
M.Fedro Syafiola, M.Sos (Mahasiswa Pascasarjana Fisip Universitas Andalas)
Menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024, isu mengenai netralitas ASN (Aparatur Sipil Negara) kembali mengemuka. Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, ASN dituntut profesional dan netral dalam menjalankan tugas pelayanan publik, termasuk dalam pelaksanaan Pemilu. Sayangnya, pada beberapa pemilu sebelumnya masih ditemukan sejumlah oknum ASN yang melanggar netralitas dengan secara terang-terangan memberikan dukungan kepada calon atau partai politik tertentu.
Pelanggaran netralitas ASN ini tentu sangat merugikan citra ASN sebagai pegawai negeri yang professional dan netral. Selain itu, hal ini juga berpotensi merusak kredibilitas dan legitimasi hasil pemilu apabila oknum ASN terlibat upaya kecurangan. Oleh karena itu, menjaga netralitas ASN dalam Pemilu 2024 patut menjadi perhatian serius pemerintah dan penyelenggara pemilu.
Beberapa cara dapat dilakukan untuk memastikan netralitas ASN dalam Pemilu 2024. Pertama, pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu menerbitkan aturan tegas yang melarang ASN memberikan dukungan publik kepada calon, partai, atau koalisi tertentu. Aturan ini perlu disertai sanksi administratif yang tegas bagi pelanggarnya. Kedua, melakukan sosialisasi rutin dan pembinaan secara berkala kepada seluruh ASN untuk senantiasa menjunjung tinggi netralitas dan menghindari benturan kepentingan dalam Pemilu.
Sosialisasi dan pembinaan ini dapat melibatkan KPU, Bawaslu, maupun kementerian/lembaga terkait untuk memberikan edukasi mengenai netralitas ASN dan konsekuensi pelanggaran. Ketiga, melakukan pengawasan ketat oleh aparat pengawas internal maupun eksternal terhadap perilaku ASN menjelang dan selama masa kampanye Pemilu berlangsung. Pengawasan rutin ini penting untuk memastikan tidak ada ASN yang terlibat kegiatan politik atau kampanye.
Keempat, memberikan sanksi tegas dan terukur bagi ASN yang terbukti melanggar netralitas selama masa kampanye dan hari pemungutan suara. Sanksi ini dapat berupa pemberhentian sementara, penurunan pangkat, hingga pemberhentian tetap. Kelima, mengevaluasi aturan kampanye dan dana kampanye untuk mencegah politik uang yang dapat menggerus netralitas ASN. Terakhir, optimalisasi mekanisme pengaduan masyarakat jika menemukan pelanggaran netralitas ASN agar dapat segera ditindaklanjuti.
Dengan upaya-upaya tegas dan komprehensif tersebut, diharapkan Pemilu 2024 benar-benar bebas dari intervensi oknum ASN yang tidak netral. Menjaga netralitas ASN merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, KPU, dan seluruh elemen bangsa demi terwujudnya Pemilu yang berkualitas dan demokratis. Partisipasi ASN yang netral juga krusial untuk menjaga legitimasi hasil pemilu di mata publik. Oleh karena itu, netralitas ASN patut menjadi perhatian serius semua pihak agar Pemilu 2024 dapat berlangsung adil dan juga berintegritas.
Selain di level nasional, isu netralitas ASN juga kerap muncul di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sejumlah ASN di daerah tidak berani menggunakan hak pilihnya secara bebas karena khawatir dianggap memberikan dukungan kepada calon yang bertentangan dengan pilihan atasannya. Akibatnya, mereka lebih memilih untuk tidak menggunakan hak pilih alias golput untuk menghindari risiko tidak mendapatkan jabatan atau bahkan pemindahan tugas jika calon pilihannya berbeda dengan atasan. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena mengancam hak politik ASN.
Oleh karena itu, pemerintah daerah dan KPUD perlu memberikan jaminan dan perlindungan bagi ASN agar dapat menggunakan hak pilihnya tanpa tekanan dan intimidasi. Netralitas ASN di level daerah juga perlu diperkuat demi terselenggaranya Pilkada yang demokratis dan berkualitas, untuk melindungi hak pilih ASN di tingkat daerah, diperlukan beberapa langkah. Pertama, kepala daerah terpilih perlu memberikan jaminan tidak akan melakukan mutasi atau memberikan hukuman kepada ASN hanya karena alasan politik atau perbedaan pilihan dalam Pilkada. Kedua, membangun budaya politik yang sehat di lingkungan ASN daerah untuk saling menghargai hak pilih masing-masing tanpa tekanan. Ketiga, memberikan sanksi tegas kepada atasan yang terbukti memaksa dan mengintimidasi bawahannya untuk memilih calon tertentu. Keempat, sosialisasi dan edukasi secara berkala kepada ASN terkait hak pilih dan politik yang netral. Kelima, optimalisasi peran pengawas Pilkada dalam mengawasi dan menindak tekanan terhadap ASN. Dengan berbagai upaya tersebut, diharapkan ASN di daerah dapat menjalankan hak politiknya dengan bebas tanpa ada intimidasi. Hal ini penting demi terwujudnya Pilkada yang demokratis.
Selain upaya-upaya di atas, diperlukan juga komitmen yang kuat dari pimpinan daerah terpilih untuk menegakkan netralitas ASN. Pimpinan daerah perlu memberi contoh dan menghimbau seluruh jajarannya agar menghargai hak pilih ASN. Pimpinan daerah juga perlu memberikan sanksi tegas kepada oknum pejabat yang melanggar netralitas dan memberikan tekanan politik kepada bawahannya. Di tingkat pusat, pemerintah dan DPR perlu mengkaji regulasi terkait hak dan perlindungan ASN dalam menjalankan hak politiknya. Jika diperlukan, revisi regulasi dapat dilakukan untuk memperkuat jaminan bagi ASN dalam menggunakan hak pilihnya. Dengan berbagai langkah di pusat dan daerah secara komprehensif, diharapkan netralitas ASN dalam Pemilu dan Pilkada dapat terjaga dengan baik demi terselenggaranya pesta demokrasi yang berkualitas di Indonesia.