Minggu, Juli 13, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Ancaman PHK Massal di Pungutan Ekspor CPO Naik

by Mata Banua
18 Mei 2025
in Ekonomi & Bisnis
0
D:\2025\Mei 2025\19 Mei 2025\7\7\foto Berita HL.jpg
Pekerja memindahkan buah kelapa sawit dari perkebunan ke truk pengangkut di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.(foto:mb/ bis)

JAKARTA – Kenaikan tarif pungutan ekspor (PE) minyak ke­lapa sawit atau crude palm oil (CPO) dikhawatirkan akan semakin menekan industri dan berpotensi memicu ge­lombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, melalui Peraturan Men­teri Keuangan (PMK) Nomor 30 Ta­hun 2025 tentang Tarif Layanan Ba­dan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BLU BPDP) pada Ke­menterian Keuangan, mengerek pung­utan ekspor CPO dari 7,5% men­jadi 10%.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\7\7\master 7.jpg

Rumah Subsidi 18 Meterpersegi Batal Dibangun

10 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\7\7\hal 7 - 2 kklm (KIRI).jpg

Harga Beras Mahal, Cabai Makin Pedas

10 Juli 2025
Load More

Tarif baru ini mulai berlaku per 17 Mei 2025. Menurut Ketua Umum Aso­si­asi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Ap­kasindo) Gulat Manurung, yang pa­ling terdampak dari kenaikan tarif pu­ng­utan tersebut adalah petani sawit. Pa­salnya, naiknya beban ekspor CPO akan menekan harga tandan buah segar (TBS). Dia menyebut, harga TBS ber­po­tensi tertekan sebesar Rp300–325 per kilogram. Padahal, saat PE sebesar 7,5% saja harga TBS sudah tertekan se­besar Rp225–245 per kilogram.

“Kenaikan tarif pungutan ekspor un­tuk minyak kelapa sawit atau crude palm oil dan produk turunannya dari 7,5% menjadi sebesar 10% dari harga re­ferensi CPO tentu sangat mengejutkan ka­mi petani sawit,” kata Gulat, Kamis (15/5).

Gulat menuturkan, dalam 4 bulan te­rakhir, harga CPO semakin menurun. Ber­dasarkan catatan Apkasindo, harga CPO turun Rp1.500–2.000 per ki­logram pada awal 2025 ini. Baca Juga Ini Alasan Sri Mulyani Kerek Tarif Pu­ng­utan Ekspor CPO jadi 10% Pu­ng­ut­an Ekspor CPO Naik, Kemendag Ba­kal Pacu Produk Hilir Sawit Respons Gapki Usai Sri Mulyani Kerek Pu­ng­utan Ekspor CPO Jadi 10% Di sisi la­in, Gulat menyebut, para eksportir CPO dan turunannya tidak berdampak sig­ni­fikan dari kenaikan PE CPO men­jadi 10%.

“Karena semua bebannya akan di­pin­dahkan ke harga CPO dan se­lan­jutnya produsen CPO akan me­min­dah­kan beban tersebut ke sektor hulu [pe­nghasil TBS],” ujarnya.

Artinya, lanjut dia, beban pe­nam­bah­an PE sebesar 2,5% ini akan di­pin­dahkan ke harga TBS melalui tu­run­nya harga di tingkat pekebun. Me­nu­rut Gulat, beban petani sawit se­ma­kin berat dengan adanya kebijakan ke­naikan PE CPO menjadi 10%.

“ Belum lagi dana hasil PE sawit ini harus dibagi ke kakao dan kelapa se­jak berubahnya BPDP-KS menjadi BPDP,” ujarnya.

Untuk itu, Gulat meminta agar pe­ta­ni sawit diberi kemudahan untuk mendapatkan program Badan Pe­ng­e­lo­la Perkebunan (BPDP) yang be­r­ka­it­an dengan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan Program Sarana Prasarana. M­e­nurutnya, relaksasi ini perlu di­be­ri­kan sebagai kompensasi kenaikan pu­ng­utan ekspor yang menjadi beban tambahan harga TBS sawit petani. Le­bih lanjut, Gulat berharap PE di­fo­kus­kan untuk program-program yang ber­kaitan terhadap produktivitas kelapa sawit.

Pasalnya, sambung dia, petani sa­wit sulit memenuhi syarat PSR, seperti le­galitas dari Kementerian Kehutanan dan Kementerian ATR/BPN. Se­menta­ra itu, Ketua Umum Gabungan Pe­ng­usaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, ke­naikan PE CPO menjadi 10% akan ber­dampak pada lonjakan beban ekspor min­yak sawit. Imbasnya, harga minyak sa­wit Indonesia tak lagi kompetitif de­ngan negara lain.

“Harga minyak sawit kita jadi leb­ih mahal dibandingkan harga negara te­tangga,” kata Eddy.

Apalagi saat ini, kata Eddy, in­dustri kelapa sawit dikenakan tiga be­ban, yakni domestic market obligation (DMO), pungutan ekspor (PE), dan bea keluar (BK). Bis/rds

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA