Jumat, Juli 4, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Layanan untuk Difabel Dipermudah, Melayani atau Mengeksploitasi?

by Mata Banua
15 Februari 2024
in Opini
0

Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Remaja)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengadakan edukasi keuangan bagi penyandang disalibilitas atau difabel. Dalam kesempatan itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumn, Friderica Widyasari Dewi bertanya terkait kesulitan penyandang disabilitas membuat tabungan, asuransi hingga kredit dari perbankan.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\master opini.jpg

Keserentakan Pemilu dan Restorasi Politik Lokal

3 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\foto opini 1.jpg

Rencana strategis Sistem Kapitalisme-Harga Beras Meroket, Stok Melimpah?

3 Juli 2025
Load More

Awalnya, perempuan yang biasa disapa Kiki itu bertanya siapa saja yang memiliki usaha. Kemudian beberapa di antaranya tunjuk tangan sembari memberitahukan usahanya, mulai dari warung pecel, jual kerupuk, hingga jualan kopi. Lalu Kiki bertanya, apakah sudah mendapatkan akses dari sektor keuangan. “Apakah sudah mendapatkan akses di sektor keuangan?” tanya Kiki dalam sambutanya di acara Edukasi Keuangan bagi Penyanda Disabilitas, di Perpustakaan Nasional Salemba, Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Para peserta webinar yang dihadiri disabilitas itu menjawab kompak bahwa mereka belum mendapatkan akses dari sektor keuangan. Kiki juga bercerita telah mendapatkan banyak masukan terkait sulitnya disabilitas mendapatkan akses keuangan. Dia juga bertanya kepada para peserta apakah betul sulit membuat tabungan. “Buat kita selama ini untuk seperti membuka rekening itu suatu hal yang biasa. Tetapi ternyata mungkin buat bapak ibu itu sesuatu yang tidak mudah betul ya?” tanya Kiki. Kemudian pertanyaan itu dijawab kompak dan lantang oleh peserta acara tersebut. Kiki juga mengungkap ternyata para disalibilitas mendapatkan kesulitan karena tanda-tangannya sulit diterima oleh para pelaku jasa keuangan. Hal ini juga terjadi saat disabilitas ingin mendaftarkan diri untuk mendapat asuransi. “Ternyata untuk dapat dan di akui tanda tangannya pun tidak mudah dan lain-lain betul ya? Dan kemudian untuk dapat produk seperti asuransi itu susah sekali karena dipandang seperti disabilitas itu suatu penyakit begitu ya? Jadi untuk mendapatkan produk asuransi itu sangat sulit,” jelasnya.

“Ini menjadi satu perjalanan awal kita semua semakin punya konsen terhadap saudara-saudara kita untuk punya rekening, punya asuransi, dan lain lain, untuk mendapatkan pembiayaan kredit misalnya untuk kemudian meluaskan usaha atau kapasitas usahanya,” ujar dia. Untuk itu OJK mendorong pelaku jasa keuangan salah satunya perbankan memperluas akses disabilitas agar bisa mengakses tabungan, kredit dan asuransi. Kiki mengatakan OJK juga akan memberikan pendampingan agar disabilitas bisa mengelola akses keuangan itu degan baik.

“Kami akan dampingi tidak hanya pencapaian adalah dapat kredit dari bank. Tapi kami terus dampingi untuk kelola dengan baik dan jangan sampai pas sudah dapat terus ga bisa kelola dan terjebak dalam utang . Kami akan terus dampingin saudara-saudara kita potensinya ini luar biasa,” terangnya. Saat ini di 35 kantor OJK DKI Jakarta, pihaknya membuka pendampingan untuk disabilitas yang ingin mendapatkan akses keuangan. “Ini jadi satu program sama sama untuk saudara penyandang disabilitas tidak hanya event saja tapi ini jadi program untuk dampingi mereka,” tutupnya.

Memang betul bahwa para penyandang disabilitas membutuhkan kemudahan dan fasilitas untuk melakukan aktivitas ekonomi. Mereka memang perlu dilatih kemandiriannya. Apalagi jika mereka adalah para laki-laki yang punya kewajiban menafkahi diri dan keluarganya. Namun, jangan sampai program pemberdayaan ekonomi para difabel ini ujung-ujungnya ternyata eksploitasi ekonomi.

Patut diingat bahwa negara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar warganya, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tanggung jawab ini tidak boleh diabaikan atau dialihkan. Bagi rakyat yang organ tubuhnya sempurna saja, negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasarnya, apalagi bagi rakyat yang disabilitas. Tentu mereka lebih membutuhkan jaminan dari negara.

Negara tidak boleh memandang para difabel sebagai beban ekonomi atau beban APBN. Setiap warga negara adalah tanggung jawab negara, seperti apa pun kondisi fisik mereka. Para difabel justru merupakan ladang pahala bagi penguasa untuk mengurusi mereka. Mereka bukan beban, melainkan pihak yang wajib diurusi. Negara juga tidak boleh membebani para difabel agar mereka menopang perekonomian nasional. Tidak boleh demikian.

Sejatinya kehadiran para difabel dalam UMKM merupakan jalan terakhir usaha mereka mencari nafkah karena tidak banyak penyedia kerja yang menerima karyawan difabel. Akhirnya usaha informal menjadi satu-satunya kesempatan mereka untuk berusaha. Oleh karenanya, negara tidak boleh menggantungkan perekonomian nasional pada para difabel. Jika negara menggantungkan perekonomian pada difabel, apakah tidak merasa malu? Tentu malu. Orang yang tubuhnya sempurna kok menggantungkan diri pada orang yang organ tubuhnya tidak sempurna.

