemungkinan ditetapkannya tersangka.
“Ini kasus menyita perhatian publik dan korbannya banyak, jadi harus ada yang bertanggung jawab,” kata legislator yang membidangi urusan penegakan hukum itu.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Timur memeriksa 17 orang saksi terkait penyelidikan kasus ambruknya bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, pada Senin (29/9), yang menewaskan puluhan santri.
Kapolda Jawa Timur Irjen Polisi Nanang Avianto mengatakan pemeriksaan belasan saksi itu dilakukan untuk mendalami penyebab dugaan kegagalan konstruksi bangunan mushala asrama putra yang ambruk.
“Kami sudah memeriksa sekitar 17 saksi dan jumlah itu masih bisa bertambah. Pemeriksaan lanjutan akan melibatkan pihak yang bertanggung jawab dalam pembangunan serta sejumlah ahli,” ujarnya di Surabaya, Rabu (8/10) malam.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Singgih Januratmoko meminta Kementerian Agama (Kemenag) menyiapkan tempat belajar darurat bagi santri Al Khoziny usai gedung asrama mereka ambruk, Senin (29/9).
Singgih menilai proses belajar mengajar tetap harus berjalan agar para santri tak kehilangan semangat belajar. Namun, pelaksanaannya harus di tempat yang aman dan layak.
“Pemerintah dan Kemenag bisa memfasilitasi sementara ruang belajar darurat, sambil menunggu proses pemulihan,” kata Singgih saat dihubungi, Kamis (9/10).
Dia menyampaikan keprihatinan atas musibah itu dan mengapresiasi langkah tim gabungan dalam melakukan proses evakuasi para korban. Menurut dia, setelah proses evakuasi, pemerintah kini harus fokus pada langkah-langkah pemulihan dan evaluasi.
Menurut dia, Kemenag harus memberi pendampingan penuh kepada pesantren dan keluarga korban. Mulai dari aspek pendidikan, psikologis, terutama kesehatan.
“Setelah proses evakuasi selesai, langkah yang perlu dilakukan pemerintah dan Kemenag adalah memberikan pendampingan penuh kepada pihak pesantren dan keluarga korban, sekaligus memastikan kebutuhan dasar santri dapat terpenuhi, termasuk aspek pendidikan, psikologis, dan kesehatan,” ujar Singgih.
Politikus Partai Golkar itu menilai insiden ambruknya gedung ponpes Al Khoziny perlu menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi total kondisi fisik dan kelayakan bangunan pondok pesantren di seluruh Indonesia.
Menurut Singgih, Kemenag dapat menggandeng Kementerian PUPR dan BNPB untuk melakukan audit teknis bangunan dan memastikan setiap lembaga pendidikan keagamaan memiliki standar keselamatan minimal.
“Pesantren adalah benteng moral bangsa. Karena itu, negara wajib hadir memastikan lingkungan belajar yang aman, layak, dan mendukung lahirnya generasi berilmu serta berakhlak,” katanya.
Basarnas telah menuntaskan proses evakuasi pada Selasa (7/10). Data terakhir korban tewas mencapai 67 orang yang ditemukan, termasuk delapan bagian tubuh (body part). Total korban terevakuasi mencapai 171 orang, terdiri 104 korban selamat. Dari jumlah korban meninggal, baru 34 yang teridentifikasi. web