
“Kementerian ATR/BPN berkomitmen mempermudah proses penerbitan sertipikat bagi lembaga keagamaan,” – Menteri ATR/BPN Nusron Wahid.
JAKARTA – Kementerian ATR/BPN menyerahkan Sertipikat Hak Milik (SHM) untuk lembaga keagamaan kepada Gereja Kristen Pasundan (GKP) Jemaat Kampung Tengah Jakarta Timur, Selasa (24/12).
Penyerahan sertipikat tanah seluas 430 meter persegi oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid ini menandai pengakuan negara atas kepemilikan lahan gereja yang telah berdiri sejak 1968.
“Menjelang natal tahun ini, kami dari Kementerian ATR/BPN dapat menyerahkan SHM untuk lembaga keagamaan ini. Kementerian ATR/BPN sebagai representasi dari negara dan pemerintah itu non-diskriminasi. Kami melayani semua selama dia bangsa Indonesia, rakyat Indonesia, punya tanah di Indonesia,” ucapnya.
Menurutnya, dengan adanya sertipikat ini jemaat dapat menjalankan ibadah dengan lebih tenang dan nyaman.
“Karena status kepemilikan tanah sudah jelas dan di akui negara, jadi sangat penting menjaga sertipikat tersebut dengan baik agar tidak terjadi penyalahgunaan,” ujarnya.
Selain itu, ia juga meminta agar gereja lainnya di Pasundan yang belum memiliki sertifikat tanah untuk segera mengurusnya.
“Kementerian ATR/BPN berkomitmen mempermudah proses penerbitan sertipikat bagi lembaga keagamaan. Sertipikat ini penting sebagai pengakuan negara atas kepemilikan tanah gereja,” tegasnya.
Ia menjelaskan, sertipikasi tanah lembaga keagamaan menjadi salah satu fokus penting, dan Kementerian ATR/BPN aktif memastikan tanah yang digunakan untuk rumah ibadah bersifat clean and clear guna mencegah konflik di masa mendatang.
“Apalagi ini lembaga keagamaan, itu harus menciptakan rasa kepastian. Jangan sampai menimbulkan konflik,” ujar Nusron.
Menteri ATR/BPN menambahkan, pihaknya juga telah menyerahkan sertipikat wakaf untuk masjid, pesantren, dan lembaga pendidikan di daerah Banten. Sertipikat serupa juga diserahkan kepada gereja, salah satunya Gereja Kristen Pasundan.
“Masalah pertanahan termasuk rumah ibadah kerap muncul akibat tumpang tindih surat atau pelepasan hak yang belum tuntas. Hal ini sering kali menjadi hambatan pembangunan rumah ibadah,” katanya.
Untuk mengatasi kendala tersebut, lanjut dia, Kementerian ATR/BPN membuka kerja sama dengan berbagai organisasi keagamaan, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), untuk memberikan kepastian hukum atas aset lembaga keagamaan. rds