
BANJARMASIN – Anggota Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banjarmasin Afrizaldi mengatakan, Pemko Banjarmasin harus benar-benar bisa menimbang kegiatan mana saja yang harus ditunda ataupun diprioritaskan.
“Refocusing ini nantinya tidak langsung refocusing seperti kita waktu Covid-19 lalu,” ucapnya saat dihubungi jejakrekam.com, Jumat (19/1).
“Dan memang refocusing ini harus melalui review dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah(APIP). Setelah itu nanti baru di audit dari BPK, lalu setelahnya kita bisa melakukan refocusing,” lanjut Afrizal.
Setelah refocusing ini dilakukan, tentunya akan ada beberapa kegiatan maupun program di Pemkot yang akan terimbas tidak bisa berjalan. Sehingga dari situ, pihaknya sebagai lembaga pengawas ingin Pemkot Banjarmasin bisa menimbang dengan benar, apa saja nanti yang akan diprioritaskan untuk dilakukan.
“Jadi kita harus menakar dalam refocusing itu mana sih yang harus kita utamakan, berskala urgensi mana yang akan kita tunda pelaksanaannya,” ujarnya.
“Umpamanya ada hal-hal yang kalaupun tidak dikerjakan di tahun ini, itu tidak menggangu jalannya roda pemerintahan dan urgensi. Sehingga kami minta hal-hal yang belum helas syarat pemenuhan nya untuk ditunda dulu,” sambungnya.
Dirinya pun memberi contoh, seperti pembebasan lahan untuk beberapa proyek misalnya, di Sungai Gampa ataupun beberapa rencana lain, agar bisa ditunda dahulu.
Pada intinya pemkot harus bisa menimbang kegiatan mana yang harus ditunda. Yang pastinya tidak berdampak banyak pada visi misi walikota. “Walikota itu kan punya RPJPD dan RPJMD di situkan nanti ada skala-skalanya. Apa yang ingin beliau capai kita fokus ke sana saja. Hal-hal yang bersifat seremonial dan tidak mengarah kesana sudah tunda saja,” tekannya.
Selain itu dirinya juga mengungkapkan ini adalah peringatan bagi Pemkot Banjarmasin ke depannya dalam pengelolaan kas daerah. “Karena sekarang juga banyak, sektor potensi kita yang hilang. Jika merujuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD),” ujarnya.
Namun di samping itu, ada potensi lain dari terbitnya undang-undang HKPD ini. Karena dalam peraturan ini potensi itu tidak hilang secara menyeluruh. Tapi akan ada potensi baru yang muncul dari situ. Sebab sebenarnya dalam undang-undang HKPD itu hanyalah perubahan pola saja.
“Terkait pendapatan itu, malah kalau kami melihat, jika dinas-dinas jeli bisa menambah PAD sebenarnya. Karena akan ada peluang lebih dari itu,” ungkapnya.
“Oleh karena itu, ini bisa menjadi sebagai warning bagi kita, untuk meningkatkan potensi PAD kita,” ucapnya.
Dirinya mengatakan, pemko harus sudah mulai bisa untuk bergerak mandiri, jangan terlalu bergantung terus-menerus pada transfer pusat. Dan meningkatkan potensi-potensi PAD yang ada.
Hal ini mengingat, masih jauhnya capaian PAD dari target. Dan tentunya jika PAD ini bisa dimaksimalkan tentu beban anggaran milik pemkot akan lebih berkurang. Baik itu pemaksimalan dalam retribusi maupun pajak daerah.
“Dan jika kita bisa melakukan hak tersebut secara maksimal, maka kita mungkin tidak akan terlalu bergantung dengan dana transfer dari pusat,” jelasnya.
Dirinya memberi contoh, kalau pemaksimalan PAD berhasil maka mungkin saja Banjarmasin bisa seperti Jakarta ataupun Surabaya. “Yang mana PAD mereka sudah bisa melampaui kebutuhan daerah mereka sendiri,” tutupnya.
Seperti diketahui, saat ini Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin tengah menghadapi berbagai masalah keuangan. Dari tidak tercapai target capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) pajak daerah Tahun 2023 sebesar Rp 560 miliar, dimana hanya terealisasi Rp 307 miliar saja atau 54 persen. Hingga masih tertahannya Dana Bagi Hasil (DBH) dari pusat di Treasury Deposit Facility (TDF) yang mencapai Rp 188 miliar.
Berbagai hal tersebut akhirnya harus membuat Pemko Banjarmasin menanggung beban utang Rp 300 miliar, dari sisa belum bayar Tahun 2023 kepada pihak ketiga.
Dampaknya, saat ini mau tidak mau Pemko Banjarmasin harus menerapkan refocusing pada APBD Tahun 2024, untuk menutup utang tersebut. jjr