
JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat 35 ribu orang mengklaim jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Oni Marbun mengatakan data itu tercatat 31 Maret 2024 hingga 31 April 2024. Dia menyebut ada lonjakan signifikan jumlah pekerja yang mengklaim JKP.“(Klaim JKP) 35 ribu yang ter-PHK Naiknya 100 persen, itu sampai akhir Maret,” kata Oni saat ditemui di Plaza BPJAMSOSTEK, Jakarta, Kamis (8/5).
Oni menyebut jumlah nominal yang dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp161 miliar. Angka itu naik 48 persen dibandingkan tahun lalu.
Dia memahami angka tersebut berbeda dengan jumlah pekerja terkena PHK versi Kementerian Ketenagakerjaan. Kemnaker mencatat 24.036 orang hingga April 2025.
Oni menjelaskan data itu lebih banyak karena sudah mencantumkan para pekerja Sritex yang mengalami PHK. Selain itu, ada kemungkinan orang yang di-PHK seelum 2024 baru mengajukan klaim ke BPJS Ketenagakerjaan.
“Jadi kita (data jumlah) klaim, bukan periode dia ter-PHK. Mungkin saja tahun lalu dia PHK, malah kadang ada yang lupa kok ambil JKP,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Oni juga mengatakan ada 854 ribu klaim jaminan hari tua (JHT) di periode yang sama. Nominal yang dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp13,1 triliun atau naik 22,5 persen (YoY).
Terpisah, Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) melihat saat ini banyak pekerja terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) belum terdaftar sebagai peserta program dana pensiun. Itu artinya, mereka tidak bisa mendapatkan manfaat pensiun yang menjadi komponen pesangon.
Staf Ahli ADPI Bambang Sri Muljadi mengatakan bahwa dana pensiun sebenrnya dapat menjadi pelindung bagi karyawan yang terdampak PHK melalui manfaat program pensiun. “Namun yang terjadi, kebanyakan karyawan yang terkena PHK tidak menjadi peserta dana pensiun, hanya ikut BPJS Ketenagakerjaan,” kata Bambang.
Bambang memastikan bahwa besarnya jumlah pekerja PHK saat ini tidak berdampak signifikan pada ketahanan aset dana pensiun. Adapun Kementerian Ketenagakerjaan mencatat dari periode Januari hingga 23 April 2025 terdapat 24.036 orang terkena PHK.
Angka tersebut sudah mencapai sepertiga dari total jumlah PHK sepanjang 2024. “Karena karyawan yang terdampak tersebut bukan menjadi peserta dana pensiun, sehingga tidak terdampak,” ujarnya.
Meski begitu, Bambang menegaskan bahwa industri dana pensiun tetap harus menjaga stabilitas iuran dan pengembangan investasi agar dapat memastikan dana pensiun bisa memenuhi kewajiban pembayaran manfaat kepada peserta dana pensiun.
Merujuk data statistik OJK, total jumlah peserta dana pensiun per Februari 2025 turun 4,8% year-on-year (YoY). Sejalan dengan hal itu, total iuran mengalami koreksi sebesar 25,3% YoY menjadi Rp3,09 triliun. Sebaliknya, utang manfaat pensiun dan manfaat lain jatuh tempo tercatat tumbuh 39,3% YoY menjadi Rp372,6 miliar. cnn/mb06