
Informasi pendaftaran Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) menjadi salah satu tanda bahwa pembelajaran semester genap tahun ajaran 2024/2025 akan berakhir. Setelah pembelajaran berakhir ditandai dengan penerimaan rapor pendidikan di sekolah. Ketentuan libur semester bisa berbeda-beda di setiap daerah. Hal ini bisa terjadi karena bergantung Kalender Pendidikan yang diatur Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota, bahkan kebijakan sekolah sendiri (biasanya swasta). Dikutip dari Detik.edu dari masing-masing laman resmi Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota, jadwal libur sebagai berikut: Provinsi Aceh libur sekolah: 23 Juni-12 Juli 2025, Provinsi Sumatera Utara libur sekolah: 28-12 Juli 2025, Provinsi Jawab Barat libur sekolah: 30 Juni-12 Juli 2025, Provinsi Jakarta: 28 Juni – 12 Juli 2025 dan Provinsi Yogyakarta: 23 Juni-11 Juli 2025.
Libur sekolah bukan berarti sekolah libur. Sekolah negeri maupun swasta akan dihadapkan dengan tantangan pada sistem penerimaan murid baru (SPMB) untuk calon siswa baru yang akan masuk di semester ganjil Tahun Ajaran 2025/2026. Bagi sekolah yang sudah menyiapkan diri, tentu ini hal yang mudah, SPBM dibuka untuk 1 pekan saja, kuota untuk pendaftar siswa baru sudah penuh, bahkan sekolah tanpa perlu membuka pendaftaran siswa baru ditahun ajaran baru karena sudah indent memiliki daftar tunggu untuk 2 hingga 3 tahun kedepan. Namun, bagi sekolah pada umumnya, ini menjadi tantangan, tidak sedikit kita dengar sekolah tidak berhasil memenuhi kuota pendaftar siswa baru bahkan ada yang kosong sama sekali tidak ada pendaftar. Hal tersebut tak terlepas dari trust masyarakat yang dikemas dalam Branding Sekolah.
Melansir dari https://www.ciputra.ac.id/branding bahwa Branding adalah aktivitas yang dilakukan untuk mempertahankan di memperkuat merek atau brand sehingga mampu memberikan perspektif luas kepada orang lain. Tujuan branding itu sendiri 1. Membangun Citra, 2. Menunjukan ciri khas, 3. Promosi serta daya tarik, dan 4. Alat pengendali Pasar.
Branding sekolah merupakan proses menciptakan identitas yang kuat dan menarik dalam suatu institusi pendidikan. Hal ini berperan untuk menunjukkan perbedaan serta keunggulan dari suatu sekolah. Melalui branding yang efektif dapat menarik perhatian calon siswa dan orang tua hingga masyarakat luas. Sekolah yang memiliki citra positif cenderung lebih diminati, sehingga jumlah pendaftar siswa baru jauh lebih stabil bahkan menigkat. Identitas yang kuat membantu membangun kepercayaan di kalangan masyarakat. Dalam membangun branding sekolah bisa belajar dari NU dan Muhammadiyah.
Nahdatul Ulama adalah organisasi Islam yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 16 Rajab 1344 (31 Januari 1926) di Surabaya. Nahdlatul Ulama, berfokus pada tiga bidang utama: keagamaan, pendidikan, dan sosial kemasyarakatan. Mengutip dari NU Online bahwa dalam sektor pendidikan NU memiliki sekitar 20.000 pesantren, 183 lembaga pendidikan tinggi, termasuk 56 universitas, 45 institut, 72 sekolah tinggi, 4 politeknik, dan 6 akademi.
Muhammadiyah sendiri adalah organisasi Islam yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Kauman, Yogyakarta, pada (8 Dzulhijjah 1330 H). 18 November 1912. Muhammadiyah berfokus pada Pendidikan, Kesehatan, Sosial dan Ekonomi. Mengutip dari Media Indonesia bahwa Muhammadiyah memiliki aset dan kontribusi yang luar biasa dalam berbagai bidang. Dalam sektor Pendidikan: Muhammadiyah mengelola 5.957 lembaga pendidikan, termasuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA), sekolah/madrasah, dan pesantren (PesantrenMU). Aset Muhammadiyah sangat luas. Nilai aset organisasi ini diperkirakan mencapai Rp459 triliun, menjadikannya organisasi keagamaan terkaya keempat di dunia, menurut laporan dari GoodStats.
