
JAKARTA – KPK menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, Siska Wati, sebagai tersangka pemotongan insentif ASN dengan total Rp 2,7 miliar. KPK juga segera memanggil Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali dalam kasus tersebut.
Kasus pemotongan insentif ASN itu berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Sidoarjo, Jawa Timur, pada pekan lalu. Sebanyak 11 orang ditangkap dalam operasi itu hingga KPK menetapkan Siska Wati sebagai tersangka.
“Ini kan prosesnya tangkap tangan, maka yang tangkap tangan itu yang kedapatan dulu. Bahwa kemudian pihak-pihak yang lain itu tentu kami akan kembangkan,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (29/1), seperti dikutip detik.com.
Ia menambahkan, KPK sempat mencari Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Siska pekan lalu.
“Secara teknis pada hari Kamis sampai Jumat itu kami sudah melakukan secara simultan mencari yang bersangkutan,” kata Nurul Ghufron.
Hal itu disampaikan Ghufron saat ditanya mengapa Bupati Sidoarjo tak diamankan dalam OTT tersebut. Ghufron mengatakan upaya pencarian tidak membuahkan hasil.
“Jadi tidak benar kalau kemudian jeda sampai 4 hari ini itu adalah kami menghindari, jadi tidak ada itu,” katanya.
Ghufron menjelaskan proses hukum terus dilanjutkan. Dia mengatakan penyidik juga akan memanggil Ahmad Muhdlor Ali.
“Tapi setelah kami tidak temukan yang bersangkutan pada hari penangkapan tentu kami akan melakukan prosedur hukum yaitu pemanggilan kepada yang bersangkutan sesuai proses penyidikan,” tutur Ghufron.
KPK menduga uang dari hasil memotong insentif ASN itu digunakan untuk kebutuhan Bupati Sidoarjo.
“Pemotongan dan penerimaan dari dana insentif dimaksud di antaranya kebutuhan untuk Kepala BPPD dan Bupati Sidoarjo,” ucap Nurul Ghufron.
Bantah Melindungi
Senada, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata membantah salah satu pemberitaan media massa yang menyebut pimpinan KPK melindungi Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali.
Alex menjelaskan, pimpinan KPK justru memerintahkan tim penindakan untuk memeriksa bupati sebagai tindak lanjut operasi tangkap tangan (OTT) pada 26 Januari 2024.
“Perasaan pas ekspose enggak ada pimpinan yang ingin melindungi bupati. Malah perintah pimpinan segera panggil dan periksa bupati,” ujar Alex saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Senin (29/1), seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Dia juga membantah sikap pimpinan KPK terbelah saat memberi keputusan terhadap status hukum para pihak yang tertangkap tangan dalam OTT di Sidoarjo tersebut. Ia memastikan keputusan pimpinan KPK solid menaikkan status ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka.
“Enggak benar isu itu. Pas ekspose semua pimpinan setuju perkara dinaikkan ke penyidikan dengan perintah segera panggil bupati dan lakukan pemeriksaan,” tegas Alex.
Meskipun begitu, Alex enggan menyampaikan jumlah tersangka yang telah ditetapkan. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya akan memberi penjelasan pada Senin.
Sebelumnya, dilansir Tempo, pimpinan KPK disebut berbeda sikap saat menetapkan tersangka dalam gelar perkara atau ekspose yang dilakukan pada Jumat sore. Dari empat pimpinan, hanya Alex yang dikabarkan setuju menaikkan status sejumlah orang menjadi tersangka.
Rapat ekspose itu juga berisi prdebatan pemeriksaan terhadap Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali. Para penyelidik dan penyidik KPK disebut sudah mengantongi sejumlah bukti yang bisa menjerat sang bupati, namun pimpinan KPK diduga enggak berani mengambil keputusan.
Dalam OTT di Sidoarjo, KPK menangkap 10 orang yang belum disampaikan identitasnya. Beberapa di antara mereka ada yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
OTT tersebut berkaitan dengan kasus dugaan pemotongan insentif pajak dan retribusi daerah. KPK menindaklanjuti laporan yang diberikan oleh masyarakat. Web