Oleh: Sri Astuty Handayani,SP (Ibu Rumah Tangga dari Batola)
Korban jiwa banjir bandang dan lahar di Sumbar mencapai 67 orang, tim penolong masih mencari puluhan orang yang dilaporkan hilang. Tim penolong masih terus mencari sedikitnya belasan orang yang dilaporkan hilang akibat banjir bandang di Sumatra Barat. Upaya pencarian masih terus dilakukan. Hingga Kamis (16/05) pagi, tercatat 67 korban meninggal dunia (bbc.com/indonesia. 12/05/2024)
Sebelumnya, aktivis lingkungan menilai bencana terjadi karena kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan pembangunan yang serampangan. Untuk Kabupaten Agam, hujan deras bahkan disebut menyebabkan air sungai yang berhulu di Gunung Marapi meluap, sehingga tercipta aliran di “jalur baru” yang membawa “batu-batu besar” dari gunung berapi paling aktif di Sumatra itu ke permukiman di sekitarnya (bbc.com/indonesia.12/05/2024).
Banyaknya bencana di berbagai tempat. Berulang kali bahkan silih berganti tersebar di seluruh Indonesia dan seluruh dunia menandakan ada yang salah, baik itu karena kondisi alam maupun adanya campur tangan manusia yang menyebabkan terjadi kerusakan. Bahkan yang menyakitkan berulangnya bencana ini memakan banyak korban jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa kita harus lebih serius dengan adanya upaya mitigasi komprehensif sehingga pencegahan bisa dilakukan secara optimal dengan tepat dan cepat.
Terjadinya berbagai bencana menurut pengamat lingkungan sangat erat kaitannya dengan kebijakan pembangunan yang ditetapkan oleh negara saat ini. Asas kapitalisme yang menghasilkan kebijakan untuk eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya baik itu tambang dan alih fungsi lahan nyatanya memberikan dampak yang sangat buruk bagi lingkungan sekitar. Pencegahan secara optimal diharapkan bukan hanya mengembalikan kondisi alam agar tetap lestari melainkan demi menyelamatkan masyarakat dari bencana dan kerusakan.
Kebijakan pembangun dalam sistem Islam berbeda dengan sistem kapitalis. Dimana seluruh kebijakan yang berhubungan dengan kepentingan umum benar-benar diperhatikan. Adapun dalam perkara sumber daya alam yang dimiliki oleh negara, seluruhnya dihasilkan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Seperti batu bara,minyak bumi dan lainnya diperuntukkan untuk kebutuhan rakyat secara gratis (listrik, gas serta BBM). Jika sudah terpenuhi dan masih tercukupi maka negara akan menghentikan pengerukan bahan tambang tersebut. Inilah yang diartikan sebagai “TIDAK SERAKAH”.
Kebijakan dalam pembangun Islam tidak menggunalan istilah eksploitatif maupun deksturuktif karena segala sesuatu yang dilakukan hanya bersandar pada kebutuhan rakyat bukan keserakahan. Oleh karenanya mitigasi yang bersifat komprehensif inilah yang akan mampu mendorong langkah antisipasi sehingga bencana bisa tercegah dan bahkan jika bencana alam pun tetap terjadi kerusakan dan korban jiwa bisa diperkecil bahkan dianggap tidak ada. InsyaAllah..
Wallahu’alam….