Mata Banua Online
Selasa, September 30, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Krisis Kerja Global: Sampai Kapan Kapitalisme Dipertahankan?

by Mata Banua
29 September 2025
in Opini
0

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd. (Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.)

Krisis tenaga kerja tengah melanda dunia. Di sejumlah negara besar seperti Inggris, Prancis, Amerika Serikat, hingga Cina angka pengangguran mengalami kenaikan. Situasi ini bahkan melahirkan fenomena unik di Cina, di mana generasi muda rela membayar sekitar US$ 4-7 per hari hanya untuk bekerja di kantor palsu. Ruang itu didesain layaknya coworking space dengan meja, komputer, dan Wi-Fi tetapi tanpa aktivitas pekerjaan nyata maupun gaji. Tujuannya semata-mata untuk meniru rutinitas kerja, menjaga semangat diri, atau sekedar terlihat sibuk di hadapan keluarga.

Berita Lainnya

D:\2025\September 2025\30 September 2025\8\8\master opini.jpg

Agar Keracunan Makanan Bergizi Gratis tidak Berulang

29 September 2025
D:\2025\September 2025\29 September 2025\8\8\Nanang Qosim.jpg

Kesehatan Spiritual Bagi Manusia

28 September 2025

Di Indonesia, gambaran pengangguran tampak berbeda. Secara nasional, tingkat pengangguran memang menurun menjadi 4,76 persen pada Februari 2025. Namun, tantangan serius masih ada. Kelompok usia muda justru mendominasi pengangguran dengan tingkat pengangguran pada rentang usia 15-24 tahun mencapai sekitar 16 persen salah satu yang tertinggi di Asia. Banyak lulusan baru akhirnya terjebak di sektor informal, seperti membantu usaha keluarga tanpa mendapat bayaran. Kondisi inilah yang kemudian memicu protes mahasiswa melalui gerakan “Indonesia Gelap” yang menyoroti krisis ketenagakerjaan sekaligus pemotongan dana pendidikan.

Krisis tenaga kerja global yang melanda banyak negara besar ini, menjadi bukti kegagalan sistem Kapitalisme dalam menyediakan lapangan kerja dan mewujudkan kesejahteraan. Kapitalisme justru menciptakan ketimpangan, di mana segelintir elit menguasai kekayaan sementara jutaan orang kehilangan akses pada pekerjaan layak. Akar masalah pengangguran dalam Kapitalisme tidak bisa dilepaskan dari konsentrasi kekayaan yang sangat timpang.

Di tingkat global, sebagian besar kekayaan dunia dikuasai oleh segelintir elit. Sementara miliaran orang terus berjuang memenuhi kebutuhan hidup dasar. Realitas ini juga terlihat jelas di Indonesia, menurut data Cellios kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta rakyat Indonesia (Tempo.com).

Ketimpangan yang ekstrem ini membuat kesempatan ekonomi hanya berputar pada kalangan tertentu yang sangat terbatas. Sementara sebagian besar masyarakat menghadapi sulitnya mencari kerja. Di sisi lain, negara dalam kerangka Kapitalisme cenderung lepas tangan. Penyediaan kerja dianggap urusan mekanisme pasar. Program seperti job fair sekadar formalitas, karena industri sendiri sedang dilanda PHK massal.

Begitu pula sekolah kejuruan dan jurusan vokasi yang diharapkan menyerap tenaga kerja, faktanya gagal karena dunia industri tidak mampu menampung lulusan mereka. Selama Kapitalisme masih mengatur dunia dan negeri ini, pengangguran akan selalu menjadi masalah utama. Logika efesiensi dan akumulasi laba membuat perusahaan menekan biaya tenaga kerja, mengganti manusia dengan teknologi, dan memunculkan pekerjaan informal tanpa jaminan. Di sisi lain, negara hanya bertindak sebagai regulator, bukan pengurus rakyat yang seharusnya menjamin ketersediaan lapangan kerja yang memadai bagi rakyatnya.

Persoalan ketenagakerjaan ini sejatinya akan selesai dengan tuntas dalam kehidupan yang diatur oleh sistem Islam, Khilafah Islamiyyah. Dalam Islam, penguasa memiliki peran penting sebagai raa’in yaitu pihak yang bertanggung jawab penuh dalam mengurusi urusan rakyatnya agar kebutuhan asasiyyah mereka terpenuhi, termasuk tersedianys pekerjaan.

Rasulullah SAW bersabda:”Seorang Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat), dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”(HR. Bukhari dan Muslim).

Konsep raa’in ini mengharuskan negara hadir secara nyata dalam menjamin setiap individu mendapatkan akses terhadap lapangan kerja, bukan melepaskan tanggung jawab dengan menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar seperti dalam sistem Kapitalisme. Islam menegaskan bahwa negara wajib memfasilitasi rakyatnya agar dapat bekerja dan berpenghasilan. Baik dengan menyediakan pendidikan yang memadai, memberikan bantuan modal tanpa riba, membuka peluang industrialisasi yang berbasis pada potensi sumber daya alam, maupun melalui pemberian, dan pengelolaan tanah agar bisa dimanfaatkan oleh rakyat.

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. at-Tirmidzi).

Hadist ini menunjukkan betapa Islam memberi akses nyata bagi individu untuk mengelola tanah sebagai sumber mata pencaharian. Lebih dari itu, dalam sistem ekonomi Islam, kekayaan dunia tidak boleh terkonsentrasi hanya pada segelintir orang atau kelompok tertentu. Sebagaimana firman Allah SWT: “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”(QS. Al-Hasyr: 7).

Sejarah mencatat, betapa penerapan sistem Islam secara kaffah mampu menghadirkan kesejahteraan yang nyata. Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, distribusi kekayaan berlangsung begitu merata hingga sulit ditemukan orang miskin yang layak menerima zakat. Para amil zakat bahkan kebingungan menyalurkan harta zakat, karena hampir seluruh rakyat sudah berkecukupan.

Bukan hanya pengangguran dapat diatasi, tetapi kebutuhan dasar rakyat seperti pendidikan dan kesehatan, terpenuhi secara gratis, berkualitas dan menyeluruh. Lebih dari itu, keberadaan Khilafah bukan hanya solusi praktis atas persoalan pengangguran dan ketimpangan, melainkan juga kewajiban syar’i yang harus diwujudkan umat Islam.

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mati dalam keadaan tidak ada baiat di lehernya, maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah.”(HR. Muslim).

Hadist ini menegaskan bahwa keberadaan pemimpin yang memerintah dengan syariat adalah kewajiban, bukan pilihan. Dengan demikian, Khilafah bukan sekedar sarana teknis untuk mengurai masalah-masalah sosial-ekonomi, tetapi juga perintah Allah yang menjadi jalan bagi umat untuk meraih ridha-Nya dan merasakan keberkahan hidup di dunia.

Paradigma sekuler kapitalistik yang diterapkan negeri ini telah gagal dalam mengurus urusan rakyat dan memberikan solusi seluruh problem kehidupan. Lantas sampai kapan Kapitalisme dipertahankan? Sejatinya tugas negara yang paling utama adalah menjamin dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan baik.

Alhasil, hanya dalam sistem Islam negara memastikan setiap individu rakyat dapat memenuhi kebutuhan asasinya tanpa dibayangi dengan mahalnya harga. Negara juga menjamin setiap individu rakyat terurus dengan baik. Yaitu memudahkan mengakses berbagai kebutuhan layanan publik serta fasilitas dan sumber daya alam yang menguasai hajat publik.[]

 

Mata Banua Online

© 2025 PT. Cahaya Media Utama

  • S0P Perlindungan Wartawan
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper