Sabtu, Agustus 2, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

KPI Nilai Lapangan Kerja Generasi Muda Akan Terganggu

Pemerintah Wacanakan TNI/Polri Masuk ASN

by Mata Banua
18 Maret 2024
in Headlines
0

JAKARTA – Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menyebut rencana TNI/Polri aktif menduduki jabatan aparatur sipil negara (ASN) bakal mengganggu lapangan kerja, terutama generasi muda.

Sekretaris Jenderal KPI Mike Verawati Tangka mengatakan, generasi muda saat ini sedang kesulitan mencari pekerjaan. Itu juga tercermin dalam urusan birokrasi di Tanah Air.

Artikel Lainnya

C:\Users\Desain 01\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\master.jpeg

Jimly: Prabowo Marahi Hakim MK

31 Juli 2025
Komisi I DPR Masih Awasi Kasus Arya Daru

Komisi I DPR Masih Awasi Kasus Arya Daru

31 Juli 2025
Load More

“Generasi muda sekarang juga sedang mempunyai problem tentang keterbatasan lapangan pekerjaan, (ditambah dengan) masuknya militer dan sektor keamanan kepada ruang-ruang sektor sipil, yang seharusnya dipegang oleh mereka yang memiliki profesionalitas dan kapasitas yang spesifik,” katanya dalam diskusi Reformasi Mundur: Perluasan Komando Teritorial & Kembalinya Dwifungsi ABRI Melalui Implementasi UU ASN di Jakarta Selatan, Minggu (17/3), seperti dikutip CNNIndonesia.com.

Mike mewanti-wanti jangan sampai masuknya TNI/Polri ke dalam tubuh ASN atau sektor sipil lain akan memperparah gerak masyarakat dan kebebasan publik. Padahal, ruang publik untuk bersuara itulah yang diperjuangkan selama ini.

Koalisi Perempuan Indonesia juga menyoroti bagaimana selama ini modus pemerintah ‘menyusupkan’ militer ke dalam jabatan-jabatan publik.

“Bagaimana mereka masuk ke ranah-ranah ekonomi atau investasi yang itu sebenarnya hanya modus belaka. Kita harus jelas posisinya menolak kebijakan TNI/Polri masuk ke ASN, kita harus menyuarakan ini bagian dari pemberangusan negara terhadap ruang-ruang sipil yang selama ini harus diberikan,” tegas Mike.

“Negara harus hadir, bagaimana menyiapkan lapangan pekerjaan sektor-sektor yang itu dapat dimasuki sipil, bukan justru bukan membuka ruang atau menyiapkan kanal-kanal untuk masuknya militer kepada sektor-sektor sipil,” jelasnya.

Ketua Centra Initiative dan Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Al A’raf menjabarkan tiga bahaya utama jika TNI/Polri benar diperbolehkan mengisi jabatan sipil.

Pertama, ia menyebut langkah ini akan melemahkan profesionalisme TNI/Polri. Al A’raf menyinggung soal tugas dan orientasi militer yang tadinya menjaga pertahanan malah terabaikan karena keasyikan mengemban jabatan sekelas direktur jenderal di kementerian/lembaga (K/L).

Kedua, Al A’raf menegaskan jabatan-jabatan sipil itu bukan kompetensi para TNI/Polri. Ia menegaskan ada perbedaan hakikat pembentukan militer dan birokrasi sipil.

“Hakikat dibentuk militer di negara manapun dilatih, dididik, dan dipersiapkan untuk perang. Maka doktrin dia (militer), kill or to be kill. Sementara birokrasi sipil itu orientasinya to serve, untuk melayani, berbeda,” jelasnya.

“Jadi, kalau ada militer aktif masuk dalam ruang birokrasi itu jelas-jelas akan mengganggu birokrasi sipil secara hakikat,” tegas Al A’raf.

Ketiga, menurutnya akan pecah konflik antara militer dengan pegawai negeri sipil (PNS). Al A’raf mencontohkan bagaimana para ASN berjuang dari mulai mendaftar sebagai CASN hingga mengikuti banyak pelatihan dan pendidikan untuk meisi jabatan sipil.

Namun, jabatan struktural tersebut malah ‘diserobot’ oleh para militer aktif. Ia menyebut ini akan berujung pada demotivasi kerja para ASN.

Al A’raf menegaskan masyarakat, khususnya ASN, jangan mau dibodohi dengan konsep resiprokal. Ia menekankan pemerintah yang mengklaim ASN juga mengisi jabatan di TNI/Polri hanyalah pembodohan.

“Sudahlah jangan kita dibodohi terus. Kalau militer TNI aktif bisa jadi pejabat, dirjen. Pertanyaan saya, PNS apa bisa jadi kapolda atau pangdam? Kan gak bisa. Jangan bodoh-bodohi kita lah,” tegas Al A’raf.

“Resiprokal itu gak ada. Itu kan pemanis-pemanis, PNS bisa kok kerja di divkum (Divisi Hukum Polri), emang bisa PNS jadi kadivkum? Gak bisa. Orang polisi yang mau jadi kadivkum aja banyak, pusing. Tentara juga banyak pengin jadi pangdam, pusing. Jadi gak apple to apple,” tutupnya.

Berdasarkan keterangan resmi di situs Kemenpan RB, rencana TNI/Polri bisa mengisi jabatan ASN ini akan dituangkan dalam peraturan pemerintah (pp) sebagai tindak lanjut UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. RPP manajemen ASN ini mencakup 22 bab yang terdiri dari 305 pasal.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas mengatakan Presiden Joko Widodo juga sudah menyetujui RPP manajemen ASN ini pada 5 Februari 2024 lalu. Ia menargetkan RPP manajemen ASN ini rampung pada 30 April 2024 mendatang.

“Tentu aturan ini bersifat resiprokal dan akan diseleksi secara ketat, serta disesuaikan dengan kebutuhan instansi yang bersangkutan dengan mekanisme manajemen talenta. Kita akan mendapatkan talenta terbaik dari TNI/Polri dan mereka pun dapatkan ASN terbaik,” tegas Anas dalam keterangan resmi, Selasa (12/3).

“Kita telah melibatkan para akademisi untuk memperkaya referensi dan sudut pandang lain dari pakar dan profesional, agar PP manajemen ASN yang kita hasilkan nanti berkualitas dan tentu implementatif di lapangan,” katanya.

Desak Batalkan RPP

Sejumlah kelompok masyarakat sipil mengkritik langkah pemerintah yang berencana membuat TNI dan Polri aktif bisa mengisi jabatan aparatur sipil negara (ASN).

Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Mabruri mendesak agar Presiden Joko Widodo agar membatalkan wacana tersebut. Menurutnya rancangan peraturan pemerintah (RPP) manajemen ASN dari Kemenpan-RB hanya akan mengembalikan praktik dwifungsi ABRI.

Padahal, kata dia, praktik yang melekat dengan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto sudah dihapuskan sebagai salah satu amanat dari reformasi. Karenanya, ia menilai hal itu sebagai bentuk kemunduran kembali ke Orde Baru.

“Rencana kebijakan tadi (RPP manajemen ASN) harus dikaji secara serius dan bahkan harus dibatalkan, mengingat bertentangan dengan agenda Reformasi,” ujarnya dalam sebuah diskusi, Minggu (17/3), seperti dikutip CNNIndonesia.com.

Sementara, Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Daniel Awigra menduga pemerintah sedang berupaya melakukan sekuritisasi lewat wacana pengisian jabatan ASN oleh TNI-Polri.

Daniel mengatakan sekuritisasi adalah konsep menjadikan semua di luar isu keamanan dan pertahanan turut menjadi domain militer. Dengan begitu, TNI/Polri bisa masuk ke ranah sipil dengan dalih menjaga keamanan dan pertahanan negara.

“Dalam konteks hari ini bisa isu apa saja, tapi dalam konteks Orde Baru itu isu ekonomi. Siapapun yang melawan proyek-proyek pembangunan oleh Bapak Pembangunan (Soeharto) itu bisa dikatakan musuh-musuh pembangunan. Orang-orang (masyarakat sipil) yang kapan saja nasibnya bisa enggak jelas,” wanti-wanti Daniel.

“Kalau masyarakat sipil tidak mengatakan bahwa ini ada gejala ke sana dan kita tidak ingin membiarkan, artinya kita menolak RPP ini, maka saya rasa demokrasi kita benar-benar sudah di ujung tanduk,” imbuhnya. web

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA