Kamis, Juli 3, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Behaviorisme: Pentingnya Stimulus dan Respon dalam KBM

by Mata Banua
24 Januari 2024
in Opini
0
D:\2024\Januari 2024\25 Januari 2024\8\8\heni indri rahayu.jpg
Heni Indri Rahayu (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta NIM: 23104060012)

 

Dalam pembelajaran, banyak pengajar yang menerapkan beberapa teori khusus dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satunya, ada teori belajar behaviorisme. Behavior sendiri artinya tingkah laku, dan teori behaviorisme merupakan teori yang berorientasi tentang perubahan tingkah laku dan respon peserta didik terhadap stimulus yang diberikan pengajar. Menurut (Slavin, 2000:143) belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dalam teori ini, cara belajar peserta didik ditekankan pada apa yang dapat ia respon/tanggapi dari stimulus yang diberikan oleh pengajar. Semua yang diberikan guru adalah stimulus untuk peserta didik, dan perkembangan peserta didik dapat dilihat dengan bagaimana dia bisa merespon, menanggapi, dan bereaksi terhadap stimulus tadi, yang sudah diberikan pengajar kepada dia. Dari respon itu, maka akan terbentuk perilaku peserta didik sebagai hasil belajar.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\master opini.jpg

Keserentakan Pemilu dan Restorasi Politik Lokal

3 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\foto opini 1.jpg

Rencana strategis Sistem Kapitalisme-Harga Beras Meroket, Stok Melimpah?

3 Juli 2025
Load More

Teori behaviorisme pertama kali dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang menyatakan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Kemudian teori behaviorisme berkembang menjadi aliran psikologi yang memengaruhi pengembangan dan praktik dalam pembelajaran. Beberapa psikologi ternama mengikuti dan berpendapat tentang teori behaviorisme ini.

Yang pertama, Edward Lee Thorndike yang melakukan percobaan terhadap kucing yang dikunci di dalam kotak percobaan, dan diberikan stimulus jika dia bebas dari kotak percobaan, maka dia akan mendapatkan makanan. Kucing tersebut berusaha bergerak menjangkau makanan di luar kotak, menganalisa seluruh bagian kotak. Setelah dia mencoba, akhirnya dia menemukan cara dengan menggeser kayu yang mengunci dia di kotak itu. Akhirnya, kotak tersebut terbuka dan kucing itu berlari menuju makanan di depan kotak.

Dari percobaan itu, Edward Lee Thorndike menghasilkan teori trial and error. Yaitu pada proses belajar pasti ada proses di mana kita mencoba-coba dan membuat salah, namun dengan kesalahan itu kita jadi lebih tahu jalan yang akan membuat kita berhasil. Dalam percobaan ini kemudian Thorndike menemukan hukum-hukum dalam belajar. Hukum kesiapaan/law of readiness, ketika akan belajar kita harus dalam keadaan baik dan siap, baik fisik maupun psikisnya. Hukum latihan/law of exercise, untuk hasil yang maksimal maka seseorang harus terus mencoba, berlatih berulang-ulang. Dan terakhir, hukum akibat/law of effect, suatu tindakan yang diikuti dengan perubahan yang memuaskan dalam lingkungan, kemungkinan tindakan itu akan diulangi dalam situasi yang mirip dan akan meningkat permasalahannya (Dahar, 2011: 18).

Yang kedua, ada John Broadus Watson. Percobaan yang dilakukan John Broadus Watson cukup kontroversial yaitu The Little Albert. Ia melakukan percobaan pada bayi 11 bulan bernama Albert yang diperlihatkan seekor tikus putih yang tidak ditakuti oleh Albert. Kemudian dari sisi belakang Albert, asisten John Broadus Watson memukul batang baja dengan palu sehingga terdengar suara keras yang membuat Albert terkejut dan takut, dia menganggap suara keras tersebut berasal dari tikus putih. Albert juga menyamaratakan rasa takutnya ini dengan suatu hal lain yang mirip dengan tikus, dengan kelinci, mantel bulu, dan topeng sinterklas.

Dari percobaan ini, John Broadus Watson berpendapat bahwa rasa takut pada diri seseorang berasal dari pengalaman yang dialami seseorang. John Broadus Watson tidak percaya mengenai perilaku seseorang tidak dari faktor internal (genetik), melainkan dari faktor eksternal, lingkungan sosial dan budaya, misalnya. John Broadus Watson juga menyatakan bahwa proses belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, yaitu bentuk tingkah laku yang dapat diamati oleh pengajar terhadap peserta didik yang dapat diukur.

Yang ketiga, eksperimen yang dilakukan Edwin Ray Guthrie yaitu melakukan eksperimen dengan memasukkan kucing ke dalam kotak, yang dilengkapi alat pembuka kotak dan alat perekam gerakan yang dilakukan kucing. Berdasarkan pengamatan, kucing yang dimasukkan ke dalam kotak berusaha mencari cara untuk keluar dari dalam kotak. Hal itu dilakukan berulang kali oleh Guthrie, memasukkan kucing ke dalam kotak dan kucing tersebut melakukan cara yang sama untuk keluar dari dalam kotak. Dari eksperimen tersebut, Edwin Ray Guthrie mengemukakan pendapatnya bahwa hubungan antara stimulus dan respon hanya bersifat sementara, sehingga dalam pembelajaran berbagai stimulus perlu diberikan sesering mungkin kepada peserta didik agar responnya bersifat tetap. Dan sesuatu yang dilakukan dengan berulang-ulang dan konsisten akan membentuk habbit/kebiasaan.

Edwin Ray Guthrie juga mempercayai bahwa hukuman/punishment mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran. Hukuman bisa jadi baik, dan bisa jadi buruk bagi peserta didik, hal itu tergantung pada hukuman yang diberikan pengajar kepada peserta didik, menyebabkan perubahan perilaku peserta didik atau tidak. Perilaku bukan hanya dipengaruhi oleh konsekuensi, namun perilaku juga dapat dipengaruhi oleh antesedennya. Antenseden di sini bermaksud informasi yang diingat dalam suatu informasi.

Yang keempat, Burrhusm Frederic Skinner. Skinner mengembangkan teori operant conditioning dengan melakukannya pada seekor tikus. Tikus tersebut dimasukkan ke dalam kotak Skinner (Skinner’s box) dengan tuas yang dikunci. Jika tuas ditekan, maka akan keluar makanan. Tikus tersebut berkeliling mencari cara untuk mendapatkan makanan, dan setelah beberapa menit mencari cara, akhirnya tikus tersebut bisa menekan tuas untuk membuka Skinner’s box.

Dari pegamatan Burrhusm Frederic Skinner, penguatan stimulus atau dorongan yang diberikan terus-menerus dapat memperkuat respon yang dikehendaki atau diinginkan. Jadi, perilaku peserta didik/individu dikontrol dengan penguatan stimulus. Dalam teori Burrhusm Frederic Skinner dikenal dengan responden dan operan. Responden adalah reaksi peserta didik yang secara otomatis didapatkan dari stimulus yang sudah diketahuai dan konsisten diberikan pengajar. Sedangkan yang dimaksud operan, stimulus awal tidak diketahui, peserta didik hanya dapat memberikan respon/reaksi yang dikontrol oleh penguatan stimulus.

Dari keempat pendapat para ahli mengenai teori behaviorisme, ada beberapa kelemahan yang didapat dalam menerapkan teori belajar ini dalam kegiatan belajar mengajar. Kelemahannya yaitu, pembelajaran berpusat pada pengajar (teacher centered learning), hal ini mengakibatkan peserta didik menjadi pasif dalam lingkungan kelas. Karena pembelajaran hanya mengandalkan stimulus dari pengajar dan respon dari peserta didik, dan output pembelajaran berorientasi dari hasil pengamatan dan pengukuran dari pengajar.

Selanjutnya, belajar dengan teori behaviorisme ini menyebabkan banyaknya peserta didik mendapatkan hukuman/punishment. Jika pengajar menganut teori yang dikemukaan oleh Edwin Ray Guthrie, yang berpendapat hukuman memiliki peran penting dalam pembelajaran. Maka, setiap hal kecil yang dilakukan peserta didik dan dalam pandangan pengajar itu adalah hal buruk, akan banyak peserta didik yang menyepelekan. Dan akhirnya, peserta didik pun tidak akan menyukai pengajar atau pembelajaran tersebut.

Untuk mencegah kelemahan tersebut, baik pengajar dan peserta didik dapat mempersiapkan diri sebelum pembelajaran dimulai. Seperti hukum kesiapan/law of readinessf oleh Edward Lee Thorndike, ketika akan belajar kita harus dalam keadaan baik dan siap, baik fisik maupun psikisnya. Bagi pengajar, bisa mempersiapkan diri dengan stimulus apa yang akan diberikan kepada peserta didik, dan menentukan indikator pembelajaran, dan mengatur bahan ajar serta strategi yang dilakukan ketika melakukan kegiatan belajar mengajar. Dan ketika pembelajaran berlangsung, pengajar juga dapat mengamati bagaimana respon yang diberikan peserta didik terhadap stimulus yang sudah diberikan, seperti latihan soal, dan tugas mandiri. Tak lupa, mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan peserta didik.

 

 

Tags: BehaviorismeHeni Indri RahayuKBMMahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA