Al Muslimah Prihatin (Ibu Rumah Tangga di Batola)
Kemenag RI menetapkan kebijakan strategis untuk memperkuat ketahanan keluarga di Indonesia; mewajibkan bimbingan perkawinan (bimwin) bagi setiap calon pengantin (catin) yang berlaku efektif pada Agustus 2024. Kebijakan baru ini diresmikan melalui Surat Edaran Dirjen Bimas Islam No. 2/2024 yang menandai era baru dalam proses pernikahan di negeri ini. Bimwin merupakan prasyarat yang tidak dapat ditawar, mengikutinya adalah wajib bagi setiap catin. Setelah periode sosialisasi Januari-Juli 2024, catin yang tidak mengikuti bimwin tidak bias mencetak buku nikahnya hingga mengikuti bimwin terlebih dahulu. Tujuan kebijakan ini adalah untuk membangun keluarga yang sakinah dan sejahtera, mengatasi tingginya angka perceraian, menurunnya angka pernikahan anak. Selain itu, problem yang tengah dihadapi keluarga adalah stunting.
Kemenag menggandeng ormas Islam dan BKKBN dalam pelaksanaannya
terdapat delapan materi wajib yang diberikan saat bimwin, yaitu (1) membangun landasan keluarga sakinah, (2) merencanakan perkawinan yang kukuh menuju keluarga sakinah, (3) dinamika perkawinan, (4) kebutuhan keluarga, (5) kesehatan keluarga, (6) membangun generasi yang berkualitas, (7) ketahanan keluarga dalam menghadapi tantangan kekinian, dan (8) mengenali dan menggunakan hukum untuk melindungi perkawinan keluarga.
Mampukah Menyolusi Problem Keluarga? Benar bahwa kondisi keluarga Indonesia hari ini tidak sedang baik-baik saja. Akan tetapi, kita perlu mencermati penyebab satu per satu persoalannya sehingga kita bisa menilai tepatkah kebijakan bimwin (sebagai syarat mendapatkan surat nikah) untuk menyolusi berbagai problem tersebut?
Pertama, tingginya angka perceraian. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), ada 408.347 perceraian yang terjadi sepanjang 2023 dan penyebab tertinggi mencapai 26,57% (108.488 kasus) karena faktor ekonomi berupa suami menganggur karena tidak ada pekerjaan dan kemiskinan. Istri menjadi pekerja termasuk salah faktor penyebab terjadinya perceraian. Kedua, KDRT terhadap pasangan terjadi menjadi akumulasi perselisihan di antara pasangan yang dipicu oleh banyak hal, bisa karena masalah ekonomi, perselingkuhan, dan hal-hal lain. Ketiga, pernikahan dini yang terjadi dominan karena hamil di luar nikah akibat pergaulan bebas remaja, tingkat pendidikan yang rendah, dan kemiskinan. Pernikahan dini di beberapa daerah ada karena faktor budaya dan keyakinan, tetapi hal ini bukan menjadi penyebab utama.Keempat, stunting berpotensi besar terjadi pada keluarga miskin. Mengacu definisi stunting menurut WHO adalah kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi buruk kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Stunting terjadi karena kurangnya asupan gizi yang mendukung tumbuh kembang anak. Menurut WHO, faktor lain yang menyebabkan stunting adalah faktor ekonomi, pendidikan ibu, tinggi badan ibu, ASI eksklusif dan berat badan lahir rendah.
Jika kita tarik kesimpulan dari berbagai sebab utama perceraian, KDRT, pernikahan dini, dan stunting, ada dua faktor dominan, yakni ekonomi dan gaya hidup bebas (liberal). Maka untuk mengatasinya secara tuntas adalah dengan menghilangkan permasalahan di kedua factor penyebab utamanya ini. Jika tida, maka, cati mungkin akan bias jadi hanya sekedar tau makanan yang sehat untuk keluarganya, akan tetapi disisi lain kepala keluarga tidak mampu mendatangkan makanan tersebut ke dalam rumahnya. Dan hal ini tentu terkait dengan distribusi.
Masalah distribusi ini terjadi karena penerapan sistem ekonomi kapitalisme dimana distribusi barang dan jasa diserahkan semata kepada mekanisme pasar, dan kebutuhan pokok seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, telekomunikasi, pajak yang tinggi dan beragam, listrik dan air diliberalisasi sehingga saling menekan dengan keperluan menyediakan makanan yang bergizi atau salah satunya harus dikalahkan, Akibatnya, ketahanan keluarga layaknya pungguk merindukan bulan, harapan yang sangat sulit diwujudkan. Begitulah kondisi mayoritas rakyat di negeri kaya SDA ini akibat salah sistem dan salah kelola. Sistem kapitalisme yang diterapkan telah meniscayakan pengelolaan SDA dikuasakan kepada swasta dan asing. Alhasil, tidak jarang korupsi di bidang pengelolaan SDA mencapai ratusan triliun.
Ditambah hanya warga yang memiliki kemampuan akses ekonomi yang mendapatkan kesejahteraan, sedangkan keluarga miskin sulit mendapatkan segala kebutuhannya, bahkan kebutuhan dasar (primer) sekalipun. Wajar jika angka stunting juga tinggi. Kapitalisme inilah penyebab utama kemiskinan sistemis di Indonesia yang notabene kaya SDA. Selain kapitalisme, liberalisme juga menjadi problem besar negara. Gaya hidup bebas menjadikan seseorang mudah melakukan perselingkuhan hingga merusak rumah tangga. Kesulitan ekonomi akibat penerapan kapitalisme dan perselingkuhan akibat liberalisme akhirnya mendorong terjadinya KDRT. Liberalisme juga menyebabkan remaja melakukan pergaulan bebas yang berujung perzinaan yang menjadi penyebab angka pernikahan dini terus meningkat.Mencermati penyebab problem keluarga tersebut, bimwin yang diharapkan mampu mencegah terjadinya problem keluarga Indonesia dan mencegah stunting, jelas jauh panggang dari api.
Bimwin adalah bimbingan yang sifatnya normatif dan mengeksplorasi harapan mewujudkan keluarga sakinah dan sejahtera bagi catin ketika membangun keluarga. Akan tetapi, realitasnya, kehidupan mereka setelah berkeluarga tidak akan lepas dari pengaturan negara yang kapitalistik dan liberal. Ujungnya, upaya pengentasan stunting melalui bimwin akan sulit terwujud manakala negara masih kapitalistik. Selain dipastikan tidak akan mampu mewujudkan keluarga sejahtera dan berketahanan, bimwin juga malah akan menjadi sarana penyebaran paham pengelolaan keluarga yang tidak sesuai ketentuan syariat Islam, di antaranya konsep “keluarga maslahat” yang menerapkan konsep kesalingan yang lekat dengan konsep kesetaraan gender yang diajarkan feminisme. Bimwin yang akan menjadi syarat untuk mendapatkan surat nikah juga akan memberatkan. Ini karena surat nikah merupakan dokumen penting yang dibutuhkan untuk beberapa pengurusan administrasi lainnya.
Perkawinan adalah bagian dari ibadah yang telah diatur secara detail. Hak dan kewajiban masing-masing pasangan telah ditentukan oleh syariat Islam. Sebagai bagian dari syariat Islam, perkawinan dan berbagai hukum yang lahir darinya akan diajarkan dalam kurikulum pendidikan sehingga siapa pun akan mempelajarinya sebagai bagian kewajiban thalabul ilmi. Pendidikan dalam Islam akan membentuk pribadi generasi yang berkepribadian Islam. Pola pikir dan pola jiwanya akan terbentuk dengan pola Islam sehingga ketika kelak menikah, mereka akan mengetahui hak dan kewajibannya dan berkomitmen kuat untuk menerapkannya. Secara praktis, negara bersistemkan Islam (Khilafah) akan mewujudkan kesejahteraan bagi semua rakyat. Islam mewajibkan negara menjamin pemenuhan semua kebutuhan setiap individu rakyat tanpa terkecuali. Islam juga mewajibkan negara menyediakan berbagai layanan yang dibutuhkan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, dan semua kebutuhan komunal lainnya. Islam pun mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan kepada setiap laki-laki dewasa sampai mereka mampu untuk menafkahi diri dan keluarganya. Bahkan, negara akan memberikan modal kepada rakyatnya tanpa riba, bahkan gratis agar memiliki usaha untuk mendapatkan harta.
Islam tidak akan membiarkan keluarga tertatih-tatih mewujudkan kesejahteraan sendiri, melainkan akan secara sistemis menjadi tugas negara. Dengan mekanisme ini, keluarga sakinah dan sejahtera akan mudah terwujud dan stunting akan sulit dijumpai karena kebutuhan gizi ibu hamil dan anak-anak akan tercukupi.
Mudah sekali bagi negara membiayai semua kebutuhan tersebut dengan sumber dana dari hasil pengelolaan SDA secara mandiri, hasil pengelolaan tanah kharaj, jizyah, fai, dan ganimah. Negara akan mengelola harta negara tersebut dalam baitulmal. Kemudahan ini karena negara dalam Islam menerapkan sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan. Selain itu, negara akan melarang semua aktivitas yang menjadi cermin kebebasan (liberalisme) sehingga kehormatan setiap individu muslim akan terjaga. Pergaulan bebas dan semua pintu yang mengarah ke sana akan ditutup rapat sehingga sangat kecil kemungkinan terjadinya perzinaan yang mengakibatkan hancurnya pernikahan atau perkawinan dini akibat hamil di luar nikah sebagaimana banyak kasus yang terjadi saat ini.
Maka, selama negara masih mengadopsi sistem kapitalisme dan liberalisme, jangan harap keluarga akan sakinah dan sejahtera, serta kasus stunting bisa terselesaikan meski dengan adanya bimwin bagi catin.