JAKARTA – Data inflasi Mei 2023 yang mengalami penurunan tak sepenuhnya menggembirakan. Ada hal yang harus diwaspadai, yaitu tetap tingginya laju inflasi harga kebutuhan pokok (bapok).
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin lalu mengumumkan, inflasi Mei sebesar 0,09 persen dibandingkan bulan sebelumnya (mtm), yang juga merupakan inflasi terendah sejak Januari 2023. Adapun inflasi tahunan tercatat sebesar 4 persen, konsisten mengalami penurunan sejak Maret 2023.
Penurunan laju inflasi bulanan disebabkan deflasi pada kelompok transportasi sebesar 0,56 persen serta deflasi kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,46 persen. Sementara, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi, bahkan menjadi yang tertinggi dengan laju inflasi sebesar 0,48 persen dan andil 0,13 persen secara bulanan.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, masih tingginya harga bahan pokok memang menjadi salah satu hal yang harus dicermati dari data inflasi Mei. Secara tahunan, kata Bhima, inflasi makanan, minuman, dan tembakau cukup tinggi, yaitu sebesar 4,27 persen (year on year/yoy/).
“Idealnya, setelah Lebaran terjadi normalisasi pada harga pangan. Faktanya, harga telur ayam dan daging ayam di sebagian besar daerah masih bergejolak,” kata Bhima.
Berdasarkan panel harga Badan Pangan Nasional, harga rata-rata telur ayam ras secara nasional per Senin lalu masih berkisar di angka Rp 30.940 per kg. Sedangkan, harga daging ayam sebesar Rp 37.590 per kg.
Bhima juga menyoroti inflasi sektor transportasi. Walau secara bulanan terjadi deflasi, sektor tersebut secara tahunan mengalami inflasi hingga 10,62 persen. Sektor transportasi bahkan menjadi sektor yang mengalami inflasi tertinggi secara tahunan.
“Inflasi di sektor transportasi bisa dikendalikan dengan penurunan tarif angkutan umum atau menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis subsidi,” kata Bhima.
Menurut Bhima, data inflasi Mei juga menunjukkan bahwa daya beli masyarakat masih tertekan. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya inflasi inti secara bulanan sebesar 0,04 persen.
“Kalau dilihat konsumen menengah ke atas masih banyak yang tahan belanja, mungkin mereka melihat situasi ekonomi global yang penuh dinamika jadi pertimbangan. Pemilu juga bisa memiliki side effect ke psikologis konsumen kelompok atas sehingga mereka wait and see,” katanya.
Ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, penurunan inflasi Mei wajar terjadi. Sebab, inflasi bisanya akan turun seusai lebaran seiring permintaan yang mereda.
“Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya deflasi pada beberapa kelompok barang seperti alas kaki dan pakaian. Demikian juga dengan transportasi,” kata Piter.
Piter memperkirakan inflasi akan kembali meningkat pada Juni dan Juli karena ada momentum Hari Raya Idul Adha dan tahun ajaran baru. “Konsumsi untuk persiapan pelaksanaan haji dan juga untuk anak-anak sekolah biasanya cukup mendorong naiknya konsumsi dan inflasi,” kata dia. rep/mb06