Oleh: Cahyani Pramita (Pemerhati Sosial)
Tinggal di rumah yang layak dan aman, tak sekedar dambaan setiap insan. Bahkan ia adalah kebutuhan mendasar bagi setiap insan. Namun sungguh menyedihkan saat ini Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) masih ditempati oleh banyak warga di berbagai daerah di Indonesia, bahkan dihuni lansia yang sudah tidak berdaya. Ketidaklayakannya mulai dari tidak memiliki kamar mandi bertahun-tahun, rumah di tepi jurang, rumah hampir roboh, bahkan ada yang sudah roboh tanpa ada bantuan apapun dari pemerintah. Tak terkecuali di Kalimantan Selatan, tak sedikit rumah pasca bencana yang banyak kerusakan disana sini hingga tak lagi menjadi tempat yang layak bahkan jauh dari rasa nyaman dan aman.
Di Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan data 2021 lalu ada tujuh puluh ribuan rumah yang termasuk tidak layak huni atau RTLH. Dari jumlah tersebut baru ditangani sekitar tiga puluh ribu dan masih ada sisa empat puluhan RTLH yang belum tersentuh (dprdkalselprov.go.id, 12/1/2024). Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Kalsel menyelesaikan program bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sebanyak 540 unit pada tahun 2023. Dan pada tahun 2024 dianggarkan bertambah menjadi 865 unit.
Namun sungguh disayangkan, program bansos RTLH dan sejenisnya ini tak kunjung menuntaskan RTLH yang ada. Bantuan ini tidak dapat terakses setiap orang yang membutuhkan. Semua harus melalui seleksi dengan aneka persyaratan yang tidak mudah dan sederhana. Untuk mendapatkan bantuan RTLH ini, warga harus mengusulkan dulu lewat RT, LPM maupun kelurahan dengan memasukkan proposal dilengkapi pengantar dari lurah setempat dan didukung surat keterangan tidak mampu dari Dinas Sosial Kota. Selain itu juga dilengkapi data pendukung lainnya berupa foto tampak rumah dan bukti kepemilikan tanah, baik dalam bentuk sertifikat tanah maupun surat keterangan tanah (SKT).
Saat sudah mengajukan permohonan dengan kelengkapan syaratnya pun, banyak warga yang harus gigit jari karena bantuan tidak kunjung datang. Ratusan RTLH yang dibantu setiap tahunnya oleh pemerintah sangat terbatas, tak sebanding dengan jumlah RTLH yang riil membutuhkan bantuan perbaikan.
Dari sisi nominal bantuan, Peningkatan Kualitas Rumah Tidak Layak Huni (PK-RTLH) menganggarkan untuk 1 unit rumah sebesar Rp.20 juta terdiri dari untuk pengadaan bahan bangunan sebesar Rp17,5 juta dan upah sebesar Rp2,5 juta.(diskominfomc.provkalsel.go.id, 4/1/2024). Dengan jumlah tersebut, tidaklah mengcover biaya perbaikan sepenuhnya. Di tengah harga bahan bangunan yang semakin melangit tak ayal perbaikan RTLH pun menjadi sangat minimalis.
Demikianlah pengurusan rakyat dalam negara demokrasi kapitalis. Negara tidak totalitas, ala kadarnya bahkan di buat minimalis dalam membantu rakyat memenuhi kebutuhan mendasar. Bantuan negara kepada rakyat dilandasi prinsip untung-rugi, bukan tulus sepenuh hati. Rugi jika menyedot banyak kas negara, rugi jika membantu dalam jumlah yang besar.
Berbeda dengan Islam, negara diwajibkan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok bagi setiap rakyat, sandang pangan dan papan (tempat tinggal). Rasul SAW bersabda, “Imam (Khalifah) itu laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al-Bukhari)
Rasulullah SAW sebagai kepala negara di Madinah sudah mencontohkan kepada kaum muslim cara mengurus rakyat yang membutuhkan hunian layak. Rasulullah SAW tidak menyerahkan pembangunan tempat tinggal untuk kaum Muhajirin (tergolong tidak mampu karena berhijrah tanpa membawa harta) kepada pihak lain dan tidak menetapkan syarat tertentu yang harus di penuhi.
Rasulullah SAW juga memanfaatkan sumber daya alam yang ada dalam gerakan pembangunan saat itu, antara lain menggunakan pelepah kurma, tanah liat, dan kayu. Bahkan, Rasulullah menggunakan sumber daya manusia yang professional dalam gerakan pembangunan tersebut, seperti tukang batu profesional dari Bani Hanifah.
Demikian pula dalam pendanaan, pembiayaan pembangunan perumahan rakyat miskin berbasis baitul mal. Negara memiliki kemampuan finansial dari sumber yang beragam dan kontinyu hingga mampu untuk menjamin ketersediaan rumah layak bagi rakyat. Dengan begini, kapan pun rakyat butuh bantuan, negara siap. Ketika ada masyarakat yang butuh bantuan untuk merenovasi atau membedah rumahnya yang tidak layak huni, negara bisa segera membantu tanpa harus berbelit-belit dalam pengurusannya yang menyulitkan rakyat.
Selain itu, dengan penerapan ekonomi Islam juga menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Kesejahteraan ini yang akan menjadikan rakyat mampu membangun rumah layak huni nan nyaman untuk hidupnya. Walhasil, hanya Islam yang dapat menyelesaikan persoalan RTLH hingga tuntas sehingga tidak ada lagi rakyat yang rumahnya tidak layak huni. Wallahu a’lam bish shawab.