Kamis, Juli 3, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Indonesia Darurat Bullying, Bagaimana Cara Menyelesaikannya?

by Mata Banua
21 April 2024
in Opini
0
D:\2024\April 2024\22 April 2024\8\8\foto.jpg
ilustrasi (foto:mb/web)

Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja)

Polresta Barelang telah menetapkan empat tersangka kasus bullying atau perundungan di Batam yang videonya tengah viral di media sosial. Terdapat dua video yang beredar. Pada video pertama, korban mengenakan kaos putih dan celana hitam dihajar oleh sekelompok remaja putri. Pelaku menendang kepala korban dan menjambak rambut korban. Adapun, pada video kedua, korban mengenakan kaos hitam dan celana kuning. Pelaku menendang wajah korban hingga kepalanya terbentur ke pintu besi ruko.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\master opini.jpg

Keserentakan Pemilu dan Restorasi Politik Lokal

3 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\foto opini 1.jpg

Rencana strategis Sistem Kapitalisme-Harga Beras Meroket, Stok Melimpah?

3 Juli 2025
Load More

Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho Tri N mengatakan bahwa empat pelaku dalam kasus ini adalah NH (18), RS (14), M (15), dan AK (14). Nugroho menerangkan, perundungan tersebut terjadi di kawasan ruko belakang Soto Medan Lucky Plaza, Lubuk Raja, Batam, pada Rabu (28/2/2024). Para pelaku menganiaya dua remaja, yakni SR (17) dan EF (14). Kasus ini bermula ketika pelaku dan korban saling ejek di aplikasi WhatsApp. Pelaku kemudian mengajak beberapa temannya untuk mendatangi korban.

“Jadi mereka berjumpa di belakang ruko itu. Di sana mereka melakukan penganiayaan,” kata Nugroho, Sabtu (2/3/2024), seperti dikutip dari Tribun Batam. Korban dan pelaku sama-sama sudah tidak sekolah atau putus sekolah. Mereka juga saling mengenal satu sama lain. Berdasarkan hasil penyidikan sementara, kelompok remaja putri tersebut menganiaya korban karena sakit hati, di mana korban disebut merebut pacar pelaku. Namun demikian, polisi masih mendalami dugaan tersebut. Selain itu, korban EF juga dituduh mencuri barang milik pelaku RS.

“Dan ada rasa sakit hati antara SR dan RS, jadi mereka saling mengejek. Biasa dalam pergaulan anak-anak saling mengejek. Dan di situ akhirnya RS mengajak teman-temannya N, M, dan AK untuk melakukan penganiayaan terhadap SR dan EF,” kata Nugroho. Ia menjelaskan bahwa korban mengalami luka, memar, dan bekas sundutan rokok pelaku.

Jika kita menginput kata kunci “bullying viral” di Google, kita akan mendapati banyak sekali kasus bullying (perundungan) di berbagai tempat. Menurut catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), memberikan pernyataan bahwa sistem pendidikan Indonesia membutuhkan pembenahan dan pembinaan sikap pelajar. Ini karena banyaknya bullying (perundungan) di satuan pendidikan. Komisioner Pemerhati pendidikan dan dunia remaja Hadiyatul Fitriyah, M.Si. menyatakan, masalah bullying tidak bisa dianggap remeh.

“Berdasarkan data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), terdapat 16 kasus perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah pada periode Januari hingga Agustus 2023. Adapun kasus perundungan di lingkungan sekolah paling banyak terjadi di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan proporsi 25% dari total kasus. Kemudian perundungan juga terjadi di lingkungan Sekolah Menengah Akhir (SMA) dan Sekolah Menegah Kejuruan (SMK), yang sama-sama mendapatkan persentase sebesar 18,75%. Sementara itu, di lingkungan Madrasah Tsanawiyah dan pondok pesantren, masing-masing dengan persentase sebesar 6,25%. Ini tidak bisa dianggap remeh,” paparnya.

Padahal, perundungan merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan untuk menyakiti secara sengaja dan terang-terangan. Korbannya bisa mengalami gangguan fisik dan psikis, bahkan sudah banyak yang meninggal akibatnya. KPAI menilai perundungan seperti ini tergolong berat dan kompleks sebab korban mengalami kekerasan fisik, seksual, hingga psikologis. Betapa tragis kematian anak tersebut, ia harus meregang nyawa karena beban psikis.

Bullying atau perundungan merupakan tindakan yang menggunakan kekuasaan untuk menyakiti seorang individu maupun sekelompok orang, baik secara verbal, fisik, dan psikologis, sehingga korbannya akan merasa trauma, tertekan, dan tidak berdaya. Remaja yang menjadi korban perundungan lebih berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara mental maupun fisik.

Beberapa masalah yang kemungkinan akan diderita oleh seorang anak yang menjadi korban bullying, yaitu munculnya berbagai masalah mental seperti kegelisahan, depresi, dan masalah tidur yang akan terbawa hingga berumur dewasa, keluhan kesehatan fisik (seperti sakit perut, sakit kepala, dan ketegangan otot), selain itu, ada pula rasa tidak aman ketika berada di lingkungan sekolah, serta penurunan semangat belajar dan prestasi akademis.

Kasus perundungan hanyalah sebagian dampak penerapan sistem kehidupan sekuler yang makin menjauhkan generasi dari hakikat penciptaan manusia, yakni menjadi hamba Allah Taala yang taat dan terikat syariat. Banyak faktor yang memengaruhi maraknya kasus perundungan.

Pertama, kebijakan negara, yakni kurikulum yang tegak di atas nilai-nilai sekuler. Nyatanya, perundungan bisa terjadi di sekolah mana saja. Inilah konsekuensi yang harus kita tanggung ketika negara lebih memilih penerapan kurikulum dan sistem pendidikan berbasis akidah sekularisme. Daya rusak akidah ini sangat dahsyat. Lihatlah, betapa perilaku generasi kita yang makin ke sini makin jauh dari karakter umat terbaik. Perundungan, kekerasan seksual, narkoba, perzinaan, tawuran, bunuh diri, pembunuhan, dan sebagainya, kerap mengintai generasi kita.

Kedua, pola asuh pendidikan sekuler masih mewarnai pendidikan di keluarga. Kebebasan berekspresi dan berperilaku kerap menjadi faktor pemicu anak-anak mudah mengakses tontonan berbau kekerasan dan konten porno. Beberapa kasus perundungan pada siswa SD tersinyalir karena pelaku mengakses konten pornografi dan kekerasan lewat ponsel. Faktor kebebasan ini pula yang menjadi model bagi orang tua dalam mendidik anak-anak mereka.

Anak-anak mendapat banyak kemudahan dalam teknologi, tidak ada pengawasan, jadilah mereka mencontoh apa pun yang terakses melalui dunia digital dan media sosial. Begitu pula, pola asuh mendidik ala sekuler mengakibatkan anak tidak kental dengan suasana keimanan di rumah. Budaya liberal seperti kebolehan pacaran, perilaku permisif (serba boleh), tidak ada sanksi ketika berbuat salah atau menyalahi Islam, dan pembelaan buta terhadap kesalahan yang anak perbuat, terkadang juga menjadi bibit perilaku perundungan.

Ketiga, kehidupan masyarakat yang individualistis makin mengikis kepedulian antarsesama. Masyarakat cenderung apatis ketika terjadi kriminalitas atau perbuatan yang mengarah ke perundungan jika yang dirundung bukan anak mereka. Masyarakat tumbuh menjadi manusia yang mudah kalap, tersulut emosi dan kemarahannya, lalu saling membalas perilaku dengan kekerasan. Terkadang, perilaku mencela dan menghina secara verbal masih dianggap wajar dan sekadar perilaku normal nakalnya anak-anak.

Jika model masyarakat seperti ini terus berjalan, anak-anak kita juga yang akan terpengaruh dengan karakter masyarakat tempat mereka tumbuh dan berkembang.Ketiga poin di atas menunjukkan betapa pentingnya peran pemangku kebijakan (negara), orang tua, dan masyarakat dalam mencegah perundungan agar tidak makin menjadi.

Perundungan adalah penyakit sosial dari hasil peradaban sekuler Barat. Bukan hanya marak terjadi di Indonesia, tetapi juga di sekolah-sekolah luar Indonesia. Sistem sekuler telah membawa generasi saat ini ke dalam jurang kerusakan yang sangat parah. Jika kita bercermin pada peradaban Islam, profil generasi yang dihasilkan sungguh sangat bertolak belakang. Dalam sistem Islam, akidah Islam adalah landasan dasar dalam pendidikan.

Tidak heran jika pada masa Islam tampil sebagai peradaban dunia, telah lahir banyak individu berkepribadian mulia, berakhlak karimah, dan unggul dalam ilmu dunia. Islam memiliki beberapa langkah pencegahan dan penanganan untuk mencegah bullying.

Pertama, peran negara. Dalam hal ini, kurikulum pendidikan didasarkan pada akidah Islam. Menanamkan akidah Islam sejak dini menjadi modal utama. Anak yang beriman kuat tidak akan melakukan hal-hal yang Allah haramkan. Pandangan yang disajikan dalam media apa pun juga harus bebas dari kekerasan, pelecehan, maksiat, dan segala yang dilarang dalam Islam. Negara menutup segala akses yang dinilai menyimpang dari tujuan pendidikan Islam.

Kedua, peran masyarakat dan sekolah. Masyarakat membiasakan sistem Islam dengan berbuat amar makruf nahi mungkar. Mereka adalah pemantau dan pengawas perilaku masyarakat. Adapun sekolah juga menerapkan kurikulum berbasis Islam. Setiap guru tidak akan dipusingkan dengan beban kerja dan gaji rendah. Pada masa peradaban Islam, misalnya, guru digaji tinggi dan fokus mendidik generasi penerus dengan baik.

Ketiga, peran keluarga sebagai sekolah pertama bagi anak. Orang tua tidak akan terbebani dengan biaya pendidikan sebab negara memfasilitasi pendidikan secara gratis bagi rakyatnya. Negara juga membuka peluang kerja bagi laki-laki sebagai kepala keluarga. Alhasil, kaum perempuan tidak akan terbebani oleh masalah ekonomi dan ibu bisa fokus pada perannya sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. Kalau kebutuhan dasar sudah terpenuhi, ibu fokus mengurusi generasi dan ayah tenang dalam menafkahi, tidak perlu ada lagi produk generasi gagal tatkala sistem Islam diterapkan.

Demikianlah beberapa tindakan pencegahan dalam Islam. Sementara itu, terkait penanganan jika terjadi bullying, negara menerapkan sanksi tegas yang mampu memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Tidak ada perbedaan antara pelaku kekerasan antara remaja dan dewasa. Dalam Islam, tidak ada istilah anak di bawah umur. Ketika anak sudah balig, ia menjadi mukalaf dan sudah menanggung segala konsekuensi taklif hukum yang berlaku dalam syariat Islam.

Dalam sistem Islam, siapa pun yang sudah mukalaf, jika melanggar ketentuan syariat, ia harus menanggung sanksi yang diberikan. Namun, dalam kacamata sekularisme, anak yang sudah balig, jika masih di bawah usia 18 tahun, tetap diperlakukan layaknya “anak-anak”. Paradigma semacam itu akhirnya membuat anak kurang bertanggung jawab atas setiap perbuatannya. Kedewasaan dirinya tidak terbentuk karena selalu dianggap “anak-anak”.

Coba bandingkan ketika Islam menjadi landasan dalam kurikulum pendidikan keluarga dan sekolah, mereka akan mendapat pemahaman mengenai fase usia balig terkait tanggung jawab, taklif hukum, serta konsekuensi segala perbuatannya. Oleh karenanya, bullying bisa dihentikan dan diakhiri hanya dengan mengubah paradigma pendidikan serta menerapkan sistem Islam secara kafah. Ini karena Islam memiliki lapisan pelindung terhadap bullying, yakni, akidah, syariat, dan sistem sanksinya.

Jelaslah bahwa persoalan mendasar penyebab perundungan adalah persoalan yang bersifat sistemis, yakni akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan. Telah nyata bahwa sistem sekuler kapitalisme merupakan sistem rusak dan merusak, menggiring manusia pada keburukan dan kenestapaan tanpa pandang bulu. Orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak, semua menjadi korbannya. Sudah seharusnya kita membuang sistem rusak seperti ini dan menggantinya dengan sistem kehidupan yang benar, yaitu sistem kehidupan yang datang dari Allah Taala, tidak lain adalah sistem Islam.

 

 

Tags: BullyingNor Faizah Rahmipraktisi pendidikan
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA