Oleh: Suci Cahyati, S.Pd. (Aktivis Muslimah)
Baru-baru ini masyarakat Indonesia kembali dihebohkan oleh kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan(PPATK) yang memblokir sejumlah rekening bank yang tidak menunjukkan aktivitas transaksi selama 3 bulan atau lebih. Kebijakan ini lantas membuat sebagian masyarakat resah. Media sosial pun dibanjiri dengan keluhan sejumlah masyarakat yang tiba-tiba tidak bisa bertransaksi gara-gara rekeningnya diblokir. Adapun PPATK mengambil langkah tersebut dalam rangka menjaga integritas sistem keuangan nasional. Rekening dormant kerap digunakan sebagai wadah menampung tindak pidana, semisal judi Online, korupsi , narkotika, pencucian uang dan kejahatan lainnya. Terkait keresahan masyarakat atas kebijakan ini, kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan bahwa PPATK membekukan rekening dormantkarena menemukan banyak kasus rekening nasabah yang diperjualbelikan, diretas, atau digunakan secara tidak sah untuk tujuan-tujuan ilegal. Negara kemudian hadir melindungi pemegang rekening dari potensi penyalahgunaan pihak-pihak yang tidak berwenang, ujarnya ketika dikonfirmasi Tempo, selasa 29 Juli 2025.Koordinator kelompok Substansi Humas PPATK M. Natsir Kongah juga mengatakan bahwa selama sepuluh tahun terakhir, PPATK mencatat lebih dari 140 ribu rekening pasif dengan total nilai traksaksi mencapai Rp 428, 37 miliar. Menurutnya, ini membuka celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan lainnya.
Dalam pengumuman resminya , PPATK menyatakan memblokir atau menghentikan sementara transaksi pada rekening dormant, yakni rekening pasif yang tidak memiliki aktivitas dalam jangka waktu tertentu. Rekening nganggur 3 bulan hingga 12 bulan masuk dalam kriteria rekening bank diblokir PPATK. Beberapa indikator rekening dormant di antaranya tidak ada transaksi debit atau kredit, tidak ada transfer masuk atau keluar, dan tidak ada akses melalui ATM, mobilebanking, atau teller. Jika tidak ada aktivitas dalam periode tersebut, rekening akan otomatis masuk kategori dormant. Jika kemudian terdeteksi mencurigakan, rekening akan diawasi bahkan diblokir sementara.
Beragam Tanggapan Masyarakat
Praktisi hukum asal lampung , Sopian Sitepu mengkritik tegas kebijakan PPATK yang memblokir rekening yang tidak aktif selama tiga bulan. Menurutnya, wacana atau pemberlakuan tentang rekening yang tiga bulan nganggur bisa diblokir oleh PPATK ini menyimpang atau di luar dari tugas PPATK itu sendiri (Saibumi.com, Bandar Lampung). Menurutnya, definisi “rekening nganggur” yang dijadikan dasar oleh PPATK tidak memiliki dasar yang jelas. Ia menyebutkan bahwa tidak adanya aktivitas dalam rekening selama beberapa bulan bukan berarti uang tersebut tidak berguna.
Adapun sekretaris eksekutif Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rio Priambodo mengatakan, pemblokiran rekening dormant yang dilakukan oleh PPATK telah memicu sentimen publik yang khawatir mengenai keamanan keuangannya. Mereka juga meminta agar PPATK lebih selektif dalam memblokir rekening. Senada dengan itu, ekonom Institutefor Development ofEconomicsand Finance (INDEF) Eko Listiyanto menilai pemblokiran rekening dormant sebagai kekeliruan. Ia menganggap PPATK menerapkan strategi yang salah dalam menangkap penjahat, yaitu tidak bisa menyeleksi mana yang penjahat dan mana yang bukan.
Beberapa pengamat ekonomi juga menyebut kebijakan pemblokiran rekening dormant dengan menggeneralisasi semua rekening “nganggur” sebagai sesuatu yang bermasalah. Kebijakan memukul rata ini yang membuat masyarakat geram. Masyarakat menganggap bahwa negara menetapkan kebijakan yang merepotkan, lantaran masyarakat harus melakukan verifikasi untuk mengaktifkan kembali rekening yang dibekukan sementara.
Reaksi masyarakat umum pun tidak terbendung. Banyak warga, terutama lansia berbondong-bondong menarik uang mereka dari bank karena takut rekening mereka tiba-tiba dibekukan. Seorang teller bank di Jakarta bahkan mengaku menerima keluhan dari para nasabah berusia di atas 50 tahun yang tidak mengerti mengapa tabungan mereka yang hanya digunakan untuk menerima kiriman anak-anak mereka bisa dianggap mencurigakan dan masuk kategori rekening yang akan dibekukan.
Kapitalisme Bebas Blokir Rekening
Kapitalisme menjadikan harta sebagai objek kekuasaan negara demi kepentingan elit penguasa dan korporasi. Negara dengan asas kapitalis membolehkan mencabut atau mengendalikan kepemilikan warga negara atas nama regulasi, stabilitas keuangan, atau penegakan hukum. Walau pada faktanya banyak rakyat kecil yang menjadi korban.
Pemblokiran rekening dormant dinilai bukan menyelesaikan masalah keuangan di Indonesia tetapi justru melahirkan masalah baru di tengah-tengah masyarakat. Sebagai contoh, ada yang membiarkan rekening tersebut sebagai wadah tabungan untuk kebutuhan pada masa depan. Ada pula yang menggunakan rekening tersebut untuk dana darurat atau kebutuhan mendesak. Jika semua rekening dormant diblokir, lalu ada masyarakat yang membutuhkan segera pencairan dana dari rekening yang diblokir tersebut, kemudian harus melalui proses verifikasi yang ribet, bukankah itu mempersulit mereka?
PPATK sejatinya bertugas menganalisis transaksi keuangan mencurigakan, bukan bertindak sebagai lembaga eksekutor yang memblokir rekening tanpa proses pengadilan. Kebijakan ini terasa sangat sembrono dan salah sasar, karena tidak mampu membedakan antara pelaku kejahatan keuangan dengan masyarakat biasa yang yang tidak aktif bertransaksi. Rekening yang bersifat pribadi, dana yang disimpan untuk tabungan masa tua, pendidikan anak atau untuk dana darurat yang sejatinya adalah kepemilikan pribadi, tiba-tiba berada dalam kendali negara tanpa pemberitahuan. Ironis, karena ini terjadi di negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Disinilah kita melihat wajah asli sistem kapitalisme sekuler ketika dijadikan asas dalam bernegara. Negara hadir bukan lagi sebagai pelayan rakyat, tetapi berubah menjadi pemalak yang selalu mencari celah dari harta rakyatnya. Alih-alih menjadi pelindung, negara justru tampil sebagai predator ekonomi yang memanfaatkan setiap momen untuk menambah pemasukan negara, sekalipun dengan cara-cara yang merugikan rakyatnya sendiri. Rekening yang dibekukan bukan milik para koruptor atau kriminal tetapi milik warga biasa yang tidak aktif transaksi selama 3 bulan atau lebih. Hal ini pun selaras dengan dikeluarkannya kebijakan baru atas kepemilikan tanah terlantar yang bisa diambil alih negara jika tidak digunakan selama dua tahun. Inilah yang terjadi ketika negara tampil justru untuk menebarkan rasa takut atas hak milik rakyat.
Islam Menjaga Harta Rakyat
Dalam Islam, hak kepemilikan pribadi dijaga dengan sangat serius. Syariat melarang perampasan harta, baik oleh individu maupun negara, kecuali dengan alasan yang benar secara hukum syar’i. Negara dalam Islam bukanlah penindas , melainkan raa’in-penanggung jawab urusan rakyat. Negara tidak boleh semena-mena mengambil, membekukan atau mengatur harta rakyat tanpa dasar syariat. Karena dalam pandangan Islam, merampas hak orang lain “sekecil apa pun” adalah kezaliman yang besar di mata Allah SWT.
Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah saw.,”Siapapun yang mengambil hak orang muslim dengan sumpahnya, Allah menentukan neraka baginya dan mengharamkan surga untuknya”. Lalu ada yang bertanya, “Walaupun hanya sebatang siwak, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, walau hanya sebatang siwak”. (HR. Muslim)
Islam menekankan prinsip amanah dan keadilan bagi setiap pemegang kekuasaan serta menetapkan sistem hukum yang transparan dan sesuai dengan syariat. Dalam sejarah Islam, khalifah Umar bin Khattab pernah menegur gubernurnya yang memaksa non-Muslim menjual rumahnya demi pembangunan masjid. Umar dengan tegas menolak segala bentuk pelanggaran atas hak milik pribadi, bahkan terhadap non-Muslim. Inilah contoh negara yang adil dan menjamin keamanan harta rakyat tanpa diskriminasi.
Ketika Islam kemudian dijadikan asas dalam suatu negara, maka negara akan hadir untuk memberikan jaminan rasa aman terhadap harta rakyat baik muslim maupun non muslim, serta menetapkan negara dan penguasa sebagai pelindung rakyat, bukan pengancam apalagi pemeras. Karenanya, penerapan Islam kaffahsebagai sumber hukum dalam segala lini kehidupan, baik itu politik, sosial, ekonomi dan hukum adalah jaminan terwujudnya keadilan hakiki bagi seluruh umat manusia.
Wallahua’lambishawab.