
BANJARMASIN – Gubernur Kalimantan Selatan, H Sahbirin Noor atau akrab disapa Paman Birin bersama pada alim ulama dan masyarakat mengikuti pembacaan Manaqib Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari atau Datu Kelampayan.
Pembacaan manaqib Datu Kelampayan tersebut dipimpin Tuan Guru KH Muhammad Wildan Salman (Guru Wildan) di Mahligai Pancasila Banjarmasin, Kamis (26/10) malam.
Sejak sore hari, ribuan masyarakat Banjarmasin dan sekitarnya begitu antusias memadati tempat acara, bahkan sebagian dari jemaah yang hadir juga melaksanakan sholat berjamaah di pelataran Gedung Mahligai Pancasila Banjarmasin.
Pembacaan Manaqib Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari tersebut merupakan inisiatif Paman Birin beserta para tokoh ulama khususnya zuriat Datu Kelampayan.
Kegiatan manaqib tersebut merupakan wujud cinta dan rasa syukur atas apa yang telah diperjuangkan Datu Kelampayan selama ini. Beliau memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Kalimantan, tidak hanya di tanah air tapi Asia Tenggara.
Diawali pembacaan maulid habsyi Ya Jaddanal Arsyadi oleh grup maulid dari Kampung Melayu Martapura pimpinan Guru H Abdul Hakim, acara berjalan begitu khusuk, dilanjutkan pembacaan Kalam Ilahi oleh Ustadzah Ramadhan Najwa dan doa bersama.
Gubernur Kalsel, H Sahbirin Noor yang berbaur dengan ribuan jemaah itu mengatakan, setidaknya ada empat agenda pembacaan manaqib yang akan digelar Pemprov Kalsel ke depan.
“Malam ini pembacaan manaqib Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, kedua manaqib Syekh Samman Al-Madani, ketiga Manaqib Syech Muhammad Zaini bin Abdul Gani (Abah Guru Sekumpul) dan keempat manaqib Siti Khadijah,” ungkap Paman Birin.
Menurut Paman Birin, banyak masyarakat yang ingin tahu bagaimana cerita dan perjuangan para alim ulama Banua mulai dari lahir, masa kecil, dewasa hingga menyebarkan syiar-syiar Islam.
“Kita sangat beruntung, Banua kita memiliki dua ulama besar yang begitu dikagumi banyak orang yakni Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dan Guru Sekumpul,” katanya.
Untuk sekarang, kata Paman Birin, Alhamdulillah banyak ulama-ulama kita yang terus menyebarkan syiar-syiar Islam sehingga diharapkan Banua kita semakin barokah dan menjadi daerah Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghafur.
Paman Birin berharap dengan terselenggaranya acara pembacaan manaqib Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari ini dapat menjadi obat bagi mereka yang rindu kepada Datu Kelampayan.
“Sebab Sinarnya Banua, membuat Banua Bersinar dan kita yakin karena adanya para ulama ini Banua kita bisa bersinar seperti sekarang ini,” pungkasnya.
Pada pembacaan manaqib oleh Guru Wildan disebutkan, Datu Kelampayan bernama Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Hidup dua abad yang silam, dimasa Kesultanan Banjar.
“Beliau dilahirkan pada malam Kamis 15 Shafar 1122 hijriyah atau 19 Maret 1710 masehi di Kampung Lok Gabang, sebuah desa yang terletak di wilayah Kabupaten Banjar yang sekarang masuk wilayah Kecamatan Astambul,” tuturnya.
Ayahnya bernama Abdullah dan Ibunya bernama Aminah. Ayahnya merupakan seorang pekerja di lingkungan istana dan merupakan kesayangan sang Sultan. Datu Kelampayan lahir dari keluarga yang tergolong taat beragama.
Hubungannya dengan Kesultanan Banjar terjadi pada waktu ia berumur sekitar 30 tahun. Sultan mengabulkan keinginannya untuk belajar ke Mekkah demi memperdalam ilmunya. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh sultan.
Lebih dari 30 tahun kemudian yaitu setelah gurunya menyatakan telah cukup bekal ilmunya, barulah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari kembali pulang ke Banjarmasin, tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I yaitu cucu Sultan Tahlilullah.
Sultan Tahmidullah II yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya.
Sultan inilah yang meminta kepada Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari agar menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat yang kemudian dikenal dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.
Selama kurang lebih 41 tahun Syech Muhammad Arsyad Al-Banjari menyiarkan dan mengembangkan agama Islam di daerah Banjar. Tepat pada 6 Sawwal 1227 H/1812 M, beliau wafat di rumah beliau di Dalam Pagar Martapura dalam usia 105 tahun dalam perhitungan Hijriah dan 102 tahun menurut perhitungan Masehi. Kemudian, sesuai dengan wasiat beliau, Syekh Muhammad Arsyad dimakamkan di Desa Kelampayan, Astambul, Martapura. md/adpim/ani