
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI Immanuel Ebenezer atau Noel dalam operasi tangkap tangan (OTT). Total 14 orang ditangkap dalam OTT kasus dugaan pemerasan terhadap perusahaan-perusahaan untuk pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
“Tim telah mengamankan 14 orang, salah satunya Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer, beserta barang bukti,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Kamis (21/8) petang, seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Budi belum merinci pihak lain yang tertangkap tangan tersebut. Dia hanya menuturkan tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti diduga terkait perkara. Beberapa barang bukti yang diamankan di antaranya 15 mobil, 7 motor hingga uang miliaran rupiah.
Teruntuk kendaraan tersebut KPK sempat memamerkannya di lobi depan dan belakang markas lembaga antirasuah tersebut.
Operasi senyap tersebut dilakukan KPK di antaranya di Jakarta pada Kamis dini hari tadi.
Sejumlah orang yang terjaring OTT tersebut sudah berada di Gedung Merah Putih KPK dan sedang dilakukan permintaan keterangan secara intensif hingga berita ini ditulis.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengungkapkan dugaan pemerasan yang melibatkan Noel Ebenezer sudah berlangsung lama dengan nominal cukup besar.
“Sudah berlangsung lama jadi cukup besar,” kata Fitroh.
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), KPK memiliki waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum para pihak yang tertangkap tangan tersebut.
Terpisah, mantan penyidik KPK Mochamad Praswad Nugraha mengatakan dugaan pemerasan untuk mengurus sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang menyeret Wamenaker Immanuel Ebenezer bisa membahayakan nyawa pekerja.
Praswad menyebut biaya ilegal yang diminta wamenaker tersebut menjadi beban yang harus ditanggung oleh pengusaha dan berpotensi mematikan usaha kecil.
“Yang lebih parah, kompromi terhadap standar keselamatan melalui sertifikasi yang tidak legit dapat membahayakan nyawa pekerja,” kata Praswad melalui keterangan tertulis, Kamis (21/8), seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Praswad mengatakan praktik tersebut merupakan penyakit akut yang merusak iklim usaha dan membebani dunia industri.
Menurutnya, kejadian tersebut bukan pertama kali terjadi. KPK, terang dia, sebelumnya juga membongkar kasus dugaan pemerasan terhadap Tenaga Kerja Asing (TKA) dan atau penerimaan gratifikasi.
Modusnya sering kali berkedok “biaya percepatan” atau “biaya konsultasi” yang dipaksakan, di mana perusahaan merasa tidak memiliki pilihan lain jika ingin urusannya lancar.
“Perlu saya sampaikan bahwa modus pemerasan dan pungutan liar dalam pengurusan perizinan dan sertifikasi termasuk Sertifikasi K3 bukanlah hal baru dalam praktik korupsi di Indonesia,” ujarnya.
Praswad yang merupakan Ketua Southeast Asia Anti-Corruption Syndicate (SEA Actions) menambahkan, praktik percaloan dan pemerasan justru terjadi di level yang sangat tinggi, yaitu di jajaran pimpinan kementerian yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam melindungi hak-hak dan keselamatan pekerja.
“Status Immanuel Ebenezer sebagai Wakil Menteri sangat memprihatinkan karena menunjukkan potensi penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang sistematis,” kata dia.
Dalam sejarah penanganan kasus, lanjut Praswad, keterlibatan pejabat tinggi selalu membawa potensi intervensi dalam proses hukum. Oleh karena itu, independensi KPK akan diuji untuk menelisik sejauh mana jaringan dan motif dari pemerasan yang diduga dilakukan.
Praswad menceritakan pengalaman menangani kasus serupa menunjukkan bahwa pungutan yang dikumpulkan oleh seorang pejabat hampir dapat dipastikan tidak hanya untuk kepentingannya sendiri, tetapi dapat mengalir untuk membiayai politik atau kepentingan lain yang lebih luas.
“OTT KPK sudah di jalan yang betul. Ini adalah cara yang tepat untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap KPK,” ucap dia.
Praswad yang pernah menangani kasus korupsi bantuan sosial mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara mengingatkan ujian sesungguhnya adalah pasca-OTT.
“Seberapa jauh KPK dapat mengungkap jaringan pemerasan ini, mengembangkan kasus hingga ke akarnya, dan menolak segala bentuk intervensi dengan menekankan prinsip equality before the law tanpa pandang bulu,” ujarnya. web
