Kamis, Agustus 21, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Memaksimalkan Peran Sekolah Mengatasi LGBT

by matabanua
8 Juni 2023
in Opini
0
D:\2023\Juni 2023\9 Juni 2023\8\8\Muhammad Iqbal, M.Pd.jpg
Muhammad Iqbal, M.Pd (Guru SMP IT Al Kahfi Pasaman Barat.)

 

Ketika mengajar di salah satu sekolah, terlihat seorang siswa laki-laki berjalan berlenggok-lenggok, layaknya siswa perempuan. Karena penasaran, saya pun menghampiri dan mengajaknya berbicara secara empat mata. “Apa yang membuatmu berjalan seperti itu?”, Ia hanya menggeleng saja, hal tersebut membuat rasa penasaran dalam diriku semakin menguat, bertubi pertanyaan saya lontarkan kepadanya, mulai, idolanya, film kesukaannya, dan kegiatannya di media sosial. Tetapi, semua jawaban yang keluar dari mulutnya tidak ada yang aneh sama sekali. Lantas ia pun mengeluh kepada saya, sebab banyak temannya yang mengejeknya dengan sebutan “bencong”. Ia merasa tertekan dengan sebutan tersebut. Saya pun mencoba menguatkannya dengan memberikan nasihat dan motivasi kepadanya.

Artikel Lainnya

Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Krisis Gaza (Pelaparan Sistemis) dan Momentum Kebangkitan Umat

20 Agustus 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Wisata Gunung Kayangan: Pesona Alam Terbengkalai

20 Agustus 2025
Load More

Fenomena yang penulis ceritakan di atas, sepertinya, hampir terjadi di semua sekolah di Indonesia. Bahkan bukan lagi sesuatu yang tabu. Parahnya lagi, seperti sudah menjadi pemakluman terhadap siswa yang bersangkutan. Pihak sekolah, seperti guru, BK, atau kepala sekolah pun terkadang abai dengan kasus tersebut. Jarang sekali, mereka memberi perhatian khusus untuk menyelesaikannya secara tuntas. Padahal, benih negatif tersebut sangat berbahaya jika terus dibiarkan. Sebab, bisa jadi perangai lemah gemulai yang dimiliki siswa tersebut akan diteruskannya ke jenjang pendidikan berikutnya. Bahkan, yang lebih parahnya lagi, ia akan menjadi predator bagi orang-orang di sekitarnya. Jika begini, siklus LGBT akan muncul dan sangat sulit untuk ditumpas.

Munculnya fenomena LGBT di sekolah disebabkan oleh beragam faktor, seperti, kurangnya kasih sayang dari orang tua, tontonan di media sosial, salah pergaulan, dan pernah menjadi korban. Selain itu, kurangnya pengetahuan siswa terhadap fenomena LGBT juga menjadi salah satu penyebab utamanya. Sebab, mereka menganggap fenomena LGBT tidak membahayakan dirinya, malah membuatnya merasa terpuaskan. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian Ahmad Zaharuddin dan kawan-kawan pada tahun 2014 yang diterbitkan dalam International Journal of Innovation and Scientific Research, mengungkapkan, bahwa pengalaman traumatis seperti kekerasan seksual atau sexual abuse dapat menjadi salah satu penyebab seseorang memiliki kecenderungan LGBT. Hal ini, seperti yang penulis ungkapan di awal tadi. Oleh karena itu, sekolah mesti menjadi agen pencegah terjadinya fenomena LGBT.

Mengatasi LGBT

Adapun diantara peran yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah diantaranya, pertama, memberikan sosialisasi tentang LGBT. Berdasarkan penilitian yang dilakukan oleh Erin Padilla Siregar mengenai persepsi remaja tentang LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), dari 60 responden yang menjadi sampel penelitian, terdapat 43 responden yang memiliki pengetahuan kurang mengenai LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan siswa terhadap LGBT masih sangat terbatas. Jangankan ingin mencegah, mengenali terjadinya LGBT di lingkungan sekitarnya saja mereka tidak mampu. Untuk itu, sekolah harus bertanggung jawab penuh memberikan edukasi kepada siswa terkait LGBT, bahaya dan dampak yang diakibatkannya.

Kedua, menyelenggarakan pelbagai kegiatan positif dalam rangka menumbuhkan potensi siswa. Seperti yang umumnya kita ketahui, bahwa di sekolah cukup banyak kegiatan positif yang dapat dilakukan, seperti OSIS, Pramuka, Rohis, PMR, Pembinaan OSN, O2SN, FLS2N, dan pelbagai ekstrakurikuler lain sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki oleh siswa. Hanya saja, keberjalanannya memang tidak merata, sesuai keaktifan pembinanya masing-masing. Tentu hal ini tidak boleh dibiarkan, sebab, ketidakaktifan pelbagai kegiatan di sekolah, dikhawatirkan membuat siswa mencari kegiatan lain yang bisa jadi mengarahkannya untuk melakukan pelbagai kegiatan menyimpang, salah satunya LGBT. Untuk itu, keaktifan kegiatan positif di sekolah memang harus ditingkatkan, sehingga, selain potensi siswa dapat terasah, mereka juga terhindar dari tindakan LGBT.

Ketiga, membuat aturan anti LGBT. Sebagai sesuatu yang mesti dipatuhi, aturan berfungsi mengikat siswa untuk tidak melakukan hal-hal yang mengarah terjadinya tindakan LGBT, misalnya aturan mengenai pakaian dan aksesori yang dipakai siswa, sedapat mungkin tidak mengarah kepada hal-hal yang menyimpang. Selain itu, sanksi yang diterapkan terhadap pelaku juga mesti tegas, tidak boleh setengah-setengah, agar siswa menganggap bahwa LGBT memang sesuatu yang berbahaya, bukan sekedar tentang gaya hidup saja. Selain sanksi, bentuk pembinaan terhadap pelaku, juga harus diatur sejelas-jelasnya, sehingga konselor yang dalam hal ini umumnya dilakukan oleh guru BK dapat berjalan optimal dan menghasilkan output yang memuaskan.

Selain itu, pencegahan LGBT terhadap siswa tidak akan membuahkan hasil maksimal, jika hanya mengandalkan pihak sekolah saja. Dukungan dan pengawasan dari orang tua dan pemerintah juga sangat diperlukan, seperti pengawasan orang tua terhadap tontonan siswa. Dilansir dari laman berita republika.id, sekarang ini, sangat banyak stasiun televisi yang menyuguhkan tontonan berbau LGBT kepada penonton setianya, mereka dengan sengaja mengampanyekan fenomena tersebut melalui program-program menarik yang ditonton oleh siswa. Untuk itu, dengan adanya pengawasan dari orang tua, harapannya kampanye negatif tersebut tidak sampai kecolongan. Kemudian, perhatian pemerintah juga. setidaknya mesti ada sanksi yang tegas bagi para pelaku LGBT, seperti yang dilakukan oleh pemerintah negara Uganda yang memberlakukan hukuman mati bagi warga negaranya yang menjadi pelaku LGBT. Meski terkesan ekstrim, hal tersebut sepertinya juga bisa diterapkan di Indonesia, sehingga persoalan mengenai LGBT dapat teratasi. Semoga

 

Tags: Guru SMP IT Al Kahfi Pasaman BaratLGBTMuhammad Iqbal
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA