Mata Banua Online
Senin, November 3, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Ketua Umum Partai Politik: Jabatan Tanpa Batas

by Mata Banua
24 Oktober 2023
in Opini
0
D:\2023\Oktober 2023\25 Oktober 2023\8\8\hendrik kurniawan.jpg
Hendrik Kurniawan (Peneliti Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi (PUSKOLEGIS) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

 

Partai politik di Indonesia akhir-akhir ini masih menjadi sorotan publik, termasuk sikap para ketua umum par­tai politik di Indonesia tak luput dari berbagai macam kritikan. Termasuk sikap para ketua umum dalam menentukan capres dan ca­wapres hanya sebatas eletoral bukan secara ku­a­litatif calon. Ketua umum partai politik di Indonesia menjelang pemilu 2024 semakin me­manas yang dibuktikan adanya bongkar pa­sang koalisi serta beberapa ketua umum ma­sih proses menjajaki untuk berkoalisi ke­pa­da partai yang memenuhi ambang batas (presidential threshold) untuk mengusung capres dan wapres.

Berita Lainnya

D:\2025\November 2025\3 November 2025 2025\8\8\master opini.jpg

Satu Tahun Komitmen Prabowo soal Kemerdekaan Palestina

2 November 2025
D:\2025\November 2025\3 November 2025 2025\8\8\Ahmad Mukhallish Aqidi Hasmar.jpg

Sumpah Pemuda di Era Algoritma

2 November 2025

Ketua umum masih memegang peranan ya­ng sentral atas semua keputusan partai po­litik, politik yang dinamis membuat partai ber­koalisi bukan berdasarkan kesamaan ideologi atau visi misi, namun orientasinya le­bih ke partai mana yang lebih me­ng­un­tu­ng­kan. Para kader partai di salah satu partai po­litik bahkan tidak mempunyai suara untuk me­nentukan siapa capres dan cawapresnya yang akan diusung partainya sebelum ketua umum partai mendeklarasikannya.

Besarnya kekuatan ketua umum partai po­li­tik dalam menentukan segala ke­hen­dak­nya, membuat para kader partai yang men­du­duki jabatan di pemerintahan maupun di kur­si legislatif mengatakan dirinya sebagai pe­tugas partai dan semua tindakannya harus atas persetujuan ketua umum partai politik. Par­tai politik sendiri di Indonesia bisa di­ka­ta­kan jauh dari nilai-nilai demokrasi di internal par­tainya, lalu bagaimana pemerintahan mau demokratis jika internal partainya sendiri ti­dak bisa menghidupkan nilai-nilai demokrasi di internal partainya.

Jabatan ketua umum memang tidak diatur se­cara langsung di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, namun di atur oleh masing-masing AD/ART partai itu sendiri. AD/ART masing-masing partai po­litik berbeda-beda tergantung kesepakatan para anggota partainya dalam menentukan ja­batan ketua umumnya. Ada beberapa alasan ya­ng mendasari mengapa ketua umum partai po­litik enggan untuk mengganti ketua umumnya. Pertama, sebagai daya tarik mas­yarakat setiap partai menokohkan salah satu ora­ng sebagai representasi partai dan idiologi ya­ng dibawanya. Kedua, karena partai po­li­tik ibaratnya sebagai perusahaan keluarga, siapa yang memiliki modal yang besar dalam men­dirikan partai politik maka dia bisa ber­kuasa sebagai ketua umum semaunya dan bia­sanya akan mewariskan jabatannya ke­pada anak atau kerabatnya. Dari kedua alasan ter­sebut maka yang terjadi adalah terbentuk di­nasti politik ditubuh partai politik dan di pe­merintahan.

Jika kita melihat struktur partai politik me­mang terbentuknya berawal dari hukum per­data yang dimana beberapa orang ber­kum­pul untuk mendirikan partai dan membuat AD/ART sebagai pijakan yang kemudian di­daf­tarkan ke Kemenkumham dan apabila di­se­tujui maka sudah sah menjadi partai plitik. Ja­di bisa dikatakan partai politik bukanlah lem­baga pemerintahan sehingga negara mem­be­baskan untuk masa jabatan ketua umum untuk diatur di masing-masing AD/ART nya, na­mun sebagai organisasi yang berada di ne­gara hukum dan organisasi partai politik se­ba­gai instrumen demokrasi tentunya pe­m­ba­tas­an-pembatasan masa jabatan ketua umum bi­sa di batasi oleh undang-undang agar tidak ada hak konstitusional masyarakat yang di­ce­derai untuk menjabat sebagai ketua umum partai politik.

Bayangkan jika tidak ada batasan ketua umum partai politik maka yang terjadi adalah abuse of power atau kekuasaan yang berlebih, se­hingga sesorang yang menjabat seumur hi­dup­nya akan bertindak sewenang-wenang dan men­yalahgunakan jabatannya untuk ke­pen­ti­ngan pribadinya. Bahkan ketika mempunyai ke­kuasaan yang lebih akan membentuk di­nasti politik di internal partai poltik itu sendiri.

Dimanapun tempatanya dinasti politik itu ada, namun sebenarnya bisa diminimalisir de­ngan cara membatasi jabatan ketua umum agar partai politik tidak menjadi alat untuk me­raih kekuasaan secara tidak demokratis, jika seseorang mempunyai kewenangan yang ku­at pasti akan membawa sanak saudaranya bah­kan anak dan cucunya untuk menjadi pe­ng­urus partai politik tanpa melewati ka­de­ri­sasi sebagaimana yang telah ditetapkan ma­sing-masing partai politik.

Beberapa partai politik di Indonesia ya­ng ketua umumnya menjabat terlama saat ini. Pertama, Megawati Soekarnoputri men­jabat sebagai ketua umum partai PDIP kurang le­bih selama 29 tahun sejak tahun 1993 yang pa­da saat itu namanya masih partai PDI dan be­ru­bah menjadi PDIP pada tahun 1999. Kedua, Muhaimin Iskandar atau akrab de­ng­an sapaan Cak Imin ini menjabat sebagai ke­tua umum partai PKB sejak tahun 2005, ar­tinya Cak Imin memimpin PKB hingga saat ini kurang lebih selama 17 tahun. Ketiga, Surya Paloh yang menjabat sebagai ketua umum partai NasDem sejak tahun 2013 hi­ng­ga saat ini kurang 10 tahun menjabat. Keempat, Prabowo Subianto yang menjabat se­bagai ketua umum partai Gerindra yang ter­pilih sejak tahun 2014 hingga saat ini ku­rang lebih menjabat selama 9 tahun.

Semakin langgeng kekuasaan ketua umum partai tersebut nantinya akan mem­buat demokrasi internal partai politik tidak se­hat, sebab bisa menutup kesempatan ka­der-kader partai terbaiknya untuk me­mim­pin partainya. Sebab secara struktural ketua umum memiliki peranan penting untuk me­nen­tukan arah, fungsi partai dan peranan ke­tua partai, sehingga rentan untuk di­sa­lah­gu­na­kan. Maka jabatan ketua umum perlu di­ba­tasi oleh pemerintah dengan cara merevisi Undang-Undang Partai Politik agar jabatan ke­tua umum dibatasi sesingkat mungkin, mi­salnya hanya bisa menjabat 5 tahun 2 periode baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut agar terciptanya demokrasi yang stabil ditubuh internal partai.

 

D:\2023\Oktober 2023\25 Oktober 2023\8\8\hendrik kurniawan.jpg

Hendrik Kurniawan (Peneliti Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi (PUSKOLEGIS) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Partai politik di Indonesia akhir-akhir ini masih menjadi sorotan publik, termasuk sikap para ketua umum par­tai politik di Indonesia tak luput dari berbagai macam kritikan. Termasuk sikap para ketua umum dalam menentukan capres dan ca­wapres hanya sebatas eletoral bukan secara ku­a­litatif calon. Ketua umum partai politik di Indonesia menjelang pemilu 2024 semakin me­manas yang dibuktikan adanya bongkar pa­sang koalisi serta beberapa ketua umum ma­sih proses menjajaki untuk berkoalisi ke­pa­da partai yang memenuhi ambang batas (presidential threshold) untuk mengusung capres dan wapres.

Ketua umum masih memegang peranan ya­ng sentral atas semua keputusan partai po­litik, politik yang dinamis membuat partai ber­koalisi bukan berdasarkan kesamaan ideologi atau visi misi, namun orientasinya le­bih ke partai mana yang lebih me­ng­un­tu­ng­kan. Para kader partai di salah satu partai po­litik bahkan tidak mempunyai suara untuk me­nentukan siapa capres dan cawapresnya yang akan diusung partainya sebelum ketua umum partai mendeklarasikannya.

Besarnya kekuatan ketua umum partai po­li­tik dalam menentukan segala ke­hen­dak­nya, membuat para kader partai yang men­du­duki jabatan di pemerintahan maupun di kur­si legislatif mengatakan dirinya sebagai pe­tugas partai dan semua tindakannya harus atas persetujuan ketua umum partai politik. Par­tai politik sendiri di Indonesia bisa di­ka­ta­kan jauh dari nilai-nilai demokrasi di internal par­tainya, lalu bagaimana pemerintahan mau demokratis jika internal partainya sendiri ti­dak bisa menghidupkan nilai-nilai demokrasi di internal partainya.

Jabatan ketua umum memang tidak diatur se­cara langsung di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, namun di atur oleh masing-masing AD/ART partai itu sendiri. AD/ART masing-masing partai po­litik berbeda-beda tergantung kesepakatan para anggota partainya dalam menentukan ja­batan ketua umumnya. Ada beberapa alasan ya­ng mendasari mengapa ketua umum partai po­litik enggan untuk mengganti ketua umumnya. Pertama, sebagai daya tarik mas­yarakat setiap partai menokohkan salah satu ora­ng sebagai representasi partai dan idiologi ya­ng dibawanya. Kedua, karena partai po­li­tik ibaratnya sebagai perusahaan keluarga, siapa yang memiliki modal yang besar dalam men­dirikan partai politik maka dia bisa ber­kuasa sebagai ketua umum semaunya dan bia­sanya akan mewariskan jabatannya ke­pada anak atau kerabatnya. Dari kedua alasan ter­sebut maka yang terjadi adalah terbentuk di­nasti politik ditubuh partai politik dan di pe­merintahan.

Jika kita melihat struktur partai politik me­mang terbentuknya berawal dari hukum per­data yang dimana beberapa orang ber­kum­pul untuk mendirikan partai dan membuat AD/ART sebagai pijakan yang kemudian di­daf­tarkan ke Kemenkumham dan apabila di­se­tujui maka sudah sah menjadi partai plitik. Ja­di bisa dikatakan partai politik bukanlah lem­baga pemerintahan sehingga negara mem­be­baskan untuk masa jabatan ketua umum untuk diatur di masing-masing AD/ART nya, na­mun sebagai organisasi yang berada di ne­gara hukum dan organisasi partai politik se­ba­gai instrumen demokrasi tentunya pe­m­ba­tas­an-pembatasan masa jabatan ketua umum bi­sa di batasi oleh undang-undang agar tidak ada hak konstitusional masyarakat yang di­ce­derai untuk menjabat sebagai ketua umum partai politik.

Bayangkan jika tidak ada batasan ketua umum partai politik maka yang terjadi adalah abuse of power atau kekuasaan yang berlebih, se­hingga sesorang yang menjabat seumur hi­dup­nya akan bertindak sewenang-wenang dan men­yalahgunakan jabatannya untuk ke­pen­ti­ngan pribadinya. Bahkan ketika mempunyai ke­kuasaan yang lebih akan membentuk di­nasti politik di internal partai poltik itu sendiri.

Dimanapun tempatanya dinasti politik itu ada, namun sebenarnya bisa diminimalisir de­ngan cara membatasi jabatan ketua umum agar partai politik tidak menjadi alat untuk me­raih kekuasaan secara tidak demokratis, jika seseorang mempunyai kewenangan yang ku­at pasti akan membawa sanak saudaranya bah­kan anak dan cucunya untuk menjadi pe­ng­urus partai politik tanpa melewati ka­de­ri­sasi sebagaimana yang telah ditetapkan ma­sing-masing partai politik.

Beberapa partai politik di Indonesia ya­ng ketua umumnya menjabat terlama saat ini. Pertama, Megawati Soekarnoputri men­jabat sebagai ketua umum partai PDIP kurang le­bih selama 29 tahun sejak tahun 1993 yang pa­da saat itu namanya masih partai PDI dan be­ru­bah menjadi PDIP pada tahun 1999. Kedua, Muhaimin Iskandar atau akrab de­ng­an sapaan Cak Imin ini menjabat sebagai ke­tua umum partai PKB sejak tahun 2005, ar­tinya Cak Imin memimpin PKB hingga saat ini kurang lebih selama 17 tahun. Ketiga, Surya Paloh yang menjabat sebagai ketua umum partai NasDem sejak tahun 2013 hi­ng­ga saat ini kurang 10 tahun menjabat. Keempat, Prabowo Subianto yang menjabat se­bagai ketua umum partai Gerindra yang ter­pilih sejak tahun 2014 hingga saat ini ku­rang lebih menjabat selama 9 tahun.

Semakin langgeng kekuasaan ketua umum partai tersebut nantinya akan mem­buat demokrasi internal partai politik tidak se­hat, sebab bisa menutup kesempatan ka­der-kader partai terbaiknya untuk me­mim­pin partainya. Sebab secara struktural ketua umum memiliki peranan penting untuk me­nen­tukan arah, fungsi partai dan peranan ke­tua partai, sehingga rentan untuk di­sa­lah­gu­na­kan. Maka jabatan ketua umum perlu di­ba­tasi oleh pemerintah dengan cara merevisi Undang-Undang Partai Politik agar jabatan ke­tua umum dibatasi sesingkat mungkin, mi­salnya hanya bisa menjabat 5 tahun 2 periode baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut agar terciptanya demokrasi yang stabil ditubuh internal partai.

Hendrik Kurniawan ,

PUSKOLEGIS,

Partai politik ,

 

Tags: Hendrik KurniawanKetua Umum Partai Politik: Jabatan Tanpa Bataspartai politikPUSKOLEGIS
Mata Banua Online

© 2025 PT. Cahaya Media Utama

  • S0P Perlindungan Wartawan
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper