
R (38 tahun) seorang ibu di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung ditangkap polisi karena terlibat pembunuhan. Perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh itu membunuh bayinya dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan. Kemudian dibuang di semak-semak kebun milik warga sekitar (kumparan.com).
Kepada polisi R mengaku tega membunuh bayinya karena tidak menginginkan kelahirannya. Alasannya, karena tidak cukup biaya untuk membesarkan. R memiliki suami yang bekerja sebagai buruh. Akibat perbuatannya, R dijerat Pasal 338 KUHP atau Pasal 305 KUHP Jo Pasal 306 Ayat 2 KUHP atau Pasal 308 KUHP (kumparan.com).
Miris! Melihat seorang ibu tega membunuh bayi yang baru dilahirkan karena faktor ekonomi. Lagi-lagi realita ini menunjukkan tingginya beban hidup mematikan fitrah keibuan perempuan. Tentu ada banyak faktor yang berpengaruh seperti lemahnya ketahanan iman, tidak berfungsinya keluarga, sehingga ibu juga terbebani pemenuhan ekonomi, lemahnya kepedulian masyarakat, dan tiadanya jaminan kesejahteraan negara atas rakyat individu per individu.
Semua faktor tersebut tentu berkaitan erat dengan sistem yang diterapkan negara. Sistem kapitalisme adalah sistem yang lahir dari akidah sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan. Karena tidak menggunakan aturan agama kehidupan manusia akhirnya diatur aturan manusia sendiri. Maka terwujudlah individu yang minim keimanan, masyarakat yang apatis, dan negara yang abai terhadap perannya. Semua ini menjadi beban bagi para ibu ketika ingin membesarkan anak-anaknya.
Sebagian besar rakyat menyadari kondisi negeri ini tidak baik-baik saja. Berbagai permasalahan silih berganti dan tak teratasi. Pergantian kepemimpinan dari waktu ke waktu tak membuahkan hasil yang diharapkan. Sebab, kondisi global perekonomian berbasis kapitalisme memang telah gagal menyejahterakan manusia.
Cara pandang yang sekuler, akan membentuk kehidupan jauh dari agama. Hari ini tidak ada yang menjaga kepentingan agama dan umat, sementara pondasi kehidupannya goyah karena sekularisme. Padahal sistem Islam jauh lebih baik dibandingkan dengan sistem buatan manusia.
Beda halnya dengan Islam, sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problematika kehidupan manusia. Sebab, sifat ajaran Islam itu sendiri merupakan agama yang sempurna, mengatur segala aspek kehidupan, tak hanya mengatur ibadah. Allah SWT berfirman: “Telah kami turunkan al-Kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (TQS. an-Nahl [16]: 89).
Jika sistem kapitalisme mematikan fitrah ibu, maka tidak dengan sistem Islam. Sistem Islam justru akan merawat dan menjaga fitrah keibuan. Secara penampakan memang fitrah keibuan akan muncul pada individu perempuan. Jika fitrah ini terwujud secara optimal dalam diri perempuan, maka generasi pengisi peradaban akan terdidik dengan benar.
Hanya saja perlu dipahami, fitrah keibuan adalah perwujudan dari gharizah nau’ (naluri berkasih sayang) yang ada dalam setiap manusia. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizhamul Islam bab Thariqul Iman menjelaskan naluri akan bangkit ketika mendapat pemicu (rangsangan) dari luar. Seorang ibu akan optimal dan tenang merawat, mengasuh, mendidik anaknya, ketika mendapat jaminan kehidupan dengan layak dan baik.
Jaminan kehidupan terkait erat dengan kesejahteraan yang tidak mungkin diwujudkan individu per individu, namun butuh peran negara. Di sinilah Islam mengatur agar negara menjadi support system bagi para ibu dan anak supaya mereka mendapat jaminan kesejahteraan. Dalam Islam, jaminan kesejahteraan diwujudkan dari berbagai mekanisme baik jalur nafkah, dukungan masyarakat, dan santunan negara.
Dari jalur nafkah, syariat menetapkan tanggung jawab penafkahan ada di pundak laki-laki. Allah SWT berfirman: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf.” (QS. Al-Baqarah: 233).
Penafkahan berkaitan erat dengan pekerjaan. Dalam hal bekerja, tidak cukup dari segi individu saja yang bersemangat, namun juga harus ada lapangan pekerjaan. Maka, Islam mewajibkan negara menjadj penanggung jawab agar lapangan pekerjaan tersedia dengan cukup dan memadai. Hingga tidak ada seorang laki-laki pun yang tidak bekerja.
Selain itu, Islam juga memerintahkan agar kehidupan bermasyarakat dilandasi ikatan akidah. Dengan begitu, aksi tolong-menolong (ta’awun) antar masyarakat akan menjadi dukungan tersendiri bagi ibu untuk mengasuh anak-anaknya. Semisal keluarga kaya membantu yang kekurangan, mensuasanakan kehidupan taat, tidak dengki, tidak memamerkan kemewahan dan amalan shalih lainnya.
Seandainya seorang ibu mendapat qadha (takdir) sang suami meninggal atau kehilangan kemampuan mencari nafkah, Islam juga memiliki mekanisme agar mereka tetap mendapat jaminan kesejahteraan. Jalur penafkahan akan beralih kepada saudaranya, jika tidak memiliki saudara tanggung jawab itu akan beralih kepada negara. Alokasi anggaran jaminan tersebut akan diambilkan dari Baitul Maal.
Tak hanya jaminan penafkahan, Islam juga mewajibkan negara menjamin harga-harga bahan pangan terjangkau masyarakat. Dengan begitu, para ibu dapat menyiapkan kebutuhan gizi anak-anak dan keluarganya dengan layak. Selain kebutuhan pokok, Islam mengatur agar kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan dijamin negara secara mutlak. Rakyat mendapatkannya secara gratis dan berkualitas karena kebutuhan dasar publik tersebut dibiayai Baitul Maal.
Dengan demikian, jaminan kesejahteraan dapat dirasakan individu per individu. Akhirnya, para ibu bisa optimal mengasuh anak-anaknya tanpa perlu khawatir terhadap masalah ekonomi. Inilah wujud sistem ekonomi dan politik dari negara yang diatur Islam yakni Khilafah. Negara yang menjalankan tugas sebagai raa’in seperti sabda Rasulullah Saw, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari).
Penerapan sistem Islam tidak bisa dipisahkan dari keberadaan negara yang menerapkannya. Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan ibu dan anak melalui berbagai mekanisme, baik jalur nafkah, dukungan masyarakat dan santunan negara. Upaya preventif Islam adalah penguatan akidah dan didukung sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan warganya. Saat Islam dijadikan aturan bernegara, tidak hanya kemakmuran yang didapat, justru keberkahan negeri ini akan diraih.[]