
Marak dan meluasnya beragam aksi anarkisme dan radikalisme di republik ini dalam dekade terakhir berujung terhadap ancaman kedaulatan dan keutuhan negara kesatuan Indonesia. Hal ini bisa dimaklumi mengingat bangsa yang sangat majemuk dan pluralis menggunakan berbagai cara bentuk kekerasan untuk menjawab segala persoalan bangsa. Tidak hanya itu, wadah separatisme untuk mendirikan suatu negara sendiri dan memecah-belah bangsa telah berdiri sedemikian rapi dan terorganisir. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Hilang dan memudarnya rasa kebangsaan dan bernegara kini tanpa disadari telah menghinggapi hampir sebagian besar rakyat kita. Bahkan, dengan segala daya dan upaya, ingin memisahkan diri dari negeri yang berdasarkan Pancasila tersebut. Sikap anarkisme dan radikalisme yang telah meresapi rakyat kita karena sesungguhnya telah tidak percaya lagi akan pila-pilar berbangsa dan bernegara yang merupakan modus vivendi (kesepakatan luhur) dari para pendiri negara.
Pilar-pilar tersebut antara lain, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Empat pilar bernegara tersebut tidak hanya mempunyai nilai historis, filosofi, moralitas, dan sosiologis dalam mengarungi kehidupan berbangsa dan bernegara di republik ini, melainkan juga sebagai fondasi atau penopang negara dari ancaman hilangnya kedaulatan dan runtuhnya nilai-nilai kebangsaan sebagaimana yang dikhawatirkan selama ini.
Pancasila sebagai pilar negara yang juga merupakan dasar dan ideologi negara dari awal kemerdekaan hingga kini masih utuh sebagai teks asli tanpa ada sedikit pun perubahan. Hal ini berdasarkan kesepakatan MPR yang sejak tahun 1999 melakukan perubahan UUD 1945 berpedoman kepada lima kesepakatan yang salah satunya tidak mengubah Pancasila. Sebab, apabila kita merubah Pancasila, sudah tentu juga kita merubah negara itu sendiri.
Secara filosofi bahwa Pancasila merupakan modus vivendi (kesepakatan luhur) bangsa Indonesia untuk hidup bersama dalam ikatan satu bangsa yang majemuk. Pancasila juga merupakan identitas diri dan pijakan melangkah untuk mencapai cita-cita bangsa dan tujuan negara. Terlebih lagi secara substansial bahwa Pancasila dalam konteks negara bukan negara agama dan bukan negara sekuler.
Berdasarkan kesepakatan para pendiri negara, bahwa negara Pancasila bukan negara agama karena negara agama hanya berdasarkan diri pada satu agama tertentu, tetapi negara Pancasila juga bukan negara sekuler karena negara sekuler sama sekali tidak mau terlibat dalam urusan agama. Negara Pancasila merupakan negara religious nation state yakni sebuah negara kebangsaan yang religius dan melindungi serta memfasilitasi berkembangnya semua agama yang dipeluk oleh semua rakyatnya tanpa adanya pengecualian.
Pancasila selalu memuat beragam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila dalam konteks sebagai penuntun hukum yang berkeadilan sosial, maka hukum dalam suatu negara harus menciptakan keadilan sosial yakni hukum yang ditujukan untuk mempersempit kesenjangan antara yang kuat dan lemah dalam kehidupan sosial ekonomi. Kemudian hukum juga dalam negara Pancasila harus memuat segala aspek kemanfaatan yang berdasarkan nilai-nilai yang tumbuh dimasyarakat serta menjunjung tinggi nilai akhlak dan moralitas.
Menguatkan Pendidikan Pilar Bernegara
Setelah satu dekade lebih negara ini terlepas dari belenggu kediktatoran menuju negara alam berdemokrasi, pilar bernegara pun seakan telah dilupakan oleh sebagian besar rakyat ini. Hal ini suatu keniscayaan karena dalam perkembangannya banyak para pejabat negara dan pemerintahan negeri ini serta para pemuka agama, pimpinan organisasi, kalangan akademisi dan para aktivis/LSM hampir tidak pernah lagi mengutip Pancasila dalam penyampaian pendapat dan pandangannya. Sangat jelas bahwa tampak Pancasila seperti telah tenggelam dibawah permukaan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Sejak era reformasi bergulir, kata Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip dan dibahas, baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan dan kebangsaan serta kemasyarakatan maupun dalam dunia akademik. Padahal sejak awal kemerdekaan hingga sekarang, Pancasila tetap merupakan dasar negara dan ideologi negara. Pancasila tetap utuh sebagaimana sila-silanya dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 tanpa ada perubahan sedikit pun.
Pancasila sebagaimana yang kita ketahui merupakan dasar negara yang menjadi rujukan dan landasan utama dalam penyelenggaraan negara, yang tercermin dalam bentuk-bentuk antara lain visi, misi, kebijakan, program dan peraturan. Di sisi lain sebagai falsafah bangsa, Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia yang menjadi tolak ukur bagi sikap, perilaku dan pemikiran manusia serta masyarakat Indonesia dalam setiap aspek kehidupannya.
Terkait dengan kedudukan Pancasila sebagai falsafah bangsa, sebagian sikap, perkataan, dan perbuatan warga negara tidak sesuai dengan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila, seperti religius, demokrasi, kemanusiaan, musyawarah, keadilan sosial, dan hak asasi manusia. Sebagai contoh antara lain masih maraknya terjadi korupsi dengan berbagai cara, hubungan bebas melanggar agama berkembang leluasa, pemaksaan kehendak oleh kelompok lebih kuat kepada pihak yang lebih lemah, jurang antara yang kaya dengan miskin yang masih sangat renggang, berbagai bentuk kejahatan dan kekerasan di masyarakat terus terjadi.
Kini, sudah saatnya jatidiri dan komitmen terhadap Pancasila modus vivendi ditegaskan kembali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Adapun untuk kembali memperkokoh nilai-nilai yang terkandung dalam pilar bernegara seperti Pancasila yakni dengan menguatkan pendidikan berbasis pilar bernegara di semua tingkatan dunia pendidikan negara kita.
Penguatan pendidikan tersebut sesungguhnya merupakan suatu kebutuhan mendesak mengingat sebagian besar bangsa kita tengah dihinggapi oleh runtuh dan memudarnya nilai-nilai kebangsaan yang kian mengancam keutuhan negara.Selayaknya kita menyadari bahwa Pancasila serta pilar bernegara lainnya merupakan sumber hukum, buku panduan serta kitab suci negara kita. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya kita memperlakukan pilar bernegara dengan selalu merenungi dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan yang tumbuh di dalamnya. Pancasila juga dapat menjadi tameng dalam menjawab segala persoalan bangsa.
Hingga kini seakan kita lupa bahwa negeri kita terlalu sibuk mengoptimalkan berbagai macam pendidikan yang berbasis sains dan teknologi. Akibatnya, meskipun banyak bangsa kita yang berprestasi dalam segala kompetisi sains dan teknologi tingkat dunia, tetapi sesungguhnya mentalitas para anak bangsa tersebut tidak sesuai dengan semangat nasionalisme dan patriotisme yang diperjuangkan oleh para pendiri negara ini.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengajaran terhadap Pancasila serta pilar bernegara lainnya di dunia pendidikan kita. Padahal, dengan pengajaran terhadap pilar bernegara tersebut, niscaya akan dapat memperkokoh pembangunan karakter para anak bangsa.
Karenanya di dalam pilar bernegara tersebut telah terkandung beragam karakter, semangat juang, cinta damai, toleransi, akhlak dan moralitas, religius, serta budaya jujur dan bersih untuk dapat diamalkan dalam mengarungi kehidupan berbangsa dan bernegara.Kita berharap kedepannya dunia pendidikan kita dapat memberikan porsi lebih besar terhadap kurikulum pengajaran pilar-pilar bernegara tersebut, agar bangsa kita dapat menjadi bangsa yang berkarakter dan tidak terendus oleh paham sesat, anarkisme dan radikalime.