Selain itu, yang seharusnya menjadi sumber ekonomi strategis adalah sumber daya alam, yaitu berbagai tambang migas maupun nonmigas yang kita miliki. Jangan sampai negara menjual murah sumber daya alam pada swasta asing dan lokal, tetapi target pertumbuhan ekonomi lantas dibebankan pada pihak yang lemah yaitu wong cilik (UMKM) dan kalangan tuna (difabel). Ini sungguh ironis.

Selain itu, ketika memberi bantuan kepada para difabel, negara tidak boleh mencukupkan diri dengan memberikan “kail” agar mereka mandiri. Jika memang mereka butuh “ikan” berupa makanan, pakaian, dan tempat tinggal, negara juga harus memberikannya. Justru mereka orang yang sangat berhak mendapatkan bantuan sosial. Anehnya, distribusi bansos selama ini justru salah sasaran, banyak penerimanya yang ternyata orang kaya.

Ketika memberikan bantuan pada para difabel, tidak boleh ada kekhawatiran bahwa mereka akan menjadi manja. Sejatinya mereka memang berhak dibantu karena mereka adalah tanggung jawab negara. Memberi bantuan pangan pada difabel tidak akan membuat mereka manja, justru mereka akan terpacu untuk produktif karena ada negara yang peduli padanya. Justru tidak manusiawi ketika negara hanya memberikan pelatihan dan pinjaman modal, lantas para difabel membuat usaha dan harus bersaing secara bebas dengan korporasi raksasa.

Namun, nyatanya kondisi tidak manusiawi ini terjadi di dalam kapitalisme. Para difabel dilatih untuk memproduksi barang-barang yang selanjutnya dia jual, misalnya kerajinan tangan, tetapi dia harus bersaing dengan produk sejenis buatan pabrik atau produk impor yang lebih murah dan pemasarannya lebih masif.

Islam memosisikan penguasa sebagai pengurus rakyatnya. Penguasa bertanggung jawab terhadap kebutuhan rakyatnya, baik yang fisiknya sempurna maupun difabel. Orang difabel memiliki kedudukan yang sama dengan orang lain.  Allah Taala berfirman, “Tidak ada halangan bagi tunanetra, tunadaksa, orang sakit, dan kalian semua untuk makan bersama dari rumah kalian, rumah bapak kalian atau rumah ibu kalian.” (TQS An-Nur: 61).

Wujud pelaksanaan tanggung jawab negara terhadap warga difabel adalah sama dengan warga umumnya, yaitu memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi. Namun, ada detail ri’ayah (pengurusan) yang harus diperhatikan negara terkait dengan kondisi fisik mereka. Dalam pembangunan infrastruktur, negara harus memperhatikan kebutuhan kaum difabel. Misalnya dengan penyediaan penanda khusus di jalan pedestrian sehingga orang tunanetra tahu batas tepi jalan dan terhindar dari risiko tertabrak.

Masih banyak lagi detail pembangunan infrastruktur ramah difabel yang perlu dipikirkan negara agar para difabel bisa menjalankan aktivitas secara mandiri, termasuk untuk mencari nafkah. Terkait pemenuhan kebutuhan dasar para difabel, untuk kebutuhan dasar yang sifat pemenuhannya kolektif, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara menyediakannya secara langsung. Khilafah akan menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis dan berkualitas untuk seluruh rakyat, baik yang fisiknya sempurna maupun yang difabel.

Para difabel akan mendapatkan layanan istimewa karena kondisi fisik mereka yang membutuhkan penanganan ekstra. Khilafah bisa membuat sekolah dan rumah sakit khusus difabel. Negara juga bisa memberi santunan berupa alat bantu untuk kekurangan fisik mereka, misalnya alat bantu dengar, kaki palsu, dll. Untuk pemenuhan kebutuhan dasar yang pemenuhannya individual, yaitu sandang, pangan, dan papan, negara juga akan memperhatikan. Jika mereka masih bisa bekerja, negara akan memfasilitasi.

Jika mereka tidak bisa bekerja atau tidak wajib bekerja (misal perempuan, anak-anak, dan orang tua) serta masih ada keluarga yang bisa memberi nafkah, negara akan memastikan nafkah tersebut mereka peroleh. Jika tidak ada keluarga yang mampu menafkahi, negaralah yang akan memberikan santunan. Khilafah pada masa lampau sudah mempraktikkan ri’ayah pada difabel ini dengan sangat baik. Khalifah Umar bin Abdul Aziz, misalnya, memerintahkan para pejabat Syam agar mendata para tunanetra, pensiunan, orang sakit, dan jompo guna memperoleh tunjangan.

Perintah tersebut mereka jalankan dengan baik, bahkan sejumlah tunanetra memiliki pelayan yang menemaninya setiap waktu. Kebijakan yang sama juga ditempuh oleh Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik. Sementara itu, di Baghdad, Abu Ja’far al-Manshur mendirikan rumah sakit khusus untuk penyandang cacat. Inilah bukti nyata tindakan Khilafah dalam menyejahterakan para difabel, bukan justru mengeksploitasi mereka.

 

 

Tags: DifabelNor Faizah RahmiPraktisi Pendidikan dan Pemerhati Remaja
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA