Kamis, September 18, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Mirisnya Pendidikan di Indonesia, Bagaimana Sistem Islam Menjadi Solusinya?

by Mata Banua
15 Mei 2025
in Opini
0
D:\2025\Mei 2025\15 Mei 2025\8\8\master opini.jpg
Menjadi pemulung – Anak putus sekolah yang sedang menjadi pemulung untuk membantu orang tuanya. (Foto: mb/www.beastudiindonesia.net)

Oleh: Mahrita Nazaria, S.Pd ((Praktisi Pendidikan dan Aktivis Dakwah)

Kondisi mutu dan aksesibilitas pendidikan di Indonesia patut disorot kembali setelah data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan disparitas atau kesenjangan yang cukup tinggi pada beberapa wilayah. Data jumlah lulusan Berdasarkan data yang dihimpun tahun 2024, mayoritas penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun memiliki ijazah SMA atau sederajat, tepatnya sekitar 30,85 persen. Sementara itu, hanya 10,2 persen dari penduduk Indonesia yang menyelesaikan pendidikan di tahap perguruan tinggi.

Artikel Lainnya

D:\2025\September 2025\18 September 2025\8\8\Ridho Pratama Satria.jpg

Gaya Hidup Sehat dan Oknum-Oknum Kapitalis

17 September 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Kurikulum Berbasis Cinta, Solusi untuk Pendidikan Hari Ini?

17 September 2025
Load More

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyoroti tingginya angka lulusan SD dan SMP. Amalia menegaskan, proporsi capaian ini berbeda di masing-masing provinsi. Angka penduduk yang mengenyam pendidikan terbanyak ada di DKI Jakarta. Namun, ada sebagian provinsi yang justru memiliki banyak penduduk yang belum pernah mendapatkan pendidikan sama sekali, misalnya di Provinsi Papua Pegunungan.

Tantangan yang ditemukan di Papua Barat juga ditemukan sebagian di Papua Barat Daya. Keterbatasan akses yang dihadapi oleh siswa-siswi ini ikut mempengaruhi kemampuan baca tulis mereka. Bahkan, anak tersebut disebutkan kesulitan membaca huruf konsonan atau huruf mati dan belum bisa membaca satu kalimat secara utuh. Beberapa siswa ditemukan sudah bisa membaca, tetapi mereka tidak memahami isi bacaan yang baru mereka baca. Lebih parahnya lagi, kondisi serupa juga ditemukan di siswa kelas SMP dan SMA. (kompas.com)

Tak kalah miris, jumlah anak putus sekolah di Banjarmasin pun sudah mencapai diangka 7 ribu dengan status tidak mengenyam pendidikan atau mengalami putus sekolah.Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, Ryan Utama, menyampaikan, bahwa pihaknya sudah melakukan sosialisasi untuk pendataan terhadap anak-anak yang tidak melanjutkan pendidikannya tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa faktor apa yang menyebabkan banyaknya anak tidak sekolah dan anak putus sekolah tersebut ada dua belas faktor.

“Dari 1.900 yang terverifikasi itu rata-rata karena faktor ekonomi dan ada juga yang bekerja,” terangnya.

Lantas pekerjaan apa yang dilakukan oleh anak usia sekolah tingkat SD dan SMP tersebut?

Menjawab hal tersebut Ryan mengatakan anak usia tersebut menjadi anak jalanan, gelandangan dan pengemis di pasar dan di jalan.

Pengamat pendidikan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Reja Fahlevi, menyarankan beberapa langkah strategis bagi Pemko Banjarmasin untuk mengatasi masalah anak tidak sekolah. Salah satu langkah yang bisa dilakukan yakni dengan memperbanyak alokasi beasiswa bagi para siswa, khususnya kepaa mereka yang terkendala ekonomi.

“Faktor ekonomi menjadi penyebab utama anak-anak putus sekolah. Dengan beasiswa, mereka akan punya peluang lebih besar untuk melanjutkan pendidikan,” ujarnya. (klikkalsel.com)

Untuk memberikan pelayanan pendidikan yang merata, pemerintah menjalankan program pendukung, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah, perluasan akses perguruan tinggi negeri, bantuan sosial, penguatan pendidikan vokasi, sekolah gratis, sekolah rakyat, dan sebagainya. Meski demikian, upaya tersebut belum bisa mengatasi kesenjangan dan ketimpangan pendidikan di negeri ini. Banyak faktor yang memengaruhi munculnya kondisi tersebut, yaitu:

Pertama, keterbatasan akses pendidikan karena kondisi ekonomi. Tidak bisa dimungkiri, kemiskinan merupakan salah satu faktor penghalang bagi masyarakat untuk mengakses pendidikan. Ada yang putus sekolah karena tidak sanggup menanggung biaya pendidikan yang kian mahal. Ada pula yang tidak melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya karena ingin fokus membantu orang tua memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Kalaupun bersekolah di sekolah negeri yang gratis, tidak ada jaminan tidak ada biaya tambahan lain yang harus dipenuhi para peserta didik.

