Selasa, Juli 22, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

UIN Jakarta dan Komersialisasi Pendidikan Kini

by Mata Banua
12 Mei 2024
in Opini
0

D:\2024\Mai 2024\13 Mei 2024\8\8\Iklyma Syifa.jpg

Iklyma Syifaul Fajna, (Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta)

Artikel Lainnya

Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Integrasi Teknologidan Lemahnya Minat Baca

22 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\23 Juli 2025\8\8\Hadaya Istifadah.jpg

Membumikan Kembali Istilah Menyusui

22 Juli 2025
Load More

Belakangan ini isu kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) menjadi perbincangan yang hangat di berbagai lini massa. Ibarat hadiah di hari Pendidikan Nasional, kenaikan UKT menjadi kado yang serentak dihadiahkan kepada sejumlah kampus di negara ini.

Pada Senin (28/03/2024) Rektor UIN Jakarta juga mengeluarkan Surat Keputusan yang berisikan kenaikan tarif biaya UKT tahun ajaran 2024-2025. Kenaikan UKT memberikan banyak dampak dinamik bagi para mahasiswa maupun calon mahasiswa. Pasalnya, dalam diskursus belakangan kenaikan UKT dan aktivitas komersil lainnya tidak linear dengan penyediaan fasilitas kampus dan peningkatan layanan kebijakan yang diberikan.

Bagi UIN Jakarta, kebijakan menaikkan UKT tidak memiliki objektifikasi yang jelas urgensi yang memadai. Kebijakan tersebut hanya sebagai bentuk upaya pemaksaan kelayakan transisional dari pengelolaan kampus yang statusnya saat ini sebagai Badan Layanan Umum (PTN-BLU) menuju status baru sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH).

Akan tetapi, optimisme tentang percepatan transisi dari PTN-BLU ke PTN-BH berada dalam kondisi ketidaksiapan mental akademik, struktur kelembagaan, pelayanan, dan pembiyaan operasional kampus ke depan. Akibatnya, kondisi dilematis dari ketidaksiapaan itu mengakibatkan pengelolaan terhadap sumber daya dan fasilitas kampus yang tersedia ditempatkan dalam aktivitas komersil yang berjibaku dengan logika untung rugi, kendati hal itu menyasar mahasiswanya sendiri.

Akibatnya, ambisi PTN-BH hanya membawa babak baru bagi terwujudnya komersialisasi pendidikan. Transisi tersebut berorientasi pada liberalisasi dan kapitalisasi kampus. Kebijakannya diwujudkan dalam bentuk kenaikan UKT, sewa-menyewa ruangan akademik, tarif parkir, serta pengalihfungsian ruang akademik menjadi ruang tata usaha. Hal tersebut dinilai hanya menguntungkan pihak kampus saja. Karena pada dasarnya, ruangan kampus serta parkir kendaraan tersebut merupakan bagian integral dari fasilitas pendidikan untuk mahasiswa.

Fenomena demikian dapat dibaca sebagai bentuk privatisasi perguruan tinggi yang mengarah pada komersialisasi pendidikan. Kampus dijadikan sebagai lembaga profit berbadan hukum sebagai legalitas yang absah untuk menjalankan aktivitas komersil. Cita PTN-BH jelas mewujud dalam transaksi pendidikan yang mencari keuntungan melalui sistem dan tata Kelola yang legal. Dalam konteks ini, kampus jelas abai dengan tugas dan fungsinya dalam menjalankan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Dalam studi belakangan yang dilakukan oleh Chaerul Ansar dan Andi Samsu (2018; 19), ambisi PTN-BH adalah bentuk pengelolaan kampus yang didasarkan pada ideologi neoliberalisme dalam dunia pendidikan. Menurutnya, logika dasar dan postulat kebijakannya ditopang melalui tiga aktivitas kolektif; otonomisasi PTN untuk mencari sumber pendanaan secara mandiri (desentralisasi); pengurangan subsidi pemerintah (privatisasi), serta; aktivitas kerja sama koorporasi untuk pembiayaan operasional (komersialisasi).

