
Oleh: Nor Aniyah, S.Pd (Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi)
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas mengatakan selama ini pemerintah menggunakan basis perhitungan masyarakat miskin ekstrem dengan garis kemiskinan USD1,9 purchasing power parity (PPP) per hari. Padahal secara global sudah USD2,15 PPP per hari. Dengan basis perhitungan garis kemiskinan sebesar USD1,9 PPP, itu saja pemerintah harus mengentaskan 5,8 juta jiwa penduduk miskin hingga mencapai nol persen pada 2024. Ini setara dengan 2,9 juta orang per tahunnya. Jika menggunakan basis global yang USD2,15 PPP per hari, maka pemerintah harus mengentaskan 6,7 juta orang penduduk miskin hingga 2024 atau 3,35 juta orang per tahunnya (Okezone.com).
Kemiskinan adalah bencana bagi sebuah peradaban. Kemiskinan membuat manusia tidak mendapatkan dan kesusahan memenuhi hak-hak hajat kehidupan. Hal ini akan menimbulkan efek domino, di antaranya berefek pada kualitas generasi. Data global yang dikumpulkan Organisasi Buruh Internasional (ILO), Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) dan Save the Children, jumlah anak di seluruh dunia yang tak memiliki akses perlindungan sosial (perlinsos) apapun mencapai 1,4 miliar anak berusia di bawah 16 tahun. Tiadanya akses perlinsos ini membuat anak-anak lebih rentan penyakit, gizi buruk dan terpapar kemiskinan.
Di negara-negara berpendapatan rendah, hanya 1 dari 10 anak bahkan kurang, yang mempunyai akses terhadap tunjangan anak. Direktur Global Kebijakan Sosial dan Perlindungan Sosial UNICEF, dikutip dari Antara Kamis (15/2) menyampaikan terdapat 333 juta anak hidup dalam kemiskinan ekstrem, berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS (setara Rp33.565) per hari, dan hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi (Kumparan.com).
Data tersebut sebenarnya menggambarkan kemiskinan adalah problem dunia. Lebih dalam lagi hal tersebut menandakan adanya persoalan sistemik yang dihadapi dunia. Sebagaimana diketahui sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem kapitalisme. Sistem ini memberi kebebasan dalam kegiatan ekonomi sehingga para kapital dapat menguasai hajat hidup rakyat, termasuk menguasai sumber daya alam. Padahal, sumber daya alam adalah harta yang seharusnya digunakan menjamin kebutuhan masyarakat, seperti menjamin tersedianya layanan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.
Tak hanya itu, sistem kapitalisme juga membuat para kapital mengendalikan ketersediaan lapangan kerja, kebutuhan pokok masyarakat, dan sejenisnya. Sementara negara dalam sistem kapitalisme keberadaannya tidak lebih sebagai reinventing goverment di mana negara hanya berperan sebagai regulator. Akibatnya, masyarakat khususnya generasi akan mengalami banyak problem kehidupan.
Agama dipinggirkan dari kehidupan. Kalaupun ada bagian dari agama yang masih dilestarikan hanyalah ibadah mahdah tanpa ada ruh, yaitu kesadaran akan hubungan dengan Allah (idrak sillah billah). Sehingga persoalan umat begitu banyak yang tidak terselesaikan hingga membuat keadaan umat semakin buruk disebabkan ditinggalkannya syariat Islam dari kehidupan.
Jika sistem kapitalisme gagal memberikan kesejahteraan generasinya, maka tidak dengan sistem Islam. Sebagai ideologi Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan. Mekanisme tersebut menjamin dari level individu, yakni adanya kewajiban bekerja bagi setiap laki-laki untuk memberi nafkah kepada keluarganya. Kemudian level masyarakat yakni dorongan amal shalih berupa berinfaq, shadaqah, waqaf dan sejenisnya dari mereka yang memiliki harta lebih untuk diberikan kepada yang kekurangan. Hanya saja, dua level ini tidak akan pernah cukup. Karena itu, Islam mewajibkan negara yakni Daulah Khilafah berperan mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Ketegasan dan perintah ini terlihat dari dalil-dalil yang menunjukkan ancaman berat bagi penguasa (negara) ketika mereka lalai memelihara urusan rakyat. Rasulullah Saw bersabda: “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Adapun tugas negara untuk mengentaskan kemiskinan menurut Islam, antara lain:
Pertama, menciptakan lapangan kerja dan memerintahkan rakyat giat bekerja. Sektor lapangan kerja dalam Khilafah terbuka luas seperti di bidang pertanian, peternakan, jasa maupun industri. Sektor ekonomi riil akan ditumbuhsuburkan negara sehingga pertumbuhan ekonomi akan dirasakan nyata masyarakat.
Kedua, menutup semua kecurangan yang mematikan ekonomi seperti praktik riba, judi, ghabn fahisy (penipuan harga dalam jual beli), tadlis (penipuan barang/ alat tukar) maupun ihtikar (menimbun). Hal ini dipertegas dengan sistem sanksi yang diberikan kepada para pelaku kecurangan.
Ketiga, mengelola sumber daya alam (SDA) secara mandiri sebagaimana perintah syariat. Islam mengharamkan penguasaan SDA oleh para kapital seperti saat ini. Hal tersebut menyebabkan harta yang seharusnya digunakan untuk menjamin kesejahteraan rakyat beralih ke kantong pribadi para kapitalis. Rasulullah Saw bersabda: “Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud).
Keempat, negara wajib menjamin secara langsung kebutuhan publik yang meliputi pendidikan, kesehatan dan keamanan. Maksudnya, negara wajib memberikan semua kebutuhan tersebut secara gratis kepada rakyatnya baik Muslim atau non-Muslim, kaya atau miskin, tua atau muda. Adapun dana untuk menjamin kebutuhan tersebut bersumber dari hasil pengelolaan SDA yang masuk ke pos kepemilikan umum Baitul Maal.
Seperti inilah mekanisme Khilafah menjamin masyarakatnya termasuk upaya mengangkat generasi dari kemiskinan. Meski demikian, bukan berarti di dalam Khilafah tidak akan ada orang miskin. Keberadaan orang miskin dalam Khilafah karena qadha (ketentuan), namun dengan yang diberikan Khilafah kepada semua masyarakatnya semiskin-miskinnya masyarakat dalam Khilafah masih bisa mendapatkan jaminan kehidupan yang layak. Dengan begitu kualitas generasi tetap terjaga.
Islam mengajarkan tentang hakikat hidup dengan sempurna. Sehingga syariah mesti didakwahkan dan ditawarkan sebagai solusi berbagai problem yang membelit negeri. Islam mewajiban negara mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui berbagai mekanisme yang ditetapkan dalam sistem Islam. Perlindungan generasi menjadi prioritas negara melalui berbagai kebijakan negara. Tentu saja, peradaban Islam adalah satu-satunya yang menjamin terwujudnya kesejahteraan dan keberkahan ideal sesuai tuntunan syariah Allah SWT.[]