
Indonesia merupakan negara terluas ke-14 sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km². serta negara dengan pulau terbanyak ke-6 di dunia, dengan jumlah 17.504 pulau.1 Tak heran jika Indonesia dijuluki sebagai negara multiras, multietnis, dan multikultural. Hal tersebut yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki beragam kebudayaan sesuai wilayah nya masing-masing. Salah satu wilayah Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya adalah Papua.
Masyarakat Papua adalah masyarakat pluralis, dan di dalam pluralisme tersebut menurut Tilaar (2004: 257) tersimpan kekuatan yang sangat besar yaitu kapital budaya berupa keanekaragaman adat istiadat, kepercayaan, bahasa, dan sistem mata pencaharian. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat (1970), bahwa penduduk Papua yang hidup di zona ekologi rawa, misalnya orang Asmat dan orang Mimika, bermata pencaharian pokok meramu sagu sedangkan menangkap ikan merupakan mata pencaharian pelengkap.2
Dengan model masyarakatnya yang Prular tersebut, Wilayah Papua menjadi perhatian khusus bagi pemerintah pusat baik dalam segi pembangunan ekonomi, politik, bahkan dalam penerapan sistem demokrasi melalui pemilu. Wilayah Papua memang terkesan berbeda dan unik dari wilayah lain dalam penyelenggaran pemilunya baik pemilu dalam tataran nasional (Pilpres), atau Daerah (Pilkada).
Penyelenggaraan Pemilu di Papua berbeda pada umumnya karena dalam salah satu proses tahapannya wilayah ini memakai tradisi atau budaya lokal setempat. Jika diseluruh wilayah Indonesia kotak suara memakai kotak yang ditetapkan dari standard KPU RI, maka berbeda dengan wilayah Papua yang memakai Noken Untuk kotak suara. Manifestasi prinsip Terbuka yang digaungkan oleh KPU RI dihadirkan melalui penerapan sistem noken ini, atau Pemilu Noken yang di Papua.
Sistem Noken Pemilu Dalam Pemungutan Suara di Papua
Istilah Noken merujuk pada instrumen budaya yang berbentuk tas namun multifungsi bagi keseharian masyarakat Papua.3 Namun sejak tahun 1971 hingga saat ini, Noken telah digunakan sebagai alat pengganti kotak suara dalam Pemilu maupun Pilkada, di beberapa daerah di Papua.4
Pada pelaksanaan sistem noken ada dua cara yang digunakan dalam proses pemungutan suaranya, yakni noken big man dan noken gantung. Noken big man artinya seluruh suara diserahkan atau diwakilkan kepada ketua adat. Tipe ini terjadi pada masyarakat Pegunungan Tengah yang dalam antropologi disebut tipe bigman, dalam bahasa lokal menagawan, artinya lebih kurang ’orang berwibawa’. 5
Orang berwibawa meraih status sebagai pemimpin bukan karena warisan. Ini adalah pencapaian status, yang diraih atas dasar perilaku, tindakan, dan usaha memenangkan persaingan dengan orang-orang lain atau lawan yang menjadi pesaing.Di Papua, seorang pemimpin di sebuah kampung belum tentu dianggap pemimpin di kampung lain.6 Sedangkan pada noken gantung, warga dapat melihat kesepakatan dan ketetapan suara. Sistem pemilihan noken merupakan simbol musyawarah tertinggi untuk penentuan pendapat di Papua tanpa rahasia dan lebih mementingkan musyawarah di dalam suku. 7
