Nor Aniyah, S.Pd (Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi)
Harga pangan di sejumlah daerah terpantau mengalami kenaikan. Para warga mengeluh akibat kenaikan harga ini. Sekretaris Utama Bapanas mengungkapkan 9 jenis bahan pangan pokok dan strategis tersebut adalah beras medium di Zona 1 naik 17,83% ke atas harga eceran tertinggi (HET), beras medium di Zona 2 naik 17,26% ke atas HET, beras medium di Zona 3 naik 26,28% ke atas HET, beras premium di Zona 3 naik 15,24% ke atas HET.
Kedelai biji kering naik 11,91% ke atas harga acuan pemerintah (HAP), gula konsumsi naik 15,14% ke atas HAP, cabai merah keriting naik 17,22% ke atas HAP, dan jagung naik 47,66% ke atas HAP. Harga itu, per tanggal 18 November 2023. Sementara itu, Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian perdagangan (Kemendag) menunjukkan sejumlah harga bahan pangan pokok bahkan sudah mengalami kenaikan 90% lebih dibandingkan harga tahun lalu (cnbcindonesia.com).
Mahalnya harga pangan menunjukkan negara gagal menjamin kebutuhan pangan murah. Negara seharusnya melakukan berbagai upaya mengantisipasi kenaikan harga karena berbagai persoalan. Sayangnya, hari ini hal tersebut mustahil terwujud sebab negara hanya menjadi regulator atau pengatur kebijakan bukan pengurus rakyat.
Negara seperti ini adalah tabiat negara kapitalisme. Kapitalisme meniscayakan negara berada di bawah kendali para korporat (pemilik modal). Prinsip kapitalisme adalah membatasi gerak negara dan memberikan ruang sebebas-bebasnya kepada para pemilik modal menguasai semua bidang, termasuk menguasai bahan pangan. Umat dapat melihat kekacauan nyata ketersediaan barang di pasaran, akibat permainan para kartel dan mafia pangan.
Namun, statement negara menunjukkan negara tidak bisa berkutik menghadapi mereka. Negara justru membranding penyebab utama kenaikan harga karena fenomena El Nino. Seolah-olah masyarakat disuruh pasrah menerima kondisi. Kenaikan harga pangan yang terus-menerus tak terkendali menunjukkan abainya penguasa kapitalisme mengurus rakyat.
Hal ini sangat berbeda dengan penguasa dalam sistem Islam atau Khilafah. Rasulullah Saw menegaskan dalam sabdanya, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Ahmad dan Bukhari).
Dari hadis ini umat akan paham keberadaan penguasa sejatinya adalah pengurus rakyat. Istimewanya, jaminan kebutuhan dalam negara Khilafah tidak dilihat secara kolektif melainkan individu per individu. Sehingga tanggung jawab memastikan kebutuhan rakyatnya memang sudah tupoksi yang harus penguasa lakukan. Jika tidak dilakukan, berarti mereka berbuat zalim. Dan ini hukumnya haram.
Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjaga kestabilan harga. Konsep ini tertuang dalam sistem ekonomi Islam yang secara praktis akan diterapkan negara Khilafah. Terkait dengan harga, secara fakta harga adalah hasil pertukaran uang dengan barang. Harga ditentukan oleh penawaran dan permintaan (supply and demand). Sehingga jika barang yang ditawarkan jumlahnya melimpah, namun permintaan sedikit maka harga akan turun.
Sebaliknya, jika barang yang ditawarkan jumlahnya sedikit, namun permintaannya besar maka harga akan naik. Dengan demikian, harga akan mengikuti hukum pasar. Sementara hukum pasar ditentukan oleh faktor penawaran dan permintaan. Maka, langkah yang logis untuk menjaga stabilitas harga di pasar adalah memastikan faktor penawaran dan permintaan barang dan jasa seimbang. Bukan dengan mematok harga sebagaimana yang biasanya dilakukan penguasa kapitalisme sekarang.
Islam melarang pematokan harga karena akan menyebabkan inflasi. Memang harga akan bisa stabil pada waktu tertentu, namun hal ini justru mendorong masyarakat mengurangi daya beli mata uang. Dalilnya adalah af’al (tindakan) dan qaul (sabda) Rasulullah Saw. Ketika itu harga barang-barang sedang naik, para sahabat datang kepada Nabi Saw, meminta agar harga-harga tersebut dipatok supaya bisa terjangkau. Namun, permintaan tersebut ditolak Rasulullah, kemudian beliau bersabda, “Allah-lah Dzat yang Maha Mencipta, Menggenggam, Melapangkan rezeki, Memberi rezeki, dan Mematok harga.” (HR. Ahmad dari Anas).
Adapun untuk menjaga penawaran dan permintaan barang dan jasa seimbang sehingga stabilitas harga bisa dikendalikan, Khilafah akan menempuh beberapa kebijakan, yaitu: pertama, apabila penawaran dan permintaan barang berkurang sehingga mengakibatkan harga dan upah naik karena permintaannya besar, maka ketersediaannya bisa diseimbangkan kembali oleh negara dengan menyuplai barang dan jasa dari wilayah lain.
Kebijakan ini pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khattab ketika Madinah mengalami musim paceklik. Beliau mengirim surat ke beberapa gubernurnya di sekitar Madinah. Seperti Basrah dan Mesir untuk mengirimkan bantuan logistik ke Madinah. Jika di dalam negeri tidak mencukupi, Khilafah boleh melakukan impor, dengan syarat dilakukan secara temporer sampai harga stabil, tidak boleh dengan negara-negara kafir harbi fi’lan, seperti Amerika, Prancis, Inggris, dan sekutunya, dan bukan komoditas haram.
Kedua, apabila berkurangnya ketersediaan barang karena penimbunan, maka Khilafah menjatuhi sanksi ta’zir kepada para kartel dan mafia pangan tersebut. Mereka wajib melepaskan barangnya ke pasar. Ketiga, apabila kenaikan harga terjadi karena penipuan, maka negara bisa menjatuhi sanksi ta’zir sekaligus hak khiyar, membatalkan atau melanjutkan akad.
Keempat, apabila kenaikan harga terjadi karena faktor inflasi, Khilafah wajib menjaga mata uangnya dengan standar emas dan perak. Selain itu, negara tidak boleh menambah jumlah uang yang beredar karena bisa menyebabkan nilai nominal mata uang yang sudah ada jatuh. Seperti inilah langkah yang akan dilakukan Khilafah untuk menjaga dan mengendalikam harga bahan pangan. Upaya seperti ini jelas akan memudahkan rakyat menjangkau kebutuhan hidupnya.
Islam menjadikan penguasa sebagai ra’in yang wajib mengurus rakyat dan memenuhi kebutuhannya. Negara harus melakukan segenap cara untuk mewujudkan hal itu. Dan Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjaga kestabilan harga pangan di tengah umat. Karena itu, syari’ah Islam mesti terus didakwahkan dan ditawarkan sebagai solusi berbagai problem yang membelit negeri, sebagai satu wujud nyata kepedulian pada negeri ini.[]