Nahdatul Ulama membranding Sekolah dengan Tagline: “Berakar di Tradisi, Bertumbuh dalam Inovasi”. Ciri Khas: Berbasis Tradisi Keislaman Ahlussunnah wal Jama’ah: Sekolah NU sangat menekankan nilai-nilai keislaman tradisional yang toleran, moderat, dan ramah. Kultural Pesantren: Banyak sekolah NU mengadopsi sistem pembelajaran pesantren, baik melalui pembiasaan kegiatan harian (tahlil, istighotsah, diba’, dsb.) maupun kurikulum keagamaan klasik (kitab kuning).
Karakter Sosial dan Moderat: Mendorong siswa untuk menjadi bagian dari masyarakat yang plural dengan nila-nilai kebangsaan dan keindonesiaan yang kuat. Keunggulan: Penguatan karakter keagamaan berbasis tradisi lokal, Sinergi dengan pesantren dan ulama, Pendidikan moral dan spiritual yang mendalam, Mampu membangun toleransi dan cinta tanah air. Dari Nahdatul Ulama kita bisa belajar bahwa NU menumbuhkan lewat hubungan dengan bergerak dari akar, membumi, fleksibel, menyatu lewat kultur dan pesantren.
Sementara itu, Muhammadiyah membranding sekolah dengan Tagline: “Pencerahan untuk Kemajuan dan Kemandirian”. Ciri Khas: Berbasis Islam Berkemajuan, dimana sekolah Muhammadiyah mengusung nilai-nilai Islam yang rasional, modern, dan kontekstual. Pendidikan diarahkan untuk mencetak kader ulama dan profesional. Disiplin dan Produktif: Sangat menekankan pada budaya disiplin, efisiensi waktu, dan orientasi pada hasil. Selain itu, Terpadu dengan Teknologi dan IPTEK: Ciri khas kuat di inovasi pendidikan, termasuk dalam bidang sains, teknologi, kewirausahaan, dan manajemen sekolah modern.
Keunggulan branding sekolah Muhammadiyah yaitu Pendidikan Islam modern dan rasional, disiplin dan manajemen sekolah yang baik, kurikulum terpadu antara keislaman dan iptek, akses luas ke jaringan nasional-internasional Muhammadiyah. Dari Muhammadiyah kita belajar membangun lewat sistem, melaju dengan gaya korporat: Modern, tertata dan sistematis.
NU dan Muhammadiyah berhasil membranding institusi pendidikan-nya sekalipun melaju pada dua jalan yang berbeda, tetapi sama-sama sampai pada kekuataan kepercayaan masyarakat yang berkelanjutan. Artinya gaya boleh berbeda, tetapi tujuan sektor pendidikan-nya sama “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.
Sudah selayaknya pimpinan sekolah negeri maupun swasta belajar strategi branding yang diterapkan oleh NU dan Muhammadiyah dalam menjaga eksistensi dan kepercayaan masyarakat. Kedua organisasi tersebut telah berhasil membangun citra institusi pendidikan yang kuat, kredibel, dan berbasis nilai-nilai yang konsisten. Keberhasilan ini tidak hanya terlihat dari jumlah lembaga pendidikan yang NU dan Muhammadiyah miliki, tetapi juga dari loyalitas masyarakat terhadap sistem pendidikan yang diterapkan. Dengan mencontoh pendekatan branding yang terarah, berlandaskan nilai, dan responsif terhadap kebutuhan zaman seperti yang dilakukan NU dan Muhammadiyah, sekolah-sekolah lain bisa memilih memakai pendekatan branding yang mana? Atau bahkan bisa mengkombinasikan keduanya. Sehingga dengan branding yang kuat, sekolah bisa memenuhi kebutuhan peserta didik baru, meningkatkan daya saing, memperkuat identitas kelembagaan, serta menumbuhkan kepercayaan publik secara berkelanjutan.