Cacat Hukum

Sebagai bentuk protes terhadap kenaikan UKT, sejumlah mahasiswa UIN Jakarta telah melakukan advokasi dan aksi terhadap keputusan Rektor secara non-litigasi. Beberapa mahasiswa itu juga telah melakukan aksi teatrikal di depan Kantor Rektorat dan menggelar panggung bebas bersuara sebagai bentuk penolakan terhadap keputusan yang dibuat.

Aksi dan advokasi tersebut digelar secara serentak pada Kamis (03/05/2024) yang bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk upaya mahasiswa dalam memperjuangkan pendidikan dan mengembalikan tri dharma kampus yang terdiri dari pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Secara materiil, besaran kenaikan UKT diatur dalam Surat Keputusan Rektor Nomor 1512 Tahun 2024 tertanggal 28 Maret 2024. Padahal secara wewenang kelembagaan, besaran UKT pada tiap-tiap PTN di lingkungan Kemenag diatur melalui Keputusan Menteri Agama (Menag). Tindakan Rektor tersebut tentu menyalahi kaidah formil karena menyalahi ketentuan tertulis pada Pasal 10 Peraturan Menteri Agama Nomor 7 Tahun 2018 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri. Ketentuan norma dalam peraturan tersebut telah secara eksplisit dan ekspresif verbis menyebutkan bahwa kewenangan pengaturan biaya UKT dilakukan oleh Kemenag.

Dalam kaidah formil pengaturan UKT, Menteri Agama telah menetapkan Surat Keputusan Nomor 368 Tahun 2024 yang menetapkan besaran UKT mahasiswa berdasarkan kondisi ekonomi keluarga mahasiswa bersangkutan tertanggal pada 01 April 2024. Artinya, pengundangan Keputusan Rektor UIN Jakarta itu mendahului Keputusan Kemenag yang secara hierarkis bertentangan dalam ketentuan materiilnya.

Jika kita tarik problem kenaikan UKT secara spesifik dan aktual, ketentuan tarif UKT tentunya bertentangan dengan keputusan yang telah dibuat oleh Kemenag. Seharusnya, keputusan Rektorat harus disesuaikan baik secara formil dan materiil dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Kemenag. Alhasil, Surat Keputusan Rektor tentang kenaikan tarif UKT dengan sendirinya batal semi hukum karena telah menyalahi kaidah formil dan materiil dari penetapan suatu keputusan.

Pada akhirnya dalam konteks problematika yang ditimbulkan, kenaikan UKT di UIN Jakarta hanya menjadi momok yang menakutkan di kalangan mahasiswa. Besaran UKT yang melejit tinggi tidak memiliki urgensi apapun dan orientasi pembanguan yang berarti untuk memacu fungsionalisasi kampus. Beberapa fasilitas pembelajaran dan penyediaan praktikum kuliah cenderung stagnan, bahkan mengalami penurunan.

Selain isu komersil dalam pendidikan, kenaikan UKT ini juga berpengaruh kepada para calon mahasiswa yang ingin melanjutkan studinya di kampus UIN Jakarta. Beberapa dari calon mahasiswa yang telah diterima secara definitif mengundurkan diri dikarenakan nominal besaran UKT yang baru saja meroket tidak sesuai asumsi nominal diawal sebelum mereka diterima.

Akibatnya, sejumlah calon mahasiswa baru (camaba) tercatat mengundurkan diri. Alasannya tidaklah beragam. Beberapa dari mereka tidak sanggup untuk melunasi UKT yang begitu tinggi. Fakta tersebut tentu sangat ironis, mereka yang telah berjuang masuk di kampus yang mereka dambakan harus mereka relakan sebab kenaikan UKT dari ambisi desentralisasi, privatisasi, dan komersialisasi.

 

 

Tags: Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora Iklyma Syifaul Fajna UKTUIN Jakarta
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA