Kamis, Agustus 28, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Raya dan Potret Buram Kesehatan Negeri

by Mata Banua
27 Agustus 2025
in Opini
0

Oleh: Zea Fathiya Syanum (Penulis dan Aktivis Muslimah)

Berita duka datang dari Sukabumi. Raya, seorang balita berusia 4 tahun, meninggal dunia setelah tubuh mungilnya dipenuhi ribuan cacing yang menggerogoti kesehatannya. Kronologi sakitnya Raya sungguh memilukan. Ia sempat mengalami keluhan perut membuncit, lemas, dan nafsu makan menurun. Namun, kondisi itu tak segera tertangani secara medis karena keluarga Raya hidup dalam keterbatasan. Ketika akhirnya ia dibawa berobat, dokter menemukan ribuan cacing di tubuhnya yang sudah menyebar ke organ-organ vital. Sayangnya, penanganan medis yang terlambat membuat nyawanya tak tertolong.TribunNews.com, Kamis (21/08/2025).

Artikel Lainnya

D:\2025\Agustus 2025\28 Agustus 2025\8\ricky marpaung.jpg

Fasilitas Mewah Anggota DPR : Cermin Kebobrokan Politik

27 Agustus 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Memahami Pernikahan Dini: Menggali Akar Masalah dan Mencari Solusi Komprehensif

27 Agustus 2025
Load More

Tragedi ini tidak dapat dilepaskan dari kondisi tempat tinggal Raya yang jauh dari kata layak. Keluarganya hidup dalam rumah sederhana dengan sanitasi yang buruk. Ayahnya sakit-sakitan dan tidak mampu bekerja secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sementara ibunya, seorang ibu rumah tangga yang juga menyandang keterbatasan dalam aspek kesehatan mental. Dukungan sosial dari lingkungan sekitar pun sangat minim, sehingga keluarga kecil ini berjalan dengan keterbatasan demi keterbatasan.

Ironisnya, perhatian dari pejabat dan pihak berwenang baru datang setelah kisah Raya mencuat ke publik melalui media sosial. Sebelumnya, tidak ada intervensi nyata maupun respons tanggap darurat untuk memastikan anak-anak seperti Raya mendapat perhatian khusus. Baru setelah meninggal, berbagai komentar, empati, dan janji perbaikan bermunculan dari mulut para pejabat. Tetapi, faktanya nyawa seorang anak sudah terenggut sia-sia akibat kelalaian sistemik.

Kasus Raya menjadi bukti nyata bahwa pelayanan kesehatan di negeri ini masih jauh dari kata menjamin. Seharusnya, setiap anak berhak atas kesehatan yang optimal, namun kenyataannya justru sebaliknya. Negara tidak mampu memastikan balita seperti Raya mendapatkan perawatan tepat waktu, bahkan untuk penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan ditangani sejak dini.

Layanan kesehatan di Indonesia masih terjebak dalam prosedur panjang dan rumit. Banyak masyarakat kecil kesulitan mengakses layanan karena harus melewati birokrasi berlapis-lapis. Jangankan untuk memperoleh fasilitas kesehatan terbaik, bahkan untuk pemeriksaan dasar pun kerap terkendala biaya transportasi, jarak, hingga administrasi. Akibatnya, banyak keluarga miskin pasrah pada keadaan, hingga penyakit anak dibiarkan berlarut-larut.

Lebih jauh, negara tampak abai dalam memberikan perlindungan kepada rakyat miskin dan lemah. Mereka dibiarkan hidup dalam kondisi serba terbatas, dengan lingkungan tidak sehat, sanitasi buruk, dan akses air bersih minim. Padahal, kondisi ini sangat berpengaruh terhadap risiko penyakit menular, termasuk infeksi cacing yang dialami Raya. Negara baru hadir ketika kasus sudah menjadi sorotan publik, sekadar memberi belasungkawa, bukan solusi hakiki.

Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Dalam sistem ini, akses kesehatan lebih mudah didapatkan oleh mereka yang punya privilese: ekonomi cukup, pendidikan memadai, serta relasi sosial yang kuat. Sementara rakyat kecil yang miskin dan lemah hanya bisa gigit jari. Mereka dipaksa menerima layanan seadanya atau bahkan tidak mendapat layanan sama sekali.

Sistem kapitalisme menjadikan kesehatan sebagai komoditas. Rumah sakit beroperasi layaknya perusahaan yang mengejar profit, bukan institusi sosial yang melayani dengan tulus. Akibatnya, rakyat miskin sering dipandang sebagai beban, bukan sebagai manusia yang wajib dilindungi. Inilah sebabnya masalah kesehatan anak seperti Raya akan terus berulang. Perubahan paradigma hanya tambal sulam jika sistem kapitalisme tetap menjadi pondasi.

Dalam Islam, kesehatan bukan sekadar urusan pribadi atau bisnis, melainkan tanggung jawab negara. Negara wajib menjamin kesehatan rakyatnya, termasuk anak-anak dan kelompok lemah. Rasulullah úý bersabda, “Imam (khalifah) adalah pengurus (ra’in) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” Dengan prinsip ini, negara Islam memastikan tidak ada seorang pun rakyat yang terabaikan.

Islam memiliki mekanisme yang paripurna untuk menjaga kesehatan masyarakat. Pertama, negara wajib menyediakan layanan kesehatan terbaik, gratis, dan mudah diakses oleh semua kalangan. Tidak ada biaya administrasi berbelit, tidak ada prosedur diskriminatif, karena kesehatan adalah hak setiap warga negara. Fasilitas kesehatan pun dibangun secara merata hingga pelosok, dengan dukungan tenaga medis yang memadai.

Kedua, Islam memastikan kondisi sosial masyarakat tetap sehat. Dalam masyarakat Islam, kepedulian sosial tumbuh subur. Seorang Muslim tidak akan membiarkan tetangganya kelaparan atau sakit tanpa pertolongan. Hal ini lahir dari keimanan bahwa setiap Muslim adalah saudara, dan tolong-menolong merupakan perintah agama.

Ketiga, negara Islam mengelola kekayaan alam sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Anggaran kesehatan tidak bergantung pada utang luar negeri atau subsidi semu, melainkan dari pengelolaan sumber daya alam yang halal. Dengan begitu, negara mampu menyediakan pelayanan publik, termasuk kesehatan, secara berkualitas dan berkelanjutan.

Sejarah membuktikan, di masa Khilafah Islam, rakyat mendapatkan layanan kesehatan gratis dan terbaik. Rumah sakit dibangun megah, terbuka untuk siapa saja tanpa diskriminasi agama, status, atau ekonomi. Para dokter digaji negara dengan layak, sehingga mereka melayani dengan sepenuh hati, bukan demi keuntungan materi.

Tragedi Raya adalah alarm keras bagi bangsa ini. Ia menunjukkan betapa buruknya sistem kesehatan di bawah kapitalisme yang gagal memberi jaminan kepada rakyat kecil. Anak-anak miskin dibiarkan menjadi korban, sementara pejabat hanya sibuk memberi komentar setelah terlambat.

Sudah saatnya kita menyadari bahwa solusi hakiki bukan sekadar tambal sulam regulasi, melainkan perubahan mendasar pada sistem. Islam, dengan paradigma mabda-nya, menawarkan mekanisme yang nyata untuk menyejahterakan rakyat, termasuk menjamin kesehatan setiap individu. Dengan penerapan syariat secara kaffah, tragedi seperti yang dialami Raya tidak akan lagi terulang, karena negara hadir sepenuhnya sebagai pelindung dan penanggung jawab rakyatnya.

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA