Oleh: Nor Latifah (Pemerhati Masyarakat)
Tanggal 23 Juli 2024 ini ada peringatan Hari Anak Nasional. Tahun ini merupakan peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang ke-40. Setiap tahunnya ada tema yang berbeda-beda. Tema dipilih agar peringatan ini bisa difokuskan ke sejumlah tujuan dan persoalan. Tema Hari Anak Nasional 2024 Melansir dari situs resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA), tema Hari Anak Nasional 2024 ini sama dengan tahun lalu yakni “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. (KOMPAS.com)
Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Salah satunya dengan mendorong semua pihak melalui penyelanggaraan Hari Anak Nasional. Namun, pada peringatan hari anak ini, keadaan permasalahan di dunia anak semakin banyak. Mulai dari kebutuhan pangan bergizi hingga pendidikan berkualitas yang tidak terpenuhi.
Mengutip dari innindonesia.com, sepanjang tahun ajaran 2022/2023, jumlah siswa putus sekolah di tingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang.
Bahkan, dunia anak semakin mencekam dengan kekerasan yang mungkin kapan saja bisa menimpa mereka. Rumah tidak lagi jadi tempat aman bagi anak-anak. Bahkan lingkungan keluarga sekalipun, tidak menjamin anak terbebas dari kekerasan. Kerap kali, kekerasan datang dari orang terdekat, seperti paman, atau bahkan orang tua sendiri.
Anak-anak saat ini juga dihadapkan dengan berbagai kerusakan-kerusakan. Mulai dari kriminalitas, dimana anak saat ini sudah mulai berani melakukan bullying sampai kekerasan. Terlibat pergaulan bebas, narkoba, miras, hingga judi online.
Anak-anak tumbuh dilingkungan yang dibentuk oleh pemikiran sekuler, yang memisahkan agama dengan kehidupan. Sehingga perilaku mereka jelas menggambarkan pemikiran tersebut. Mereka menjadi tidak lagi tau norma-norma baik nan agung agama. Menjadikan mereka pribadi yang hidup sesukanya tanpa batasan.
Sehingga, akibat sekularisme ini, keluarga juga turut rusak karena jauh dari aturan agama. Peran keluarga lemah dan tidak berjalan sesuai fungsinya. Seperti fakta saat ini, banyak ibu yang seharusnya menjadi pengatur rumah tangga dan madrasah pertama bagi anaknya, malah sibuk bekerja dan meninggalkan rumah. Atau juga peran ayah yang hilang, sehingga para ibu terpaksa bekerja, dan lain sebagainya. Sehingga anak jauh dari perlindungan dan pendidikan yang baik ketika dirumah.
Diperparah dengan sistem pendidikan yang sekuler pula. Ini jelas terlihat dari kurikulum saat ini yang memerdekakan anak-anak belajar sesuai minatnya saja. Sehingga anak-anak berpotensi tidak mendapat pelajaran yang seharusnya mereka dapatkan. Padahal, kurikulum pendidikan juga perlu kurikulum baku. Seperti pembelajaran wajib bagi setiap muslim, yaitu terkait dengan akidah, agar anak-anak memiliki hidup yang lebih terarah.
Tidak terpenuhinya kebutuhan anak, baik dari kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, hingga keamanan adalah sebab abainya negara dalam mengurusi urusan rakyatnya. Sistem ekonomi yang diterapkan negara saat ini juga tak lepas dari jerat sekularisme kapitalisme. Yang mana dalam sistem ini, akses terhadap sumber daya diberikan kepada pemilik modal.
Sehingga, orang-orang dengan modal sedikit atau tidak memiliki modal sama sekali akan menjadi makin miskin, sebab mereka tidak menerima hasil melimpah dari sumber daya yang dikekola oleh si pemilik modal. Akhirnya, kesenjangan pun terjadi antara si kaya dan si miskin. Anak-anak yang kaya akan menikmati segala fasilitas bagus mereka, sedangkan anak-anak yang masuk kategori miskin, hanya bisa berjuang sendiri demi memenuhi kebutuhan mereka.
Telah terbukti bahwa sistem sekulerisme kapitalisme tidak mampu menyejahterakan rakyat termasuk anak-anak. Saat ini, problem sistemik yang dihadapi generasi harus diselesaikan dengan cara sistemik pula. Dengan sistem yang melindungi anak-anak dan mensejahterakan rakyat.
Secara sistem, islam telah memberikan aturan sempurna untuk menjalani kehidupan. Mulai dari kehidupan individu, bermasyarakat, hingga bernegara, termasuk dalam hal melindungi generasi pula. Islam memandang penting penjagaan terhadap generasi. Dan mewajibkan negara untuk menjamin segala kebutuhan rakyat nya termasuk anak-anak.
Islam mengharuskan keluarga untuk menjalankan perannya dengan optimal dalam mendidik anak. Ayah sebagai pencari nafkah, pemimpin keluarga, dan ibu sebagai pengurus rumah, sekolah pertama bagi anak-anak, akan diupayakan untuk menjalankan tugas tersebut dengan benar. Ditambah dengan pendidikan keluarga yang berdasar pada akidah islam. Sehingga akan terbentuk keluarga yang akan menghasilkan anak-anak berkualitas, pejuang islam sejati.
Islam juga menerapkan sistem pendidikan bertarget besar, yaitu generasi berkepribadian islam, yang siap mengemban islam untuk kemudian mendakwahkannya kepada masyarakat. Sistem pendidikan islam berasas akidah islam. Yang mana dalam islam, tidak ada komersial seperti dalam sistem kapitalisme, melainkan gratis dan berkualitas.
Dalam bidang ekonomi, islam menjadikan standar individu per individu untuk mengukur pemenuhan kebutuhan masyarakat, sehingga tidak ada kesenjangan. Negara juga mengelola sumber daya alam, sehingga dapat dimanfaatkan dan disalurkan untuk memenuhi kebutuhan. Menyediakan pula lapangan kerja yang luas kepada para pencari nafkah, untuk kemudahan mereka melaksanakan kewajibannya.
Dengan diterapkan nya sistem islam secara utuh, maka akan menjamin terlindungi nya anak sebagai generasi emas yang akan melanjutkan peradaban. Islam akan mencetak generasi unggul, para calon pemimpin yang siap menjadi kilauan bersinar peradaban. Demikianlah, aturan dari sang pencipta tidak akan pernah salah dalam memberikan tuntunan.