
JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mewanti-wanti tumpukan stok beras di gudang Perum Bulog untuk segera disalurkan agar tidak menimbulkan kerugian negara.
Sekretaris Jenderal Kemendagri Tomsi Tohir mengatakan, tingkat penyaluran beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) Bulog masih terbilang rendah. Dia menjelaskan, lambatnya penyaluran beras Bulog akan berdampak pada kenaikan harga beras yang kini telah terjadi di lapangan.
“Karena beras yang tidak disalurkan, atau lambat disalurkan, yang pertama, berdampak harga kita trennya naik, kita belum bisa turun,” kata Tomsi dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi 2025 yang disiarkan melalui YouTube Kemendagri, Selasa.
Bukan hanya itu, Tomsi juga menyebut, penyaluran beras yang lambat akan mengakibatkan kerugian negara. Sebab, beras merupakan komoditas yang mudah rusak alias turun mutu. “Yang kedua, beras ini juga ada jangka waktunya, nanti rusak gitu loh, iya kan? Kalau rusak, nilainya turun atau harus dibuang. Ini akan mengakibatkan kerugian negara juga,” ungkapnya.
Untuk diketahui, program SPHP ini dilaksanakan mulai Juli-Desember 2025 dengan pagu penyaluran SPHP sebanyak 1,3 juta ton.
Menurut perhitungan Tomsi, setidaknya penyaluran beras SPHP Bulog harus mencapai sekitar 216.000 ton per bulan. Ini artinya, lanjut dia, beras SPHP harus dikucurkan sekitar 7.100 ton beras per hari.
Di sisi lain, data Perum Bulog menunjukkan sampai saat ini, volume realisasi SPHP baru mencapai 38.111 ton dengan realisasi tertinggi dari Provinsi Jawa Timur. Realisasinya setara 2,94% dari target 1,3 juta ton.
“Penyalurannya [beras SPHP] 6 bulan. Seratus dibagi 6 bulan, kurang lebih itu 16,5%. Nah, Ibu, 1 bulan [realisasi penyaluran SHP] baru 2,94%,” ujarnya.
Dia menyebut, realisasi penyaluran Bulog masih jauh dari target 7.100 ton beras per hari. “Jauh banget antara [target] 16% dengan [realisasi] 2,94%. Kalau realisasinya 38.000 [ton beras SPHP] dibagi 30 [hari], kurang lebih 1.200 ton per hari, sementara target kita 7.100 ton per hari,” tuturnya.
Menurutnya, jika mengacu pada kalkulasi tersebut, maka lebih dari 80% beras SPHP menumpuk di gudang Bulog. Dia menyebut, tumpukan beras ini justru akan menambah biaya pemeliharaan dan berujung mengalami penurunan kualitas menjadi apek, berjamur, atau dijangkiti hama.
Di samping itu, dia mengungkap, tumpukan beras ini yang disimpan terlalu lama tanpa distribusi, termasuk beras tahun sebelumnya bisa rusak dan tidak layak konsumsi. Alhasil, beras tersebut harus dimusnahkan. “Kalau 80%, kurang lebih 1 juta. Beras yang tidak tersalur ini makin lama kualitasnya menurun. Kemudian, harganya juga jauh, pemeliharaannya juga mahal dan bisa saja beras yang didapat dari tahun yang lalu, itu nantinya terpaksa harus dimusnahkan karena ketidaklayakan,” pungkasnya. bisn/mb06