
Oleh : Annisa Auliya (Pegiat Pena Banua)
Masyarakat Kembali digegerkan dengan penemuan terbaru dari Menteri Pertanian (Mentan). Dimana Mentan temukan 157 merek beras premium tidak sesuai standar, dari takarannya yang tidak sesuai dengan di label serta dikemasan tertulis premium tapi isinya dicampur dengan beras yang biasa atau oplosan. Mayoritas dijual diatas harga eceran tertinggi (HET) dan berpotensi rugikan konsumen hingga Rp.99 triliun (tempo.co, 26/06/2025).
Temuan tersebut berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap sampel beras yang dilakukan oleh 13 laboratorium milik Badan Urusan Logistik (Bulog). Pengujiannya mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/Permentan/PP.130/2017 tentang Kelas Mutu Beras dan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023.
Tidak cukup dengan partamax oplosan, kini hadir beras premium oplosan. Padahal ketika masyarakat berani membeli yang premium dengan harganya lebih tinggi daripada yang biasanya, mereka berharap kualitas yang sepadan. Akan tetapi masyarakat harus dizalimi dengan praktik kotor para pengusaha nakal.
Jelas hal ini merugikan banyak masyarakat, apalagi beras merupakan kebutuhan pangan yang pokok bagi mereka. Andai tidak disidak oleh Mentan, pasti beras premium oplosan ini akan terus beredar ditengah masyarakat.
Ulah pengusaha nakal ini bukan pertama kalinya, kemarin juga sempat viral mengenai takaran minyak kita yang tidak sesuai dengan label. Ini lah ketika sistem ekonomi kapitalis menjadi standar dalam perekonomian hari ini. Tujuan utama mereka adalah untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya dengan modal seminim-minimnya.
Bahkan mereka berani melakukan berbagai cara untuk meraih tujuannya, seperti mengoplos, mengurangi takaran dan lain-lain. Inilah praktik nakal yang mereka lakukan, tanpa memperhatikan dampak yang akan terjadi pada masyarakat sebagai konsumen.
Sedangkan peran negara dalam sistem ekonomi kapitalis hanya sebagai regulator dan fasilitator antara penyedia pangan dan masyarakat. Namun yang perlu diwaspadai adalah ketika pejabat negara tidak amanah dalam melaksanakan tugasnya. Seperti membuat undang-undang yang menguntungkan para korporat dan merugikan masyarakat, terlibat pungli yang diberikan oleh korporat nakal untuk memuluskan pendistribusiannya, tanpa melihat kualitasnya, dan lain-lain.
Inilah mengapa yang oplosan sering terjadi, dari partamax oplosan, minyak goreng oplosan, air mineral oplosan, sampai beras premium oplosan. Buah dari penerapan sistem kehidupan kapitalisme yang jauh berbeda dengan sistem kehidupan Islam.
Dalam sistem kehidupan Islam, negara merupakan pelaksana hukum syara yang telah diturunkan oleh Allah melalui Rasulullah SAW yaitu Al-qu’an dan As-sunnah. Islam merupakan agama yang memancar darinya segala aturan kehidupan baik hubungan manusia dengan Allah sebagai Penciptanya, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Termasuk dalam hal pendistribusian pangan yang berkualitas oleh negara, maka suatu kewajiban untuk menjaminnya.
Peraturan yang dibuat bukan berasal dari pemikiran manusia, hasratnya, maupun permintaan dari korporat-korporat tertentu. Akan tetapi dibuat berdasarkan sumber hukum utama yaitu Al-qur’an dan As-sunnah, apabila tidak ada maka berdasarkan Ijma Sahabat dan Qiyas.
Aturan ini memuat mekanisme pendistribusian pangan oleh penyedia pangan, pengujian, pengawasan, hingga sanksi bagi yang terbukti melanggar aturan yang berlaku. Pejabat negara yang menjalankannya pun harus terverifikasi dan tervalidasi mereka yang amanah melalui berbagai seleksi ketat dari negara. Sehingga diharapkan tidak ada oknum pejabat nakal yang merugikan masyarakat.
Selanjutnya para korporat sebagai penyedia pangan harus mematuhi aturan produksi dan distribusi yang sudah diatur oleh negara berdasarkan hukum syara. Mereka tidak boleh hanya mengejar keuntungan, tapi melupakan aspek kualitas hasil produksi.
Jika terjadi pelanggaran terhadap aturan yang telah diterapkan, maka negara mempunyai hak untuk memberi sanksi yang tegas berdasarkan bukti yang sah. Ini gambaran sekilas sistem kehidupan Islam dalam menjamin kebutuhan pangan yang berkualitas bagi masyarakat.
Negara hadir bukan hanya sebagai regulator ataupun fasilatator semata, tapi juga menjamin kualitasnya benar-benar terbaik untuk masyarakat. Selain itu, diharapkan tidak merugikan kedua pihak baik penyedia pangan seperti para pengusaha pangan, petani, dan lain-lain dan masyarakat sebagai konsumen.
Wallahu’alam bis shawab….