Oleh: Maya Adawiyah (Aktivis Muslimah)
Pada hari Rabu, tanggal 16 Juli 2025, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kalimantan Selatan (Kalsel) menggelar Rapat Koordinasi Puldata Kajian Khusus tentang Kontribusi TNI dalam Mewujudkan Swasembada Pangan. Tujuannya adalah mendukung program prioritas nasional dalam memperkuat ketahanan pangan dan pertahanan negara serta agar pangan yang diolah rakyat bisa berkembang distribusinya.
Dalam laporan KBK.News, BANJARBARU, dan WARTABANJAR.COM, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan menggelar Rapat Koordinasi Puldata Kajian Khusus Kontribusi TNI dalam Mewujudkan Swasembada Pangan, Rabu (16/7/2025) di Banjarbaru. Dalam laporan Banjarbaru, Infopublik dari Dinas Pertanian mengatakan, “Kami berterima kasih atas kehadiran langsung tim Mabes TNI. Ini sangat strategis, karena kolaborasi ini bukan hanya soal pangan, tapi juga terkait penurunan angka stunting yang masih tinggi di Kalsel, yakni 22,9 persen, di atas rata-rata nasional,” ujar Muslim di Banjarbaru, pada Rabu (16/7/2025).
Program ini memang terlihat sangat menjanjikan untuk rakyat. Namun apakah program ini benar-benar akan bisa mensejahterakan rakyatnya, apalagi untuk para petani? Lalu apakah fasilitas yang diberikan juga memadai?
Sebelum kita menilai program swasembada pangan ini, kita harus lebih dulu melihat realita di lapangan tentang krisis pangan yang terjadi, salah satunya di Kalimantan Selatan. Di Kalimantan Selatan, lahan pertanian terus tergerus akibat konversi menjadi perumahan, industri, dan perkebunan sawit. Kita harus mempertanyakan kenapa lahan subur dan kosong ini malah banyak dijadikan untuk kepentingan segelintir elit saja? Mudah saja, dikarenakan memang lahan ini hanya untuk kepentingan pribadi saja.
Keterlibatan TNI dalam program ini memang menambah kekuatan struktural. Namun tanpa perubahan mendasar dan menyeluruh yang menyentuh akar masalah, kolaborasi ini hanya akan menjadi simbolis. Banyak program-program sebelumnya yang kandas di tengah jalan akibat minimnya pengawasan, ketidakefisienan birokrasi, dan dominasi kepentingan elite.
Kita sudah tahu bahwa semua program yang diadakan hanya untuk seremonial belaka. Jika memang pemerintah serius untuk melaksanakan program ini, maka mulai dari lahan, modal, dan fasilitas yang diberikan harus sudah benar-benar siap. Bukan ketika program baru mulai dilaksanakan, akhirnya tidak sampai setengah hati menyelesaikannya.
Swasembada memang program yang jika kita lihat bisa membantu rakyat. Akan tetapi, yang perlu ditanyakan lagi, apakah fasilitas yang diberikan untuk mewujudkan program ini benar-benar sudah terpenuhi secara keseluruhan ataukah belum?
Alasan kenapa sampai sekarang negara tidak pernah benar-benar selesai, dikarenakan yang bermasalah bukan pada programnya, tetapi terletak pada sistem yang lemah. Sistem yang dibuat dari awal memang untuk kepentingan para penguasa elit, oligarki, dan para penguasa aseng-asing. Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena akar penyebab dari permasalahan ini terletak pada aturan yang dibuat di dalam sistem ini.
Realita lainnya lagi yang mungkin menjadi pengaruh besar, negara kita masih ketergantungan pada impor. Untuk bertani pun para petani harus bergantung pada benih, pupuk, dan alat pertanian impor, yang menunjukkan lemahnya kedaulatan pertanian.
Apa yang sekarang kita butuhkan itu bukan hanya sekedar merencanakan program-program yang ada. Jika memang kita serius ingin mensejahterakan rakyat, kita perlu memperbaiki akar dari masalah sekarang ini. Sudah saatnya kita belajar membuka diri, pikiran, dan menilai hitam dan putih sistem hari ini agar kita tidak terbelenggu dan lemah karena sistem hari ini: kapitalis-demokrasi-sekuler.
Mari kita berpikir sedikit saja, membuka pikiran untuk membaca ini. Sistem Islam sudah menawarkan solusi terbaik untuk seluruh rakyatnya. Sistem Islam turun berdasarkan wahyu Allah melalui Qur’an dan Hadis. Mengenai program swasembada pangan tadi, Islam punya solusi yang memang benar-benar jelas untuk rakyatnya.
Islam tidak memandang pangan sekadar sebagai urusan ekonomi, melainkan sebagai tanggung jawab yang sudah seharusnya diberikan oleh negara terhadap rakyatnya. Dalam pandangan Islam, negara adalah pelayan rakyat yang bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan kebutuhan pokok, termasuk kebutuhan pangan yang sehat dan terjangkau.
Pengelolaan lahan dalam Islam sebelum melaksanakan program ini, Islam sudah dari awal mengatur urusan lahan. Dari lahan kepemilikan, lahan yang tidak diurus selama bertahun-tahun, yang mana lahan yang tidak diurus selama bertahun-tahun ini akan diurus oleh Khilafah untuk dipinjamkan. Lahan ini nantinya bisa membantu para rakyat yang mampu mengurusnya untuk digarap lagi dan pastinya akan diberikan upah yang sesuai. Dikarenakan tanah itu jika didiamkan selama bertahun-tahun, ia akan mati. Maka dari itu, tanah yang tidak diurus akan diserahkan ke Khalifah.
Swasembada pangan seharusnya bukan hanya sekadar ambisi politik atau proyek nasional semata. Ia adalah tanggung jawab besar yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Selama sistem yang digunakan masih bersifat lemah, tambal sulam, dan bertumpu pada kepentingan ekonomi sempit, rakyat akan terus menjadi korban janji-janji kosong.
Islam datang dengan solusi menyeluruh—mengatur lahan, produksi, distribusi, hingga tanggung jawab negara—semua dalam satu kesatuan sistem yang adil dan berpihak pada manusia dan lingkungan.
Sudah saatnya kita membuka mata bahwa krisis pangan bukan sekadar soal teknis pertanian, tetapi soal arah sistem yang kita gunakan. Dan Islam telah membuktikan selama berabad-abad bahwa ia mampu membangun peradaban yang adil, sejahtera, dan mandiri, termasuk dalam urusan pangan.
“Imam (pemimpin) adalah penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).