Sistem Noken dalam Pemilu atau Pilkada banyak dipraktekkan oleh masyarakat wilayah Pegunungan. Klasifikasi Pegunungan ini melihat wilayah adatnya, dan juga karena memang letak geografisnya di tengah-tengah Provinsi Papua bagian pegunungan. Wilayah ini dikenal dengan wilayah adat Mee Pago dan La Pago.8 Sistem ini pada tahun 2009 dinilai Konstitusional oleh MK melalui Putusan No. 47-48/PHPU.A-VI/2009 terkait PHPU dari Kabupaten Yahukimo. Lalu diperkuat melalui salah satu putusan MK berikutnya yaitu No. 06-32/PHPU-DPD/XII/2014 terkait dengan pelaksanaan Pileg 2014.9
Meski model sistem pemilihan ini banyak menganulir asas pemilu rahasia sebagaimana yang telah diamanatkan Konstitusi, karena dilakukan secara terbuka. Pilihan politik seseorang dapat diketahui dengan pasti oleh orang lain. Namun demikian, model pemungutan suara ini direstui oleh MK sejak tahun 2009 melalui Putusan Nomor 47-81/PHPU.A-VII/2009. Serta Perspektif kekhususan noken semakin melekat kuat pada setiap pandangan hakim MK dalam persidangan sengketa hasil pemilu dari Papua.10
Kebebasan Berekspresi dan amanat demokrasi di Papua
Indonesia Merupakan Negara yang menganut Sistem Demokrasi. Demokratisasi di Indonesia sendiri adalah penerapan kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip demokrasi pada setiap kegiatan politik kenegaraan. Tujuannya adalah terbentuknya kehidupan politik yang bercirikan demokrasi. Demokratisasi merujuk pada proses perubahan menuju pada sistem pemerintahan yang lebih demokratis. Demokratisasi juga berarti proses menegakkan nilai-nilai demokrasi sehingga sistem politik demokratis dapat terbentuk secara bertahap. Nilai-nilai demokrasi dianggap baik dan positif bagi setiap warga. Setiap warga menginginkan tegaknya demokrasi di negaranya.11
Meski Indonesia bersistem Demokrasi masih banyak kasus-kasus terkait kebebasan berpendapat yang mencuat di permukaan Publik seperti kasus aktivis HAM Haris-Fatia mengkritisi salah satu Menteri Kabinet Presiden Jokowi yang berujung penetapan tersangka kepada keduanya dan masih banyak lagi. Setara Institut dan International NGO Forum on Indonesian Development mencatat angka Kebebasan Berekspresi dan berpendapat di Indonesia selama tahun 2022 mendapat nilai terendah.
Kebebasan berekspresi di Indonesia berdasarkan data survei Setara Institute hanya mendapat nilai 1,5. Skala pengukuran yang ditetapkan dengan nilai rentang dari 1-7. Setara melaporkan indeks kebebasan berekspresi tersebut mengalami penurunan sebesar 0,1 dibanding tahun 2021 yang mendapatkan skor 1,6.12
Di Papua sendiri kebebasan demokrasi memang diberi kelonggaran tersendiri oleh pemerintah melalui KPU RI, yakni dengan adanya pemilu Noken. Akan tetapi dari berbagai penelitian ditemukan masalah-masalah dari proses Pemilu Noken tersebut.
Salah satunya dalam proses pendaftaran pemilih. di Kabupaten Nduga (Bintangpapua.com, 2015), yang pada Pileg 2014 terdapat penggelembungan DPT secara signifikan, dari 50.000 Kartu Pemilukada menjadi 150.000. Komnas HAM juga melaporkan banyak terjadi penggelembungan suara di Pileg 2009 (Detik.com, 2015) akibat dari kurang cermatnya proses pendaftaran pemilih atau verifikasi yang tidak aktual. 13
Dari salah satu masalah sistem Noken tersebut tentu akan terjadi kacaunya demokrasi di Papua yang menyebabkan tingginya eskalasi konflik di daerah yang menerapkan sistem tersebut. Hal ini karena tidak akuratnya data pemilih tetap. Pemerintah sendiri seharusnya memiliki kerangka problem solving tersendiri dalam mengawal proses demokrasi di Papua melalui sistem Pemilu Noken ini, agar amanat Demokrasi di Indonesia dan di Papua Khususnya bisa terus meningkat.