
JAKARTA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dituntut dengan pidana 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan penjara.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menilai Hasto telah terbukti melakukan tindak pidana suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan,” ujar Jaksa KPK Wawan Yunarwanto saat membacakan amar tuntutan pidana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (3/7), seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Dalam pertimbangannya, jaksa mengungkapkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan.
Keadaan memberatkan adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi dan terdakwa tidak mengakui perbuatannya.
Sedangkan keadaan meringankan, terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, mempunyai tanggungan keluarga dan tidak pernah dihukum. Hasto disebut terbukti merintangi penanganan perkara Harun Masiku yang merupakan mantan calon legislatif PDIP.
Hasto disebut menghalangi penyidik KPK menangkap Harun Masiku yang sudah buron sejak tahun 2020 lalu.
Selain itu, Hasto juga dinilai terbukti menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan 57.350 dolar Singapura atau setara dengan Rp600 juta.
Suap diberikan agar Wahyu yang sempat menjadi kader PDIP mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto disebut memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku.
Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka tetapi belum diproses hukum, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.
Ada satu nama lain yakni Agustiani Tio Fridelina (mantan Kader PDIP dan mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu) yang juga sudah selesai menjalani proses hukum.
Upaya memasukkan Harun Masiku ke Senayan untuk menggantikan Nazarudin Kiemas pada akhirnya gagal. KPU melantik Kader PDIP Riezky Aprilia sebagai Anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Daerah Pemilihan (Dapil) 1 Sumatera Selatan.
Menanggapi tuntutan tersebut, Hasto Kristiyanto yang juga masih menjabat Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menyatakan proses hukum yang dihadapinya merupakan bentuk kriminalisasi atas sikap politiknya dalam memperjuangkan demokrasi dan supremasi hukum yang berkeadilan.
“Saya sudah memperkirakan sejak awal bahwa saya akan dikriminalisasi karena pilihan sikap politik saya dalam memperjuangkan pemilu yang jujur dan adil,” kata Hasto usai persidangan, seperti dikutip hukumonline.com.
Meski begitu, Hasto bakal menghadapi proses hukum dengan kepala tegak karena yakin kebenaran akan terungkap. Selain itu, Hasto menyerukan agar seluruh kader PDIP untuk tetap tenang dan percaya pada proses hukum. Kendatipun menurutnya hukum telah dijadikan alat kekuasaan.
Ketua Tim Penasihat Hukum (PH) Hasto, Todung Mulya Lubis pun berpandangan kasus yang menimpa kliennya merupakan bentuk peradilan sesat atau miscarriage of justice. Jaksa tidak memiliki alat bukti yang cukup untuk membuktikan tuduhan obstruction of justice maupun suap.
“Ini lebih pada asumsi dan rekayasa,” tegas Todung.
Todung menilai, fakta bahwa penyidik KPK turut dihadirkan sebagai saksi dan ahli, bertentangan dengan prinsip dasar keadilan karena menimbulkan konflik kepentingan.
Sementara anggota tim penasihat hukum lainnya, Ronny Talapessy menggarisbawahi bahwa dua pria yang disebut saksi Nur Hasan sebagai pelaku pembuangan alat bukti tidak pernah diperiksa. Sehingga, kesaksian tersebut menurutnya secara tiba-tiba dikaitkan dengan perintah dari Hasto tanpa bukti yang jelas.
“Ini bentuk manipulasi fakta. Bahkan dalam fakta persidangan disebutkan bahwa sumber uang suap berasal dari Harun Masiku, bukan dari Hasto,” ujarnya.
Advokat senior yang juga masuk dalam tim penasihat hukum Hasto, Maqdir Ismail menilai perkara yang menjerat kliennya bagian dari kriminalisasi politik yang bertujuan menjatuhkan Hasto sebagai sosok penting di PDIP. Dia menuding, kasus ini direkayasa oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik. Termasuk oleh pihak kekuasaan yang merasa terganggu oleh sikap politik Hasto dan partainya.
“Ini bukan perkara hukum murni. Ini adalah bagian dari skenario politik untuk mengambil alih partai. Penetapan Hasto sebagai tersangka terjadi hanya tiga hari setelah pimpinan KPK yang baru dilantik,” ujarnya.
Dia mempertanyakan pula kejanggalan dalam penyelidikan seperti pergerakan Harus Masiku yang dinilai tidak masuk akal secara waktu dan logika geografis. Selain itu, bukti percakapan elektronik yang digunakan oleh penyidik juga dinilai penuh dengan manipulasi. Tapi begitu, tim penasihat hukum masih menaruh harapan pada majelis hakim agar memutus perkara berdasarkan bukti-bukti dan bukan pada tekanan politik atau asumsi yang tidak berdasar.
“Kami menyampaikan seluruh argumentasi dan pembelaan lengkap pada sidang pembacaan pledoi minggu depan. Kami yakin, jika hukum ditegakkan dengan benar, Mas Hasto akan bebas,” pungkas Maqdir. web