Kedua, keterbatasan akses pendidikan karena infrastruktur publik yang tidak memadai. Kondisi ini biasanya dialami sebagian besar masyarakat yang berada di wilayah terpencil, terluar, dan tertinggal. Infrastruktur publik yang serba terbatas menjadikan masyarakat kesulitan mengakses fasilitas pendidikan yang jauh dari rumah mereka. Sudah banyak kita saksikan kisah-kisah miris anak-anak pedalaman atau terpencil yang harus menyeberangi jembatan tali dan mengarungi derasnya aliran sungai hanya untuk bersekolah. Kadang kala mereka juga harus berjibaku dengan jalan-jalan rusak dan kendaraan yang tidak layak agar bisa sekolah. Keadaan dan medan yang sulit inilah yang kerap menjadi alasan anak-anak tidak lagi melanjutkan sekolah.

Ketiga, keterbatasan akses pendidikan karena sarana dan fasilitas pendidikan yang tidak layak. Kemendikdasmen beberapa waktu lalu berencana akan merenovasi kurang lebih 10.000 sekolah rusak di seluruh Indonesia. Data BPS 2024 menyebut hampir 49% bangunan sekolah dasar mengalami kerusakan. Kondisi sekolah rusak, atap berlubang, serta ruang kelas dengan meja dan kursi yang jauh dari kata layak kerap mewarnai berita pendidikan dari tahun ke tahun. Ini baru bangunan fisik dasar sekolah, belum lagi kita bicara fasilitas penunjang lainnya seperti laboratorium, internet, ruang komputer, dan lainnya.

Keterbatasan inilah yang juga menjadi alasan siswa tidak lagi melanjutkan sekolah. Mereka yang awalnya berniat sekolah, tetapi ketika melihat bangunan sekolah yang rusak, bahkan hampir roboh pasti meruntuhkan harapan mereka untuk memiliki masa depan yang cerah. Bahkan, ada siswa yang bersekolah di lapangan terbuka lantaran kerusakan bangunan sekolah yang tidak kunjung diperbaiki pemerintah setempat.

Berbagai faktor keterbatasan yang melatarbelakangi kesenjangan pendidikan saat ini tidak terlepas dari sistem pendidikan kapitalistik yang menjadikan sektor pendidikan sebagai komoditas sehingga akses pendidikan bergantung pada keadaan ekonomi. Tidak salah jika muncul narasi “Pendidikan ibarat barang mahal. Orang miskin dilarang sekolah.”

Ketimpangan akses pendidikan ini memunculkan kesenjangan nyata. Sebagai contoh, jika ingin mendapat fasilitas bagus dan memadai, harus bersekolah di sekolah yang berbiaya mahal. Namun, jika ingin mendapat akses dan layanan sekolah gratis, maka harus siap menerima fasilitas seadanya.

Dalam Islam, pendidikan adalah hak dasar setiap anak maupun individu masyarakat. Maka sebuah Negara harus memastikan bahwa hak ini benar-benar terpenuhi di seluruh penjuru negeri. Sementara itu, infrastruktur publik dan fasilitas penunjang pendidikan adalah kewajiban negara sebagai penyelenggara sehingga negara juga memastikan bahwa di setiap wilayah negeri terdapat sarana dan prasarana yang memadai agar hak pendidikan setiap anak dapat terpenuhi dengan baik.

Inilah alasan negara yang bersistemkan Islam sangatlah memperhatikan sektor pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi dan dinikmati setiap individu. Ini karena pendidikan adalah gerbong utama lahirnya peradaban unggul. Sangat wajar pada masa peradaban Islam jejak pendidikan Islam sangat mentereng dan diakui sebagai pendidikan terbaik di pentas global.

Dalam sistem Islam, Negara memberikan pemenuhan dan pelayanan dengan fasilitas pendidikan terbaik dengan melandaskan pada prinsip-prinsip berikut:

Pertama, tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam (syakhshiyah Islamiah) dan membekalinya dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Metode pendidikan dirancang untuk·merealisasikan tujuan tersebut. Setiap metode yang berorientasi bukan kepada tujuan tersebut dilarang (Syekh Abu Yasin, Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah, hlm. 8).

Strategi pendidikan Islam bertujuan membentuk pola pikir dan pola sikap agar sesuai Islam. Seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan disusun atas dasar strategi tersebut. Dengan demikian, Islam melahirkan generasi berkualitas dari sisi kekuatan iman dan kemampuan akademik yang cerdas, yakni memadukan iman, takwa, dan ilmu pengetahuan dalam satu paket lengkap kurikulum berasas akidah Islam.

Kedua, seluruh pembiayaan pendidikan di negara diambil dari baitulmal, yakni dari pos fai dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah. Seluruh pemasukan negara, baik yang dimasukkan di dalam pos fai dan kharaj maupun pos milkiyyah ‘amah, boleh diambil untuk membiayai sektor pendidikan. Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi, negara tidak akan menarik pungutan apa pun dari rakyat.

Jika harta di baitulmal habis atau tidak cukup untuk menutupi pembiayaan pendidikan yang urgen, sedangkan sumbangan kaum muslim juga tidak mencukupi maka negara mewajibkan pajak (dharibah) yang hanya dipungut dari kaum muslim yang mampu dan sejumlah dana yang dibutuhkan saja.

Ketiga, akses pendidikan gratis dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi bagi seluruh rakyat. Islam tidak akan membiarkan peluang kebodohan berkembang hanya karena terhalang biaya pendidikan. Oleh karena itu, negara memberikan pendidikan bebas biaya untuk membuka pintu seluas-luasnya bagi seluruh rakyat agar dapat mengenyam pendidikan sesuai bidang yang mereka minati. Tidak heran penerapan sistem pendidikan Islam dalam institusi Negara ini berlangsung selama belasan abad hingga mampu menghasilkan ilmuwan dan cendekiawan yang ahli dalam beragam disiplin ilmu dan berbagai bidang.

Keempat, negara menyediakan perpustakaan, laboratorium, dan sarana ilmu pengetahuan lainnya, di samping gedung-gedung sekolah dan universitas untuk memberi kesempatan bagi rakyat yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang pengetahuan, seperti fikih, usul fikih, hadis, dan tafsir, termasuk di bidang ilmu murni, kedokteran, teknik, kimia, dan penemuan baru (discovery and invention) sehingga lahir di tengah-tengah umat sekelompok besar mujtahid dan para penemu (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Islam dalam Bab “Strategi Pendidikan” hlm 176).

Kelima, negara membangun infrastruktur publik yang merata di seluruh wilayah hingga ke pelosok negeri. Jika infrastruktur publik sudah tersedia dan memadai, tidak akan ada kisah sedih anak-anak sekolah menyeberang sungai deras dengan seutas tali panjang sebagai jembatan mereka.

Sepanjang masa kepemimpinan Islam, para khalifah berlomba-lomba membangun sekolah tinggi Islam dan berusaha melengkapinya dengan sarana dan prasarana yang diperlukan. Pada setiap sekolah tinggi dilengkapi dengan fasilitas memadai seperti auditorium, gedung pertemuan, asrama mahasiswa, perumahan dosen dan ulama, dan sebagainya. Selain itu, sekolah tinggi tersebut juga dilengkapi dengan kamar mandi, dapur, dan ruang makan, bahkan taman rekreasi.

Di antara sekolah-sekolah tinggi yang pernah berdiri ialah Madrasah Nizhamiyah dan Madrasah Al-Mustanshiriyah di Baghdad, Madrasah An-Nuriyah di Damaskus, serta Madrasah An-Nashiriyah di Kairo. Di antara madrasah-madrasah tersebut yang terbaik adalah Madrasah Nizhamiyah. Sekolah ini akhirnya menjadi standar bagi daerah lainnya di Irak, Khurasan (Iran), dan lainnya.

Demikianlah, bagaimana Negara dalam Islam menjalankan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara pendidikan dengan melakukan apa saja yang dapat mewujudkan terpenuhinya hak pendidikan setiap anak/individu, kenyamanan mereka selama bersekolah, dan kesejahteraan para tenaga pendidik. Semua itu terpenuhi dan terjamin agar sistem pendidikan Islam benar-benar berjalan secara optimal dalam menciptakan generasi bertakwa, cerdas, dan bermanfaat ilmunya bagi kemaslahatan hidup manusia.

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA