Oleh : Revina (Aktivis Muslimah)
Dalam sebulan terakhir, kasus keracunan kembali terjadi di berbagai daerah usai menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG). Tirto.id (27/8/2025) melaporkan sebanyak 135 siswa keracunan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Berbah, Yogyakarta. Sementara Kompas (29/8/2025) mencatat sebanyak 20 santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Islah, Kabupaten Lampung Timur, dilarikan ke rumah sakit akibat keracunan. Kompas (30/8/2025) juga menyebutkan sebanyak 456 siswa di Kabupaten Lebong, Bengkulu, mengalami keracunan, hingga Gubernur Bengkulu menginstruksikan agar MBG di Kabupaten Lebong dihentikan sementara.
Program MBG dilaksanakan karena merupakan janji kampanye Presiden Prabowo Subianto untuk mengatasi masalah malnutrisi dan stunting pada anak-anak dan ibu hamil. Diharapkan program ini dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, melalui terbukanya lapangan kerja dengan beroperasinya Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) diberbagai daerah untuk mengejar target cakupan penerima MBG yang telah dicanangkan. Namun, sejauh program ini berjalan, terjadi kasus keracunan berulang yang menunjukkan adanya ketidakseriusan dan kelalaian negara.
Bukti ketidakseriusan ini tergambar dalam penyampaian presiden Prabowo dalam rapat kabinet paripurna di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (5/5), bahwa keberhasilan MBG mencapai 99,99%. Jika dibandingkan dengan luas cakupan yang sudah mencapai lebih dari 3 juta, hanya sekitar 200 anak yang mengalami keracunan. Namun, bila disoroti angka 200 tersebut bukan sekedar angka,melainkan nyawa seseorang yang tentunya perlu evaluasi serius.
Negara juga lalai dalam menyiapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan mengawasi SPPG sehingga dalam perjalanan program ini terjadi berbagai kasus keracunan yang bahkan bisa mengancamnyawa siswa. Sudah semestinya dari awal, negara memastikan kesiapan program inimulai dari pelatihan penjamah makanan/staf, pemenuhan gizi yang tepat, hingga mekanismepengawasan SPPG diberbagai daerah. Alhasil, peran negara sangatlah penting untuk melindungi rakyat dengan pengawasan ketat dan tindak lanjut yang cepat serta tepat agar keracunan tidak terus terulang.
Sejatinya, MBG bukan solusi untuk menyelesaikan persoalan gizi pada anak sekolah dan ibu hamil, apalagi mencegah stunting. Karena jika ditilik lebih jauh, persoalan-persoalan tersebut terjadi karena rendahnya penghasilan rakyat di era harga kebutuhan pokok yang terus meningkat, sehingga hari demi hari kemiskiman meroket dan mencekik hidup rakyat. Maka, untuk makan saja mereka acap kali kesulitan apalagi mengakses makanan berkualitas dan kuantitas yang cukup. Oleh karena itu, perlu peran negara untuk memastikan rakyat mendapat pekerjaan serta digaji dengan layak agar tidak ada lagi hambatan dalam mengakses makanan yang berkualitas. Dengan demikian, MBG adalah program populis namun pragmatis karena tidak menyelesaikan akar masalah.
Islam menetapkan negara wajib sebagai raa‘in (pengurus), yang bertanggung jawab mengurus dan mewujudkan kesejahteraan rakyat, di antaranya dengan memenuhikebutuhan pokok masyarakat berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan, sebagai wujud tanggung jawab negara, melalui berbagai mekanisme sesuai syariat.Dengan jaminan kesejahteraan oleh negara Islam (khilafah), disertai edukasi tentang gizi, maka kasus stunting akan dapat dicegah demikian juga masalah gizi lainnya.
Semua pemenuhan kebutuhan dan jaminan kesejahteraan tersebut akan mampu dipenuhi Khilafah untuk semua rakyatnya karena memiliki sumber pemasukan yang besar sesuai ketentuan syara dan dikelola dengan sistem ekonomi Islam. Misalnya saja, dalam islam tambang tidak boleh dimiliki individu sehingga perputaran kekayaan tidak hanya pada diri pribadi, tetapi dimiliki umum yang dikelola oleh negara dan keuntungan disalurkan untuk kesejahteraan rakyat, baik secara langsung maupun tak langsung.
Maka, sudah sepatutnya kita kembali menerapkan syariat Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan dengan tujuan membawa kesejahteraan yang nyata bagi umat manusia. Namun, syariat Islam hanya dapat terwujud secara menyeluruh apabila ada institusi negara yang menjalankannya. Oleh karena itu, menegakkan negara Islam menjadi kebutuhan mendasar agar hukum Allah dapat diterapkan secara menyeluruh dan membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat.