Sabtu, Juli 12, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Tata Aturan Menyelesaikan Persoalan Pangan dan Kelaparan

by Mata Banua
12 Mei 2024
in Opini
0

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd

Organisasi Pangan Dunia atau FAO yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan masih banyaknya kelaparan akut di 59 negara atau wilayah dengan jumlah 1 dari 5 orang di negara itu mengalami kelaparan akibat permasalahan pangan akut. Berdasarkan laporan mereka bertajuk Global Report on Food Crises 2024, tercatat sebanyak 282 juta orang di 59 negara mengalami tingkat kelaparan akut yang tinggi pada 2023. Jumlah orang kelaparan pada 2023 itu meningkat sebanyak 24 juta orang dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini disebabkan meningkatnya cakupan laporan tentang konteks krisis pangan serta penurunan tajam dalam ketahanan pangan, terutama di Jalur Gaza dan Sudan.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\8\8\master opini.jpg

Menuju Negeri Bersih dan Berdaya

10 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\8\8\Nur Alfa Rahmah.jpg

Indonesia Darurat Perundungan Anak: Mencari Solusi Sistemik

10 Juli 2025
Load More

“Krisis ini menuntut tanggapan segera. Menggunakan data dalam laporan ini untuk mengubah sistem pangan dan mengatasi penyebab kerawanan pangan dan kekurangan gizi akan sangat penting,” kata Sekretaris Jenderal PBB, di website FAO.org sebagaimana dikutip Sabtu (4/5/2024). Selama empat tahun berturut-turut, proporsi orang yang menghadapi kerawanan pangan sudah tinggi. Anak-anak dan perempuan berada di garis depan krisis kelaparan ini, dengan lebih dari 36 juta anak di bawah usia 5 tahun kekurangan gizi akut di 32 negara (cnbcindonesia.com).

Persoalan kelaparan yang tiada usai di dunia hari ini sejatinya merupakan buah penerapan Kapitalisme global di dunia. Sistem kapitalisme mengakibatkan sebagian besar kekayaan alam dikuasai segelintir orang. Sistem kapitalisme menafikkan kepemilikan umum atau publik. Sebaliknya liberalisasi kepemilikan diakui dan diberlakukan. Alhasil, siapa saja yang memiliki modal besar akan diberi jalan untuk melakukan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang notabenenya milik publik.

Konsep kapitalisme telah menjadikan sebagian besar umat manusia sulit mengakses kebutuhan pokoknya berupa pangan. Kalaupun diberi akses masyarakat harus membayar dengan harga mahal. Sebab liberalisasi sumber daya alam oleh pihak swasta/ pemilik modal meniscayakan kapitalisasi yang berorientasi pada untung atau bisnis. Faktanya pemerintah terus melibatkan korporasi dalam produksi dan distribusi pangan. Korporasi memiliki peran besar mengendalikan pangan, mulai dari produksi hingga distribusi yang seringkali melakukan kartel, spekulan, penimbunan, dan lain-lain.

Karenanya kedaulatan pangan adalah hal yang mustahil direalisasikan jika masih mempertahankan sistem kapitalisme. Kondisi ini diperparah dengan negara dalam sistem kapitalisme yang hanya diposisikan sebagai regulator. Negara dalam sistem kapitalisme berlepas tangan atas tanggung jawabnya sebagai pengurus rakyat termasuk menjamin pemenuhan kebutuhan pangan.

Sistem ekonomi kapitalisme tidak memiliki mekanisme menjamin kesejahteraan rakyat. Sedikitnya lapangan kerja dan rendahnya upah menjadi wajah sistem ini. Rakyat diminta berjuang sendiri untuk bisa sekedar makan. Akibatnya terjadi kesenjangan kesejahteraan.

Padahal, menurut kacamata Islam sumber energi yang melimpah seperti migas dan batubara yang menguasai hajat hidup rakyat harus dikelola negara. Penguasa akan memiliki kendali yang lebih besar dalam mengatur pemasukan dan pemanfaatan sumber daya tersebut, termasuk memastikan kebijakan yang diambil tidak merugikan publik dan merusak kelestarian lingkungan.

Hal ini tentu berbeda dengan Islam, aturan hidup yang datang dari Allah Sang Pencipta manusia dan alam semesta. Islam memandang pemimpin/ penguasa wajib bertanggungjawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang dan papan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “Imam/ pemimpin adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad).

Politik pangan Islam di dalam negeri adalah mekanisme pengurusan hajat pangan seluruh rakyat. Yakni, menjamin pemenuhan pangan seluruh rakyat individu per individu. Islam memandang peran sentral pengaturan seluruh aspek kehidupan termasuk tata kelola pangan berada di tangan negara/ Khilafah. Sebab, negara adalah penanggung jawab utama untuk mengurusi hajat rakyat yaitu sebagai raa’in (pelayan/ pengurus) dan junnah (pelindung). Negara adalah ujung tombak pengelolaan pangan bukan korporasi.

Dalam hal produksi, negara harus memberikan dukungan pada para petani dengan membuka seluas-luasnya lahan pertanian. Tanah negara dan tanah rakyat yang menganggur dan tidak dikelola dapat disulap menjadi lahan-lahan pertanian produktif bagi siapapun yang mau mengelolanya. Berbagai kemudahan harus diberikan pada petani. Mulai dari kemudahan perizinan penggunaan lahan, infrastruktur, subsidi, hingga permodalan gratis.

Dukungan lain diberikan dengan melakukan link and match dengan memanfaatkan lembaga-lembaga penelitian (riset) dalam pengembangan produksi pangan sesuai kebutuham petani. Lembaga ini akan dikelola negara, bukan korporasi. Negara Khilafah akan melepaskan diri dari ikatan-ikatan internasional. Sebab keterikatan dengan lembaga internasional menyebabkan kebijakan negara terikat dengan lembaga tersebut. Padahal dalam kebijakan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Sebab, hal ini akan menghilangkan kemandirian negara.

Begitupun rantai pasok pangan seluruhnya akan dikuasai negara, tidak boleh dialihkan kepada korporasi. Korporasi hanya boleh terlibat proses penjualan di pasar-pasar. Dalam mewujudkan kedaulatan pangan, Khilafah tidak boleh bergantung pada impor. Pemerintah akan menertibkan rantai distribusi dari petani sampai ke konsumen. Para spekulan, kartel, agen yang menimbun dan memainkan harga harus ditindak tegas dengan penegakan hukum sanksi Islam.

Khilafah juga akan menerapkan konsep kepemilikan yakni kepemilikan individu, kepemilikan publik, dan kepemilikan negara. Berdasarkan konsep ini sumber daya alam termasuk hutan, migas, dan lain-lain tidak boleh dikuasai segelintir orang. Negara wajib mengelolanya dan mengambalikan seluruhnya untuk kemaslahatan rakyat. Demikianlah, tata aturan negara Islam dalam menyelesaikan persoalan pangan. Hanya Khilafah yang mampu menyelamatkan manusia dari bencana kelaparan yang dihasilkan sistem kapitalisme.

Islam memiliki sistem yang menjamin kesejahteraan rakyat, individu per individu. Sudah saatnya umat Islam tersadarkan untuk segera memiliki agenda yang shahih dan mulia untuk meniti jalan Islam sebagai poros perubahan seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabat. Jalan yang bisa mengantarkan kepada diterapkannya syariat Islam secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan.[]

 

 

Tags: FAONor Aniyah
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA