
BANJARMASIN – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) menggelar sosialisasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2024 dengan tema; Peran Media Massa dalam Pilkada Tahun 2024.
Sosialisasi pilkada ini di buka Kepala Badan Kesbangpol Kalsel Drs H Heriansyah dengan menghadirkan narasumber Ketua PWI Kalsel Zainal Helmi, Ketua Bawaslu Kalsel Aries Mardiono, dan anggota KPU Kalsel M Fahmi Failasopa.
Di temui disela kegiatannya, Kepala Badan Kesbangpol Kalsel Heriansyah mengatakan sosialisasi ini diperlukan agar masyarakat bisa mengetahui pelaksanaan pilkada di tahun 2024, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
“Menjadi tugas kami untuk menyosialisasikan pelaksanaan Pilkada Tahun 2024. Media massa juga berperan penting agar masyarakat mengetahui dan aktif dalam pelaksanaan pilkada,” ujarnya di Hotel POP Banjarmasin, Selasa (9/7) pagi.
Komisioner KPU Kalsel M Fahmi Failasopa menyebutkan, sosialisasi pilkada bukan hanya tanggung jawab penyelenggara, tapi juga pemerintah. “Termasuk pula tanggung jawab partai politik dan masyarakat itu sendiri, serta juga media massa,” katanya.
Dijelaskannya, berdasarkan pengalaman pelaksanaan pilkada dan pemilu periode sebelumnya, pemilih di dominasi kalangan milenial dan gen Z. “Jumlahnya mencapai 60 persen,” ujarnya.
Sementara, Ketua Bawaslu Kalsel Aries Mardiono menambahkan, pengaturan terkait pemberitaan Pilkada Tahun 2024 tidak mendetail seperti Pemilu Tahun 2024.
“Proses penanganan laporan di Pemilu Tahun 2024 selama tujuh hari dan bisa di tambah tujuh hari lagi atau 14 hari, sementara di Pilkada Tahun 2024 maksimal hanya lima hari,” jelasnya.
Ia mengakui indeks kerawanan pelanggaran Pemilu Tahun 2024 salah satunya pada informasi palsu atau hoaks.
“Apalagi kalau di pilkada yang calonnya head to head, maka kerawanannya sangat tinggi. Karenanya, media massa juga di minta melakukan penyampaian pemberitaan tahapan-tahapan pelaksaan Pilkada Tahun 2024 dengan baik dan benar,” katanya.
Ketua PWI Kalsel Zainal Helmie menegaskan, pers tidak menjadi sarana kampanye negatif. Menurutnya, ada perbedaan antara informasi dengan berita.
“Produk berita jurnalistik harus terbit dulu di media massa yang berbadan hukum dan di akui resmi, serta sesuai dengan kode etik jurnalistik. Sementara, informasi bisa di buat atau di sebarkan semua orang,” ucapnya.
Media massa berbadan hukum resmi, lanjutnya, harus bisa meluruskan informasi-informasi hoaks yang beredar di media sosial. “Wartawan harus bekerja profesional sesuai UU Pers. Organisasi wartawan di Banua sudah sepakat menyampaikan pemberitaan yang mendamaikan,” ujarnya.
Ia menyebutkan, Dewan Pers juga mensyaratkan bagi kalangan jurnalis yang terlibat dalam politik praktis atau menjadi tim sukses, maka harus nonaktif sementara dari tugas-tugas kejurnalisannya. rds