Oleh: Cameliya Febiyola Nurahim
Bagi semua orang tua beranggapan bahwa sekolah adalah tempat untuk menitipkan anak mereka kemudian menyerahkan anak mereka untuk dididik sepenuhnya oleh guru dengan berbagai pelajaran yang disuguhkan. Besar harapan mereka ketika anak mereka sudah menyelesaikan proses pembelajaran di sekolah dan akhirnya nanti anak mereka akan dibekali berbagai ilmu dan pengalaman.
Pada umumnya sebagaian orang juga melihat sekolah sebagai benteng bagi anak-anak ditengah berbagai macam gempuran kejahatan yang ada di luar, setidaknya mereka di sekolah disibukkan dengan proses belajar yang cukup menyita waktu dan pikiran mereka sehingga tidak sempat lagi berprilaku yang macam-macam walaupun pada faktanya masih sering terjadi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seorang pelajar di lingkungan sekolah.
Di masa sekarang sadar atau tidak, life style bahkan sampai perilaku menyimpang banyak yang berkiblat dengan negara barat, begitu deras arus itu sampai efeknya dirasakan oleh anak-anak kesayangan kita. Kita ambil contoh saja ketika berbicara penyimpangan seksual sampai berujung pada kekerasan seksual. Banyaknya didapati orang-orang yang mencintai sesama jenis sampai berhubungan seksual sesama jenis mulai bermunculan.
Perilaku yang menyimpang seperti suka sesama jenis tentu harus kita jauhi dan bahkan harus di hilangkan, apapun alasannya. Perilaku menyimpang sampai berujung terjadinya kekerasan seksual itu bukan hanya terjadi di luar negeri sana, tetapi terjadi juga di daerah kita sekarang seperti pada kasus kekerasan seksual yang terjadi di salah satu sekolah dasar di Banjarmasin.
Pelecehan homoseksual terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di Banjarmasin. Parahnya pelaku seorang oknum pengajar sekolah dasar yang ada di Banjarmasin. Sedangkan korban yang diketahui berjumlah tujuh orang anak tersebar di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar (RadarBanjarmasin/21.7.23)
Sekolah yang seharusnya melindungi anak sehingga anak merasa nyaman tetapi nyatanya sekolah memberikan pengalaman yang sangat kelam bagi diri anak-anak tadi. Rasanya menjadi suatu keharusan jika anak sudah berada di lingkungan sekolah, berarti anak mendapatkan perlindungan dari pihak sekolah. Jika anak sudah berada di lingkungan keluarganya, peran dan fungsi dari keluarga harus berjalan dengan semestinya, tidak ada yang berlepas diri atau bahkan ingin memberikan kesan yang menyakitkan bagi anak
Namun pada kenyataannya hati semakin miris ketika meliha masih banyak anak yang tidak mendapatkan hak nya. Hal ini dibuktikan dengan adanya kasus pelecehan homoseksual terhadap anak di bawah umur yang terjadi di Banjarmasin tadi.
Jika kita ingin menganalisis mencuatnya kasus pelecehan homoseksual pada anak ini bukan hanya semata-mata kesalahan individu saja, tapi ini kesalahan sistemik, hal ini terjadi karena pembiaran paham sekularisme dan liberalisme tumbuh subur di negeri ini di support oleh media dan life style barat sebagai jalan hidup kebebasan. Praktik liwath jelas dilarang dalam Islam dan jelas sekali hukuman yang akan didapatkan sebagai penebus dosa jika telah melakukannya. Negara seharusnya menutup dan memberantas akses film-film porno dan seluruh kampanye yang bermuatan LGBT serta menerapkan sanksi yang tegas sesuai syariat Islam, semua itu akan terasa lebih mudah jika negara mengambil pengaturan Islam sebagai dasar dari peraturan yang diberlakukan di negeri ini.

