Oleh: Cahyani Pramita, SE (Pemerhati Masyarakat)
PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT) menaikkan tarif Jalan Tol Jakarta-Cikampek dan Jalan Layang Mohamed Bin Zayed (MBZ) mulai Sabtu (9/3/2024) pukul 00.00 WIB. Kenaikan tarif ini mengacu pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 250/KPTS/M/2024 tanggal 2 Februari 2024. (katadata.co.id, 7/3/2024)
Kenaikan tarif tol ini dirasakan signifikan oleh masyarakat (terutama para pengguna tol) dan mengundang banyak protes. Tol sebagai sarana publik yang digunakan banyak pihak, dilalui banyak kendaraan umum pengangkut makanan atau barang-barang konsumsi. Pastinya ini juga akan berimbas pada pengeluaran semakin besar, harga barang pun turut disesuaikan dan tak ayal biaya hidup rakyat terasa semakin berat.
Kalau dipikir-pikir, sungguh sebuah keanehan. Mengapa ada perbedaan jalan tol dan jalan umum, jalan yang gratis dan jalan yang berbayar saat melewatinya. Bukankah seharusnya sama-sama fasilitas yang memang wajib disediakan negara untuk rakyat? Jalan umum dan jalan tol sama-sama dibangun di tanah negeri ini, tapi mengapa untuk melewati jalan tol, rakyat pemilik tanah negeri ini malah disuruh membayar bahkan dengan tarif yang terus naik secara berkala?
Hingga awal 2022 lalu, BPJT menyatakan sepanjang lebih dari 2.499,06 km jalan tol telah beroperasi di Indonesia. Namun setiap masuk atau keluar tol, pengguna jalan harus membayar sejumlah harga demi menikmati tol yang dilalui itu. Jelas sekali komersialisasi pada infrastuktur ini. Bahkan negara secara terbuka membiarkan investasi asing bergulir dalam pembangunan jalan tol. Indonesia telah memiliki terobosan dalam skema pembiayaan investasi dengan kehadiran Indonesia Investment Authority (INA). Artinya, pembiayaan infrastruktur termasuk tol tidak lagi bersandar kepada utang, melainkan investasi.
Vice President Corporate Secretary and Legal PT JTT Ria Marlinda Paallo dalam keterangan resmi, Rabu (6/3/24) mengatakan “Penyesuaian tarif ini dibutuhkan untuk memastikan iklim investasi jalan tol yang kondusif, menjaga kepercayaan investor dan pelaku pasar terhadap industri jalan tol yang prospektif di Indonesia, serta menjamin level of service pengelola jalan tol tetap sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM) jalan tol.”
Dari pernyataan tersebut, nampak jelas yang dijaga kepentingannya adalah para investor/pemilik modal. Rakyat? Malang nian, tak ada dipikirkan bagaimana imbasnya dari kenaikan tarif tersebut bagi kehidupan rakyat.
Demikian yang terjadi dalam negara yang menganut paham kapitalisme. Peran negara diminimalisir hingga dimandulkan, hanya sekedar regulator dan fasilitator. Negara merasa cukup berperan dengan menyediakan jalan-jalan umum yang ala kadarnya (kualitas dan kuantitas. Sedangkan sarana publik seperti jalan tol difasilitasi oleh negara dengan menyiapkan regulasinya. Tol tersedia bagi rakyat namun menjadi kantong bisnis bagi penguasa dan pengusaha demi mereka mendapatkan profit yang lebih besar.
Hal ini bertolak belakang dengan sistem Islam. Islam memposisikan negara (penguasa) sebagai pengurus urusan rakyat. Negara bertanggungjawab penuh dalam pemenuhan kebutuhan rakyat, termasuk dalam hal fasilitas umum. Tak ada unsur komersil, semua murni pelayanan negara untuk rakyat sebagaimana ketentuan syariat.
Kita bisa tengok buktinya pada masa kekhilafahan Islam silam. Pembangunan infrastruktur berjalan pesat dan ditangani oleh negara (bukan diserahkan pada investor). Jalan-jalan di Kota Baghdad, Irak (pada abad ke-8) pada masa pemerintahan Khalifah Al Mansyur sudah terlapisi aspal. 762 M, sedangkan Eropa baru membangun jalan pada abad ke-18.
Khalifah Umar bin Khaththab juga pernah mendanai pembangunan infrastruktur melalui anggaran khusus di baitul mal. Khalifah tidak mengalokasikan pembiayaan infrastruktur dengan jalan utang atau investasi asing. Negara akan membiayai sepenuhnya pembangunan infrastruktur dengan dana dari baitul mal. Dana yang terhimpun di Baitul mal terdiri dari harta fai, ganimah, anfal, usyur, khumus, rikaz, zakat, jizyah, kharaj, serta pengelolaan barang tambang.
Insyaa Allah, dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh rakyat akan terpelihara dengan baik. Negara hadir sebagai pelayan yang bertanggung jawab penuh. Rakyat dapat mengakses dan memanfaatkan fasilitas publik termasuk jalan tanpa diskriminasi, tanpa unsur komersil pula didalamnya. Negara juga tak kesulitan dan ikhlas sepenuhnya membangun fasilitas-fasilitas umum untuk kehidupan rakyat. Wallahua’lam bish shawab.