Kamis, Agustus 21, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Kaya Hati dan Kebahagiaan Hidup (Bagian II)

by Mata Banua
5 Juni 2024
in Opini
0
D:\2024\Juni 2024\6 Juni 2024\8\8\Muhammad Aufal Fresky.jpg
Muhammad Aufal Fresky (Pegiat literasi asal Pamekasan, Madura)

 

Menjadi orang kaya sepertinya menjadi dambaan masing-masing dari kita. Akan tetapi apakah makna yang hakiki dari kaya itu sebenarnya. Apakah sebatas kaya secara materi atau ada makna yang lainnya. Seperti yang telah disampaikan pada tulisan sebelumnya, kekayaan hakiki adalah kekayaan jiwa. Jiwa yang merasa puasa dan ridha dengan segala ketentuan Allah kepada kita. Banyak orang yang memiliki harta melimpah namun batinnya tersiksa, hari-harinya dipenuhi dengan kehawatiran, dan hidupnya sengsara. Lantas muncul pertanyaan, “Kenapa bisa terjadi? Bukankah orang yang kaya hidupnya relatif lebih sejahtera daripada orang yang berada di bawah garis kemiskinan?”

Artikel Lainnya

Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Krisis Gaza (Pelaparan Sistemis) dan Momentum Kebangkitan Umat

20 Agustus 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Wisata Gunung Kayangan: Pesona Alam Terbengkalai

20 Agustus 2025
Load More

Sekali lagi, yang namanya kebahagiaan hidup, sama sekali tidak bergantung pada sesuatu yang nisbi. Kebahagiaan adalah kedamaian jiwa. Pribadi yang selalu qana‘ah atau merasa cukup, jiwanya tidak gusar. Tidak iri hati dengan kenikmatan yang diperoleh oleh orang lain. Justru kekayaan hati inilah yang mesti kita miliki saat ini. Karena kunci kebahagiaan dan keselamatan hidup juga bergantung pada sejauh mana kita mengelola hati kita. Sejauh mana kita menjadikan hati kita seluas samudra tak bertepi. Artinya siap menerima segala tantangan dan persolan hidup. Karena pribadi yang hatinya luas meyakini bahwa ada Allah yang Maha Besar. Allah tempat meminta pertolongan.

Orang yang hatinya kaya cenderung untuk senantiasa bersyukur kepada Sang Pencipta. Karena orang tersebut merasa banyak kenikmatan yang telah Allah limpahkan untuknya. Berbagai kenikmatan yang kita sendiri tidak mampu untuk kita menghitungnya. Semisal anggota tubuh yang masih berfungsi secara sempurna, kesehatan, waktu luang, orang tua yang baik hati, dan sebagainya. Semua itu adalah anugrah terindah dari Allah SWT untuk kita. Salah satu penanda orang yang hatinya kaya adalah senantiasa bersyukur dan berpikiran positif dalam setiap keadaan. Meskipun dirinya tertimpa kesulitan yang sangat besar, jiwanya selalu tegar menghadapinya.

Jika hati seseorang menjadi ‘kaya’, maka orang tersebut lebih dekat kepada jalan keselamatan. Karena orang tersebut tidak rakus dan tamak terhadap harta duniawi. Dia beranggapan bahwa dunia sebatas ujian menuju kebahagiaan hakiki. Beda halnya dengan orang yang hatinya sempit. Dia akan selalu kebingungan ketika ada persoalan hidup yang mengampirinya. Seolah-olah dunia tidak lagi berpihak padanya. Seakan-akan Tuhan menjauhinya. Padahal itulah pikiran negatif dan anggapan yang keliru yang bermula dari hati yang sempit. Semisal ketika seseorang merasa tidak mampu membayar hutang yang jumlahnya sangat besar. Padahal dibalik persoalan itu ada hikmah yang bisa diambil. Atau semisal ada orang kaya yang selalu khawatir kekekayaannya berkurang jika disumbangkan kepada orang yang tidak mampu. Itulah contoh kecil orang-orang yang hatinya sempit. Lantas apakakah dalam Islam diperbolehkan menjadi orang kaya materi?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut saya ingin kembali mengutip tulisan Kiai Syafruddin dalam Majalah AULA Edisi Desember 2017 (Hal. 75), yang menuliskan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang-orang yang bertakwa. Dan sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan bahagia itu bagian dari kenikmatan” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad). Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash, Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rezeki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya” (HR. Muslim).

Dari hadits di atas maka dapat diambil pelajaran bahwa:

Pertama, mukmin yang kuat (kaya) dan bertakwa lebih baik dan lebih dicintai Allah SWT dibandingkan mukmin yang lemah. Hal in berkaitan dengan sabda Rasulullah SAW, “Kefakiran lebih dekat dengan kekafiran.

Kedua, seharusnya kita berusaha bersungguh-sungguh dalam mencapai sesuatu di samping terus berdo`a memohon pertolongan Allah SWT, Allah memberikan taufik dan meridhai segala usaha yang dilakukan. Sehingga tidak akan timbul rasa riya` dan sombong.

Ketiga, sekiranya sesuatu usaha yang dibuat itu menemui kegagalan maka kita selaku umat Islam dikehendaki menghadapinya dengan ridha, tenang, dan tentram, karena hal tersebut mengandung hikmahnya yang tersendiri yang hanya diketahui oleh Allah SWT.

Keempat, apabila sesuatu yang kita rencanakan tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka kita tidak boleh mengatakan, “Kalau aku mengerjakan ini, pasti hasilkan akan begini dan begini”. Karena yang demikian dapat membuka pintu syaitan. Akan tetapi kita diperintahkan untuk mengatakan, “Qadarullah wa maasyaa’afa’al” (telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi).

Kelima, menjadi kaya atau memiliki harta banyak bukanlah tercela, namun yang tercela adalah tidak pernah merasa cukup (tamak) dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang Allah karuniakan.

Jadi tulisan ini sejatinya mengimbau kepada kita semua, khususnya bagi saya selaku penulis, untuk selalu menerima dengan hati yang lapang segala ketentuan Allah, dengan tetap berprasangka baik kepada Allah. Menjadikan hati ini lebih luas lagi sehingga mampu menampung berbagai persoalan hidup. Jadilah orang yang kaya hatinya. Yaitu orang yang hatinya tidak terikat kepada dunia. Orang yang jiwanya besar melebihi persoalan hidup yang ditanggungnya. Sekali lagi, orang yang secara hakiki ‘kaya’ adalah orang yang hatinya selalu mendekat kepada Allah dan menerima takdir Allah. Hatinya selalu mengingat Penciptanya, kapan pun, dan di mana pun dia berada. Sehingga dengan begitu tentram dan damai jiwanya walaupun dia tak memiliki apapun di dunia ini. Sekian dulu tulisan ini, semoga bermanfaat.

 

 

Tags: Kaya HatiKebahagiaan HidupMuhammad Aufal Fresky
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA