Kamis, Juli 10, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Kekuasaan Presiden Dalam Organisasi Internasional

by Mata Banua
8 Juli 2025
in Opini
0

Oleh: Tomy Michael (Dosen FH Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)

Kekuasaan Presiden Prabowo Subianto pada akhirnya berpendar ke segala arah. Ini adalah hal yang menimbulkan pro dan kontra. Awal tahun 2025, Indonesia menjadi anggota Brazil, Russia, India, China and South Africa (BRICS) yang menunjukkan bahwa kekuasaan presiden sebaiknya harus menunjukkan eksistensinya. Yang dilakukan oleh Presiden menunjukkan bahwa relasi harus mencakup segala hal.Insight yang diterbitkan Institute for Strategic Studies, Research and Analysis National Defence University Islamabad tahun 2023 mengatakan bahwa terdapat keinginan dari Rusia untuk menjalin hubungan lebih baik dengan India dan Cina. Doktrin yang dicetuskan oleh Yevgeny Maksimovich Primakov menegaskan bahwa dunia multipolar akan membuat Rusia bisa menang melawan Amerika Serikat. Dalam konsep ini, negara yang menjadi BRICS harus siap segala sesuatunya termasuk dukungan dari negara yang menolaknya. Untuk saat ini, BRICS adalah organisasi internasional namun tidak seperti biasanya karena organisasi menerima dengan tangan terbuka akan anggota baru.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\10 Juli 2025\8\Trubus Rahardiansah.jpg

Temuan Rekening Judol dan Keseriusan Pemerintah Prabowo Jaga Integritas Bansos

9 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\10 Juli 2025\8\Fajar Riza Ul Haq.jpg

Yang Baru di Tahun Ajaran Baru: Urgensi dan Relevansi

9 Juli 2025
Load More

Jika dalam perspektif hukum, keberadaan anggota baru akan tunduk pada kesamaan negara pendiri sebelumnya. Namun dalam BRICS terjadi peleburan permasalahan di tiap negara dan diselesaikan bersama. Indonesia dalam perspektif awam seolah berpisah dari Amerika Serikat padahal ini bagian negara untuk terus memperkuat dirinya. Lagipula apabila Indonesia menolak Amerika Serikat di masa mendatang namun ajaran para tokohnya masih menarik untuk didiskusikan terutama dalam pelaksanaan konstitusinya. Keuntungan lainnya, Indonesia harus memberikan porsi besar akan ciri khasnya sehingga isu-isu global bisa diselesaikan secara cepat dengan versi kita sendiri. Hal ini tidak menjadikan Indonesia akan tertinggal namun akan terus menggerakkan kebijakan-kebijakan yang global tanpa meninggalkan penciri khas tersebut.

Penciri khas tersebut misalnya pengaruh hukum adat dalam penyelesaian sengketa lingkungan atau pengaruh hukum agama dan kepercayaan dalam memberikan doktrin tanggung jawab dalam beragam dan berkepercayaan. Selain BRICS, Indonesia juga aktif dalam Mexico, Indonesia, Republic of Korea, Turkey and Australia (MIKTA). Dibentuk tahun 2013, MIKTA memiliki gagasan bahwa dengan bekerja sama akan menciptakan konsensus akan isu relevan pada berbagai negara. Dalam laman resminya, salah satu visi MIKTA yaitu menekankan bahwa negara anggota MIKTA sebagai negara demokrasi. Ketika negara demokrasi ini harus dikembangkan maka ekonomi pun juga semakin kuat. MIKTA pada akhirnya juga bisa mempengaruhi negara diluarnya agar bisa menjalankan kebijakannya lebih optimal. MIKTA 2025 berfokus pada pembangunan perdamaian, pemberdayaan pemuda, dan percepatan pencapaian SDGs – dimana itu bisa dikolaborasikan dengan Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden.

Menurut saya, ketika Indonesia aktif di MIKTA maka demokrasi khas Indonesia semakin kuat termasuk bagaimana merefleksikannya. Ketika bentuk pemerintahan sudah jelas terdefinisikan maka segala sesuatunya bisa berjalan baik. Baik menjadi BRICS dan MIKTA, permasalahan domestik ketika tidak mendapat perhatian global maka kita sendirilah yang harus menyelesaikan. Tetapi Indonesia harus tetap menjalin hubungan dengan banyak negara karena hukum nasional sebetulnya tidak “mengajarkan” bahwa hubungan itu menghasilkan keuntungan positif.

Lain halnya dalam hukum internasional bahwa hubungan dengan negara lain adalah kemutlakan yang harus dilakukan. Salah satunya perjanjian antar negara yang bertujuan mencari relasi maka bergeser paradigmanya bahwa perjanjian juga sebagai sarana untuk menguntungkan negara yang terlibat. Pada bagian akhir, kekuasaan presiden harus tetap bertahan sesuai Konstitusi karena BRICS dan MIKTA yang “tidak informal” ini bisa menjadi senjata formal dalam menegasikan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Namun ada hal menarik yaitu dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dimana perizinan berusahasektor penyelenggaraan sistem dan transaksielektronik meliputi kegiatan usaha seperti aktivitas pemrograman berbasis kecerdasan artilisial dan aktivitas pengembangan teknologi blockchain. Pada akhirnya organisasi internasional formal dan informal menjadi kebutuhan bagi Indonesia untuk terus menjadi nomor satu dalam segala hal.

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA