
Apakah kurikulum Bahasa Indonesia SD/MI di Indonesia baik-baik saja? Sebenarnya tidak. Kita tahu, pergantian kurikulum dalam satu dekade terakhir dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTS), Kurikulum 2013, Kurikulum Merdeka, dan baru saja Kemdikbud merillis Kurikulum Nasional tentu menjadi catatan tersendiri bagi perkembangan kurikulum Bahasa Indonesia di SD/MI. Seolah, pemerintah tidak merancang blueprint jangka panjang kurikulum yang holistik, komprehensif dan tidak “gonta-ganti”. Bahkan, di era Mas Menteri Nadiem Makarim ini sudah tiga kali, yaitu Kurikulum Prototipe, berubah menjadi Kurikulum Merdeka, dan barusan menjadi Kurikulum Nasional.
Dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, apapun kurikulumnya, Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang sangat penting. Sebagai bahasa resmi negara dan bahasa persatuan bangsa, Bahasa Indonesia tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga merupakan cerminan dari identitas dan budaya bangsa. Oleh karena itu, peran kurikulum Bahasa Indonesia dalam pembangunan keterampilan berbahasa tingkat SD/MI sangatlah vital. Namun, dalam menghadapi perkembangan zaman dan tuntutan globalisasi, reformulasi kurikulum Bahasa Indonesia untuk SD/MI menjadi suatu kebutuhan mendesak.
Tantangan Kurikulum Bahasa Indonesia
Saat ini, kurikulum Bahasa Indonesia untuk SD dihadapkan pada beberapa tantangan yang perlu dilakukan reformulasi. Pertama, kurangnya penekanan pada keterampilan berbahasa yang holistik. Kurikulum Bahasa Indonesia seringkali terlalu fokus pada aspek kebahasaan saja, seperti tata bahasa dan kosa kata, sementara aspek-aspek lain seperti keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis tidak mendapatkan penekanan yang cukup. Meski di Kurikulum Merdeka ditambah keterampilan memirsa dan mempresentasikan, namun pada realitasnya masih sebatas catur tunggal keterampilan berbahasa.
Peserta didik SD/MI saat ini sudah tidak asing dan sudah terbiasa bertutur kata kasar, menggunakan umpatan, perundungan, ujaran kebencian, dan sebagainya. Hal ini mau tidak mau, diakui atau tidak adalah “kegagalan” kurikulum Bahasa Indonesia yang belum menguatkan karakter peserta didik. Bahasa dan karakter menjadi dua keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Namun, mengapa kurikulum Bahasa Indonesia belum maksimal mendesain karakter peserta didik yang melibatkan penguatan sastra dan budaya Indonesia di dalam kurikulum tersebut? Ini menjadi pekerjaan berat bagi guru SD/MI.Kedua, keterbatasan model, strategi, dan metode pembelajaran Bahasa Indonesia.
Metode pembelajaran dalam kurikulum Bahasa Indonesia masih terbatas pada pendekatan yang bersifat tradisional, seperti pengajaran konvensional di kelas. Hal ini dapat menghambat perkembangan kreativitas dan keterampilan berpikir kritis siswa dalam menggunakan bahasa. Ketiga, kurangnya relevansi dengan kehidupan nyata. Beberapa materi yang diajarkan dalam kurikulum Bahasa Indonesia mungkin terasa kurang relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini dapat mengurangi minat dan motivasi siswa dalam belajar Bahasa Indonesia.Keempat, belum terintegrasinya muatan kurikulum Bahasa Indonesia, sastra, dan literasi. Kelima, porsi sastra masih dianaktirikan, bahkan sangat sedikit sekali. Padahal, bahasa dan sastra menjadi peletak karakter-karakter mulia bagi peserta didik. Saat ini anak dimanjakan dengan gawai sehingga kemampuan menulis puisi, cerita pendek, dongeng, cerita bergambar, dan karya sastra lama terabaikan. Dari beberapa problem tersebut diperlukan reformulasi kurikulum Bahasa Indonesia yang holistik, komprehensif dan berkelanjutan.
Reformulasi Kurikulum Bahasa Indonesia
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, reformulasi kurikulum Bahasa Indonesia untuk SD dapat dilakukan dengan pendekatan yang holistik dan berorientasi pada kebutuhan siswa. Pertama, merestorasi kurikulum Bahasa Indonesia dengan memasukkan lima komponen utam kurikulum, yaitu tujuan, materi, strategi pembelajaran, organisasi kurikulum, dan penilaian atau evaluasi. Kedua, integrasi konten yang relevan sesuai perkembangan, gaya belajar, dan kebutuhan peserta didik. Materi pembelajaran dalam kurikulum Bahasa Indonesia haruslah relevan dengan kehidupan nyata siswa. Penggunaan teks atau konten yang aktual dan bermakna bagi siswa dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar mereka.
Ketiga, penekanan pada keterampilan berbahasa yang holistik. Kurikulum Bahasa Indonesia perlu memberikan penekanan yang seimbang pada keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, memirsa, dan mempresentasikan. Siswa SD/MI perlu diajak untuk berinteraksi aktif dengan bahasa dalam berbagai konteks komunikasi. Keempat, pengembangan model, strategi, dan metode pembelajaran bahasa yang inovatif. Kurikulum Bahasa Indonesia perlu mengadopsi metode pembelajaran yang inovatif dan interaktif, seperti pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran kooperatif, dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran bahasa.
Kelima, penambahan muatan materi ilmu sastra dan karya sastra Indonesia, ilmu dan karya sastra lama, fonologi, morfologi, sintaksis, pragmatik, psikolinguistik, dan sosiopsikolinguistik yang komprehensif. Keenam, penambahan porsi materi pendidikan karakter berbasis bahasa, sastra, dan budaya. Ketujuh, pemberdayaan guru kelas SD/MI dalam materi Bahasa Indonesia. Guru kelas SD/MI perlu diberikan pelatihan dan dukungan yang memadai dalam mengimplementasikan kurikulum Bahasa Indonesia yang berparadigma baru. Pemberdayaan guru dapat dilakukan melalui pelatihan, bimbingan teknis, dan pertukaran pengalaman antarguru.
Kedelapan, reformulasi capaian pembelajaran Bahasa Indonesia yang mengarah kepada kebutuhan zaman. Literasi baru, literasi digital, literasi fungsional, harus menjadi pilar penting dalam reformulasi tersebut. Kesembilan, evaluasi berkelanjutan. Proses reformulasi kurikulum Bahasa Indonesia haruslah diikuti dengan evaluasi yang berkelanjutan untuk mengevaluasi efektivitas implementasi kurikulum baru. Hasil evaluasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penyesuaian dan perbaikan selanjutnya.
Reformulasi kurikulum Bahasa Indonesia untuk SD merupakan langkah penting dalam membangun generasi muda Indonesia yang kompeten dalam berbahasa. Dengan menerapkan pendekatan yang holistik dan relevan, diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan berbahasa yang tidak hanya menguasai tata bahasa dan kosa kata, tetapi juga mampu berkomunikasi secara efektif, kritis, dan kreatif dalam berbagai situasi. Dengan demikian, kurikulum Bahasa Indonesia yang baru dapat menjadi landasan yang kuat bagi pembentukan karakter dan kepribadian siswa yang berdaya saing di era globalisasi ini.